April 28, 2025 By Rio Baressi
28 April 2025 – Pencurian fasilitas umum seperti pelat besi JPO, rel kereta api, baut jembatan, hingga alat deteksi tsunami makin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Fenomena ini bukan hanya merugikan secara finansial, tetapi juga mengancam keselamatan banyak orang. Mari kita bahas alasan di balik tindakan nekat ini, dampaknya, serta upaya hukum yang diterapkan.
Baru-baru ini, Jakarta Barat digemparkan dengan kasus pencurian 15 pelat besi di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Daan Mogot. Pelat besi ini memiliki nilai jual tinggi, yakni antara Rp1.900 hingga Rp6.000 per kilogram, tergantung jenisnya. Meski terlihat kecil, jika dikumpulkan dalam jumlah besar, hasil penjualannya cukup menggiurkan.
Kasus serupa terjadi di Bandung, di mana pelaku mencuri 38 batang besi rel yang dipotong-potong menggunakan mesin las. Total berat rel tersebut mencapai 3 ton, dengan harga jual sekitar Rp6.000 per kilogram. Akibat pencurian ini, PT KAI mengalami kerugian hingga Rp513 juta, sementara pelaku berhasil mendapatkan keuntungan sebesar Rp18 juta.
Di Jembatan Cipendawa, Bekasi, pencurian baut jembatan menyebabkan sambungan jembatan amblas. Investigasi menemukan bahwa puluhan baut penghubung struktur jembatan telah hilang. Dengan harga satu baut mencapai Rp50.000 dan total kehilangan sekitar 50 baut, nilai kerugian diperkirakan sebesar Rp2,5 juta. Namun, lebih dari itu, keselamatan pengguna jalan menjadi taruhannya.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah kasus pencurian alat deteksi gempa dan tsunami di Sidrap, Sulawesi Selatan. Pencuri mengambil baterai dan aki yang berfungsi untuk menghidupkan sensor seismograf. Padahal, alat ini vital untuk memperingatkan dini terhadap bencana alam di wilayah yang rawan gempa dan tsunami.
Motif utama dari semua kasus ini adalah nilai ekonomis dari barang yang dicuri. Barang-barang berbahan dasar logam seperti besi dan baja memiliki harga jual yang cukup tinggi di pasaran rongsokan. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, godaan untuk mendapatkan uang cepat dengan risiko tinggi menjadi pilihan sebagian orang.
Kurangnya pengawasan di fasilitas umum, terutama di daerah yang sepi atau kurang penerangan, membuka peluang bagi pelaku kejahatan. Selain itu, kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah turut memperparah situasi.
Pelaku pencurian dapat dijerat Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang pencurian dengan pemberatan, dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.
Untuk pencurian yang berkaitan dengan fasilitas perkeretaapian, pelaku bisa dikenai Undang-Undang Perkeretaapian, dengan ancaman hukuman penjara hingga 3 bulan atau denda maksimal Rp15 juta.
Untuk mengurangi kasus pencurian fasilitas umum, diperlukan kerja sama antara masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah.
Pencurian fasilitas umum bukan hanya soal kerugian material, tetapi juga soal keselamatan publik. Dengan memahami motivasi di balik kejahatan ini dan memperkuat pengawasan serta penegakan hukum, diharapkan kasus-kasus serupa bisa ditekan seminimal mungkin. Setiap elemen masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga fasilitas umum demi keamanan bersama.
Related Tags & Categories :