Leet Media

Dollar Pernah Tembus Rp 415 Hingga Stabil di Rp 2.000, Sejarah Nilai Tukar Rupiah

February 2, 2025 By Abril Geralin

02 Februari 2025 – Rupiah sebagai mata uang resmi Indonesia telah mengalami berbagai fase dalam sejarahnya, dengan nilai tukar yang Berubah terhadap dolar AS. Momen terkuat rupiah menjadi perhatian karena mencerminkan stabilitas ekonomi pada periode tertentu. Faktor yang mempengaruhinya, serta dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.

Perjalanan Nilai Tukar Rupiah

Rupiah merupakan mata uang resmi Indonesia yang diatur oleh Bank Indonesia (BI). Sejak awal kemerdekaan, Indonesia menggunakan mata uang ORI sebelum akhirnya menetapkan rupiah sebagai alat pembayaran sah. Seiring berjalannya waktu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi dan kebijakan pemerintah.

Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar yang mempengaruhi pergerakan rupiah. Sebelum 1978, Indonesia menggunakan sistem nilai tukar tetap. Kemudian, dari 1978 hingga 1997, Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali. Sejak Agustus 1997 hingga sekarang, Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas. Sistem ini membuat rupiah lebih rentan terhadap faktor eksternal, seperti krisis ekonomi global dan kebijakan moneter negara lain.

Menurunnya Rupiah pada 15 November 1978

Tepatnya pada 15 November 1978, Indonesia mengalami salah satu momen ekonomi yang cukup signifikan dalam sejarah, yaitu menurunkan nilai mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Keputusan ini diambil sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing ekspor dan mengatasi masalah neraca perdagangan yang tidak seimbang. Pada saat itu, tekanan inflasi yang tinggi, defisit anggaran, dan ketidakstabilan eksternal menjadi tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia.

Pemerintah memutuskan untuk mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 33,6 persen dari Rp415 per dolar AS menjadi Rp625 per dolar AS. Langkah ini diambil karena laju inflasi Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara mitra dagang utama pada tahun 1970-an, menyebabkan rupiah over-valued (terlalu mahal). Nilai tukar yang terlalu tinggi mengganggu daya saing ekspor, karena barang ekspor Indonesia menjadi lebih mahal di pasar internasional. Dengan penurunan nilai tukar rupiah, diharapkan produk-produk Indonesia dapat lebih bersaing di pasar global, yang pada gilirannya dapat meningkatkan volume ekspor dan memperbaiki neraca perdagangan Indonesia.

Sejalan dengan kebijakan devaluasi tersebut, sistem nilai tukar juga diubah menjadi sistem nilai tukar mengambang terkendali. Dalam sistem ini, nilai tukar rupiah diambangkan dengan sekeranjang mata uang mitra dagang utama, dan kurs ditetapkan secara harian dalam kisaran tertentu. Pemerintah akan melakukan intervensi apabila nilai tukar bergerak melebihi batas atas atau batas bawah yang ditetapkan.

Rupiah Sempat Stabil di Era 1980-an

Source: Ajaib

Memasuki pertengahan 1980-an, nilai tukar Rupiah mulai lebih stabil dan mencapai kisaran sekitar Rp2.000 per dolar AS. Periode stabilitas ini bertahan cukup lama, yaitu hingga awal 1997, ketika Indonesia mengalami krisis moneter. Pada masa itu, kebijakan pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, yang telah menjalankan program pembangunan ekonomi yang cukup sukses, memungkinkan Rupiah berada pada level stabil sekitar Rp2.000 per dolar AS. Keadaan ini memberikan gambaran betapa rentannya nilai tukar Rupiah terhadap faktor-faktor eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi ekonomi nasional.

Masa stabilitas ini terjadi di tengah era pembangunan ekonomi yang cukup pesat, dengan ekspansi sektor industri, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan sektor ekspor. Namun, meskipun berada pada posisi stabil, krisis finansial global yang terjadi pada tahun 1997 akhirnya memicu terjadinya penurunan drastis terhadap nilai tukar Rupiah.

Krisis Moneter 1997/1998 dan Penyusutan Rupiah

Sebelum mencapai puncak kekuatannya pada tahun 1998, rupiah sempat mengalami penyusutan besar akibat krisis moneter 1997/1998. Krisis ini bermula dari Thailand, ketika negara tersebut meninggalkan kebijakan nilai tukar tetap terhadap dolar AS. Langkah ini menyebabkan krisis kepercayaan yang menyebar ke negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Indonesia, yang memiliki sistem perbankan yang lemah serta utang luar negeri yang besar, tidak mampu menahan tekanan dari krisis ini. Pada pertengahan tahun 1998, nilai tukar rupiah anjlok hingga mencapai Rp16.800 per dolar AS, level terendah sepanjang sejarah. Ketidakstabilan politik dan kejatuhan pemerintahan Soeharto semakin memperparah situasi ekonomi saat itu.

