March 1, 2025 By Abril Geralin
01 Maret 2025 – Momen Ramadhan yang seharusnya penuh kebahagiaan berubah menjadi hari-hari penuh kekhawatiran bagi ribuan buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Tepat saat umat muslim bersiap menyambut bulan suci Ramadhan 1446 Hijriah, sekitar 10.665 karyawan Sritex harus menerima kenyataan pahit: perusahaan tekstil raksasa tempat mereka menggantungkan hidup resmi tutup per 1 Maret 2025.
Sabtu, 1 Maret 2025 menjadi catatan kelam dalam sejarah industri tekstil nasional. Sritex, yang selama puluhan tahun menjadi kebanggaan industri manufaktur Indonesia, akhirnya harus menutup operasinya setelah dinyatakan bangkrut. Penutupan ini menjadi pukulan telak bagi ribuan pekerja yang kini harus mencari nafkah di tempat lain, tepat saat kebutuhan Ramadhan dan Lebaran mulai menghantui.
Jumat, 28 Februari 2025 menjadi hari terakhir aktivitas normal di kompleks pabrik Sritex. Pemandangan haru terlihat di berbagai sudut pabrik. Beberapa karyawan tampak sibuk mengabadikan momen-momen terakhir mereka di tempat yang telah menjadi rumah kedua selama bertahun-tahun. Ada yang mengemasi barang pribadi, membawa pulang kenang-kenangan, dan tak sedikit yang saling berbagi pelukan perpisahan dengan rekan kerja yang telah menjadi keluarga.
“Saya sedih dengan kejadian ini, semoga bisa segera dapat pekerjaan baru,” ungkap Daryati, salah satu karyawan yang terkena PHK, dengan suara bergetar menahan tangis. Kesedihan serupa terpancar dari wajah Darwati, buruh yang telah mengabdikan hidupnya selama 25 tahun di Sritex.
“Saya berharap Sritex bisa pulih dan kami bisa bekerja kembali,” kata Darwati dengan tatapan kosong. Kekhawatirannya bukan tanpa alasan. Dengan anak-anak yang masih bersekolah dan membutuhkan biaya pendidikan, PHK ini bagaikan petir di siang bolong yang menghancurkan rencana masa depan keluarganya.
Kini, yang tersisa di kompleks pabrik hanyalah pekerja seperti mekanik dan satpam yang masih bertahan di bawah pengawasan tim kurator kepailitan. Pabrik yang dulu selalu bising oleh deru mesin produksi kini terasa sunyi mencekam.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo, Sumarno, mengonfirmasi bahwa seluruh karyawan Sritex resmi terkena PHK sejak 26 Februari dengan hari kerja terakhir pada 28 Februari. “Off tanggal 1 Maret. Puasa awal sudah berhenti total, ini jadi kewenangan kurator,” tegas Sumarno. Dia menegaskan bahwa per hari ini, PT Sritex sudah lepas tanggung jawab dan “perusahaan itu sudah jadi milik kurator.”
Penutupan Sritex merupakan puncak dari krisis finansial berkepanjangan yang melanda perusahaan tekstil ini. Pengadilan Niaga Semarang sebelumnya menyatakan Sritex pailit pada 25 Januari 2025. Tim kurator kepailitan mengungkapkan bahwa perusahaan tekstil ini memiliki utang mencapai Rp29,8 triliun. Meski sempat menolak putusan tersebut dan membawa kasus ini ke Mahkamah Agung (MA), namun MA akhirnya menolak kasasi yang diajukan.
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), PHK di Sritex Group terjadi secara bertahap selama dua bulan pertama tahun 2025. Pada Januari, sebanyak 1.065 karyawan PT Bitratex Semarang terkena PHK. Gelombang PHK terbesar terjadi pada Februari 2025, dengan jumlah karyawan yang terdampak mencapai 9.604 orang.
