April 3, 2025 By Abril Geralin
03 April 2025 – Pada tanggal 25 Maret 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai angka Rp16.620. Ini merupakan nilai tukar terlemah yang tercatat sejak krisis moneter tahun 1998. Tentu saja, angka ini menimbulkan kekhawatiran banyak pihak, baik di kalangan pelaku ekonomi, pengusaha, maupun masyarakat umum. Namun, apa yang sebenarnya menyebabkan pelemahan rupiah hingga sejauh ini? Mari kita bahas beberapa faktor yang menjadi penyebabnya.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan pelemahan rupiah adalah ketidakpastian ekonomi global. Seiring dengan adanya gejolak ekonomi di beberapa negara besar, nilai tukar banyak mata uang, termasuk rupiah, terpengaruh. Krisis ekonomi yang terjadi di negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan Eropa, dapat memberikan dampak domino bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Fluktuasi harga energi dan komoditas yang tinggi, serta potensi resesi di beberapa negara besar, memperburuk situasi. Ketidakpastian ini membuat investor lebih berhati-hati dalam menanamkan modal, yang pada gilirannya mengurangi permintaan terhadap rupiah dan melemahkan nilai tukarnya.
Kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia juga memainkan peranan penting dalam melemahnya rupiah. Ketidakpastian ekonomi yang berasal dari dalam negeri, seperti pengelolaan anggaran yang tidak stabil dan kekhawatiran akan defisit anggaran, bisa menyebabkan investor menarik dananya keluar dari Indonesia. Saat investasi asing berkurang, permintaan terhadap rupiah juga menurun, yang berujung pada penurunan nilai tukar rupiah.
Penurunan kepercayaan ini juga dipicu oleh berbagai ketidakpastian politik yang ada di dalam negeri, serta ketegangan dalam hubungan internasional. Ketika investor tidak merasa aman berinvestasi di suatu negara, mereka cenderung untuk mengalihkan dana mereka ke negara dengan tingkat ketidakpastian yang lebih rendah.
Salah satu kebijakan pemerintah yang turut berperan dalam melemahnya rupiah adalah program makan bergizi gratis. Meskipun program ini memiliki niat baik untuk membantu masyarakat, terutama bagi keluarga miskin, namun program ini memerlukan anggaran yang besar. Pembiayaan program semacam ini meningkatkan beban anggaran negara, yang pada akhirnya berimbas pada kestabilan ekonomi nasional.
Untuk membiayai program tersebut, pemerintah mungkin perlu melakukan pinjaman luar negeri atau mencetak lebih banyak uang, yang bisa mempengaruhi nilai tukar rupiah. Ketika ada ketakutan bahwa utang negara akan meningkat atau inflasi akan terjadi, hal ini bisa menurunkan kepercayaan investor lebih lanjut terhadap rupiah.
Meskipun rupiah mengalami pelemahan, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk menjaga stabilitas rupiah dan menarik investasi asing. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan menaikkan suku bunga cadangan.
Peningkatan suku bunga cadangan bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi asing. Dengan suku bunga yang lebih tinggi, Indonesia menawarkan keuntungan lebih besar bagi investor, yang mendorong mereka untuk membeli lebih banyak rupiah untuk investasi. Hal ini pada gilirannya dapat membantu mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Meskipun suku bunga yang lebih tinggi bisa menambah beban bagi sektor tertentu, seperti sektor konsumsi, langkah ini diambil sebagai upaya untuk menjaga stabilitas jangka panjang.
Melemahnya rupiah tidak hanya terjadi di Indonesia. Rupiah kini menempati posisi ke-5 sebagai mata uang terlemah di dunia. Jika kita melihat daftar negara dengan mata uang terlemah, ada beberapa negara yang juga mengalami hal serupa, dengan faktor penyebab yang beragam.
Mata uang Laos, kip Laos, berada di posisi ke-4 dengan nilai tukar 1 dolar AS setara dengan 21.620 kip Laos, yang berarti sekitar Rp16.315. Pelemahan kip Laos disebabkan oleh kebijakan moneter dan fiskal yang tidak stabil, tingginya ketergantungan negara ini pada impor, serta beban utang luar negeri yang besar. Ketergantungan pada impor yang tinggi membuat Laos harus mengimpor lebih banyak barang, yang meningkatkan permintaan terhadap mata uang asing dan menyebabkan pelemahan mata uang mereka.
Di posisi ke-3, ada Sierra Leone dengan mata uang leone. Nilai tukar 1 dolar AS setara dengan 22.820 leone, sekitar Rp16.319. Penyebab melemahnya leone antara lain adalah inflasi yang tinggi, ketidakstabilan politik, dan krisis kesehatan. Negara ini menghadapi tantangan besar dalam hal pemulihan ekonomi pasca-perang saudara dan penanganan wabah penyakit, yang semakin memperburuk situasi perekonomian.
Vietnam berada di peringkat kedua, dengan 1 dolar AS setara 25.494 dong, atau sekitar Rp16.323. Dong Vietnam melemah akibat buruknya pasar properti yang berpengaruh besar terhadap perekonomian negara ini, serta penurunan ekspor dan ketatnya kebijakan investasi asing. Ekonomi Vietnam yang sangat bergantung pada sektor manufaktur dan ekspor membuat negara ini rentan terhadap fluktuasi pasar global.
Negara dengan mata uang terlemah adalah Iran, dengan 1 dolar AS setara 42.087 rial, sekitar Rp16.373. Penyebab utama pelemahan rial Iran adalah ketidakstabilan yang ditimbulkan oleh sanksi ekonomi internasional, inflasi yang sangat tinggi, dan konflik politik yang berkepanjangan. Sanksi yang diberlakukan terhadap Iran menyebabkan kesulitan dalam perdagangannya dengan negara lain, yang memperburuk kondisi ekonomi dan melemahkan mata uang negara tersebut.
Pelemahan rupiah yang terjadi saat ini bukanlah peristiwa yang bisa dianggap sepele, mengingat dampaknya terhadap perekonomian Indonesia. Ketidakpastian ekonomi global, penurunan kepercayaan investor, dan kebijakan dalam negeri yang memerlukan anggaran besar, seperti program makan bergizi gratis, semuanya berkontribusi terhadap melemahnya rupiah.
Namun, langkah-langkah yang diambil pemerintah, seperti menaikkan suku bunga cadangan untuk menarik investasi asing, menunjukkan upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Sementara itu, kita juga bisa melihat bagaimana Indonesia berposisi bersama dengan negara-negara lain yang juga mengalami pelemahan mata uang, seperti Laos, Sierra Leone, Vietnam, dan Iran.
Bagaimanapun, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk tetap waspada dan siap menghadapi tantangan ekonomi yang mungkin timbul akibat pelemahan mata uang ini.