Namun, setelah BJ Habibie mengambil alih kepemimpinan, perekonomian Indonesia mulai pulih secara bertahap. Reformasi di sektor keuangan dan perbaikan tata kelola pemerintahan meningkatkan kepercayaan investor, sehingga rupiah kembali menguat hingga mencapai Rp6.500 per dolar AS pada pertengahan 1999.

Rupiah Terkuat dalam Sejarah Tahun 1999

Kompas.com

Sepanjang sejarah, nilai tukar rupiah mencapai titik terkuatnya pada pertengahan tahun 1999. Saat itu pada masa pemerintahan presiden BJ Habibie, rupiah berada di level sekitar Rp6.500 per dolar AS. Ini merupakan pencapaian tertinggi yang belum pernah terlampaui hingga kini.

Penguatan rupiah pada tahun 1999 dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Kebijakan moneter ketat yang diterapkan Bank Indonesia berhasil mengendalikan inflasi dan stabilitas ekonomi. Selain itu, intervensi valuta asing yang dilakukan secara tepat oleh otoritas moneter Indonesia turut membantu memperkuat nilai tukar rupiah. Faktor lain yang berkontribusi adalah masuknya investasi asing melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN), yang meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.

Namun, penguatan rupiah saat itu juga menimbulkan dilema bagi pemerintah. Meskipun nilai tukar yang lebih kuat dapat menekan inflasi dan menurunkan biaya impor, rupiah yang terlalu kuat juga berisiko menurunkan daya saing ekspor Indonesia. Pemerintah harus menemukan keseimbangan antara stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Perubahan Rupiah di Era Milenium

Source:  Refinitiv

Setelah tahun 1998, rupiah mengalami berbagai periode perubahanyang signifikan. Pada tahun 2008, ketika terjadi krisis finansial global, nilai tukar rupiah yang sebelumnya berada di level Rp9.000 per dolar AS merosot hingga Rp12.000 per dolar AS. Perekonomian global yang tidak stabil menyebabkan investor asing menarik modalnya dari Indonesia, sehingga meningkatkan tekanan terhadap rupiah.

Pada tahun 2011, rupiah sempat kembali membaik ke level Rp8.000 per dolar AS. Namun, kondisi ini tidak bertahan lama. Pada 2013, tren pelemahan rupiah kembali terjadi akibat kebijakan taper tantrum dari The Federal Reserve (The Fed), yang menyebabkan nilai tukar rupiah turun mendekati Rp15.000 per dolar AS pada tahun 2015.

Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Rupiah

Tahun 2020 menjadi salah satu periode terberat bagi rupiah. Pandemi Covid-19 menyebabkan aktivitas ekonomi global terhenti, dan investor asing melakukan aksi jual besar-besaran di pasar keuangan Indonesia. Akibatnya, rupiah anjlok hingga Rp16.550 per dolar AS pada Maret 2020, mendekati level terendah dalam sejarah.

Penurunan tajam ini disebabkan oleh ketidakpastian global, kebijakan lockdown di berbagai negara, serta kebutuhan dolar yang tinggi untuk transaksi perdagangan internasional. Namun, menjelang akhir 2020, rupiah perlahan membaik seiring dengan mulai pulihnya aktivitas ekonomi dan masuknya kembali investasi asing.

Tantangan Rupiah di Masa Depan

Pada tahun 2024, rupiah kembali menghadapi tantangan besar. Pada 16 April 2024, rupiah menyentuh level Rp16.170 per dolar AS setelah libur panjang Idul Fitri. Kemudian, pada 20 Juni 2024, rupiah semakin melemah hingga Rp16.400 per dolar AS. Penyebab utama dari pelemahan ini adalah faktor eksternal, seperti kebijakan moneter ketat dari The Fed serta inflasi yang masih tinggi di Amerika Serikat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa tekanan terhadap rupiah juga disebabkan oleh arus keluar modal asing yang signifikan. Suku bunga tinggi di Amerika Serikat membuat investor lebih memilih menempatkan dananya di aset berbasis dolar dibandingkan dengan aset di negara berkembang seperti Indonesia.

Selain faktor eksternal, faktor internal juga turut berperan dalam pelemahan rupiah. Ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan pokok membuat kebutuhan dolar tetap tinggi, sehingga memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Para ekonom menilai bahwa untuk memperkuat rupiah, pemerintah perlu mengurangi impor bahan pokok, meningkatkan produksi dalam negeri, serta mengurangi ketergantungan pada utang dalam valuta asing.

Rupiah mencapai titik terkuatnya pada tahun 1999, dengan nilai tukar sekitar Rp6.500 per dolar AS. Penguatan ini didukung oleh kebijakan moneter yang ketat, intervensi pasar yang tepat, serta masuknya investasi asing ke Indonesia. Namun, sejak saat itu, rupiah terus mengalami perubahan yang signifikan akibat krisis finansial global, kebijakan moneter internasional, serta kondisi ekonomi domestik.

Tantangan bagi rupiah di masa depan adalah bagaimana pemerintah dapat menyeimbangkan antara stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat menjaga kestabilan rupiah dan memperkuat perekonomiannya di tengah dinamika global yang terus berubah.