Rinciannya 8.504 karyawan PT Sritex Sukoharjo, 956 karyawan PT Primayuda Boyolali, 40 karyawan PT Sinar Panja Jaya Semarang, dan 104 karyawan PT Bitratex Semarang kehilangan pekerjaan mereka. Total karyawan yang terdampak PHK di Sritex Group mencapai 10.665 orang.
Di tengah kesedihan kehilangan pekerjaan, nasib pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR) karyawan Sritex kini berada di tangan kurator. Sumarno menegaskan bahwa “Sudah lepas [tanggung jawab Sritex]. Perusahaan itu sudah jadi milik kurator.” Ini berarti semua urusan terkait gaji dan pesangon menjadi tanggung jawab kurator.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, menjamin bahwa pemerintah akan memastikan hak-hak buruh Sritex terpenuhi. “Kemnaker di garis terdepan membela hak buruh, dan pemerintah menjamin buruh akan memperoleh hak-haknya,” kata dia di Solo. Immanuel juga menyatakan bahwa Kemnaker akan terus berkoordinasi dengan manajemen Sritex untuk memastikan para buruh mendapatkan pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Meski demikian, Ahmad Aziz, Kepala Disnakertrans Jawa Tengah, menjelaskan bahwa para pekerja telah menerima pencairan tabungan Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu meringankan beban finansial mereka.
Di tengah gejolak kepailitan Sritex, Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, akhirnya angkat bicara mengenai penutupan total perusahaan tekstil ini. Dengan nada penuh keprihatinan, Iwan mengaku berduka dengan situasi yang terjadi, terutama karena menyebabkan ribuan karyawan kehilangan pekerjaan.
“Kami berduka, namun kami harus terus memberi semangat. Kalau dihitung para karyawan ini sudah bersama selama 21.382 hari sejak Sritex berdiri pada 16 Agustus 1966,” kata Iwan di Semarang pada Jumat (28/2/2025).
Iwan juga menyampaikan terima kasih atas dukungan pemerintah selama proses kepailitan ini bergulir. Dia menegaskan bahwa manajemen Sritex akan kooperatif dan bekerja sama dengan kurator agar proses pemberesan bisa berjalan lancar. “Kami akan mengawal proses pemberesan kepailitan sehingga hak-hak para karyawan dipastikan terpenuhi,” janjinya.
Kabar baik di tengah situasi sulit ini adalah pemerintah daerah Sukoharjo telah menyiapkan 8.000 lowongan pekerjaan dari perusahaan lain di daerah untuk para korban PHK Sritex. Ini merupakan upaya konkret Disperinaker Pemkab Sukoharjo untuk membantu para pekerja yang terdampak segera mendapatkan pekerjaan baru.
Namun, bagi sebagian besar karyawan senior seperti Darwati yang telah bekerja selama 25 tahun di Sritex, mencari pekerjaan baru di usia yang tidak lagi muda bukanlah hal mudah. Terlebih, penutupan Sritex terjadi pada momentum yang kurang tepat: menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran, ketika kebutuhan finansial keluarga cenderung meningkat.
Ketua Komisi VII DPR, Saleh Daulay, mendesak pemerintah, khususnya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, untuk turun tangan dan mencari solusi bagi ribuan buruh yang terdampak. “Sebagai menteri senior, saya yakin Pak AGK pasti memiliki jalan dan solusi,” ujarnya.
Sementara itu, ribuan mantan karyawan Sritex tetap berharap keajaiban datang di bulan suci Ramadhan. Mereka berharap pemerintah dan pihak-pihak terkait dapat memastikan hak-hak mereka segera terpenuhi, baik melalui pembayaran pesangon maupun bantuan dalam mendapatkan pekerjaan baru. Di tengah hiruk pikuk persiapan Ramadhan, mereka harus berjuang dengan realitas baru sebagai pencari kerja, menyiapkan puasa dengan kondisi finansial yang tidak menentu, dan tetap bertahan dalam ketidakpastian nasib industri tekstil nasional.