January 29, 2025 By Abril Geralin
29 Januari 2025 – Langkah mengejutkan diambil oleh Presiden Prabowo Subianto di awal tahun 2025 dengan memangkas anggaran alat tulis kantor (ATK) sebesar 90 persen. Keputusan ini tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 22 Januari lalu. Angka penghematan yang ditargetkan sungguh fantastis, mencapai Rp39,96 triliun dari total belanja ATK yang sebelumnya mencapai Rp44,4 triliun.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya penghematan APBN 2025 yang lebih besar, dengan target total penghematan mencapai Rp306,69 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani segera menindaklanjuti arahan presiden dengan menerbitkan Surat Nomor S-37/MK.02/2025 pada 24 Januari 2025, yang merinci 16 pos belanja yang harus dihemat oleh seluruh jajaran Kabinet Merah Putih.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa kebijakan ini mencerminkan keseriusan Presiden Prabowo dalam mengatasi pemborosan anggaran negara. Pemangkasan tidak hanya berfokus pada ATK, tetapi juga mencakup berbagai pos belanja lain seperti percetakan, sewa gedung, kegiatan seremonial, hingga perjalanan dinas. Kebijakan ini menjadi tonggak penting dalam upaya reformasi pengelolaan keuangan negara yang lebih efisien dan transparan.
Pada awal masa pemerintahannya, Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 pada 22 Januari. Kebijakan ini muncul setelah ditemukannya pengeluaran yang tidak wajar untuk alat tulis kantor (ATK) di seluruh kementerian dan lembaga, yang mencapai angka fantastis Rp44,4 triliun. Angka ini pertama kali diungkap oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang memicu perhatian publik terhadap potensi pemborosan anggaran negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menindaklanjuti Inpres tersebut dengan menerbitkan Surat Nomor S-37/MK.02/2025 pada 24 Januari 2025. Surat ini memuat rincian komprehensif mengenai 16 pos belanja yang harus mengalami penyesuaian. Pemangkasan terbesar menyasar belanja ATK sebesar 90 persen, yang berarti dari Rp44,4 triliun menjadi hanya Rp4,44 triliun untuk tahun anggaran 2025.
Dengan pemangkasan 90% anggaran ATK, instansi pemerintah dituntut melakukan transformasi besar dalam sistem kerja mereka. Pengurangan penggunaan kertas, modernisasi sistem pengarsipan, dan peningkatan efisiensi penggunaan peralatan kantor menjadi prioritas. Langkah ini juga mendorong percepatan digitalisasi birokrasi yang sudah lama didengungkan.
Kebijakan ini memang terkesan drastis, namun membuka peluang bagi pembaruan sistem kerja yang lebih modern dan efisien di lingkungan pemerintahan. Tantangan terbesar adalah memastikan transisi yang mulus dari sistem kerja konvensional menuju digital, sambil tetap mempertahankan produktivitas dan kualitas layanan kepada masyarakat.
Dalam surat edaran yang dikeluarkan, pemerintah telah menetapkan persentase pemangkasan yang berbeda untuk setiap pos belanja. ATK mengalami pemangkasan terbesar yaitu 90 persen, diikuti dengan percetakan dan souvenir sebesar 75,9 persen, serta sewa gedung, kendaraan, dan peralatan sebesar 73,3 persen. Belanja lainnya dipangkas 59,1 persen, sementara kegiatan seremonial dikurangi 56,9 persen. Perjalanan dinas mengalami pemotongan 53,9 persen, dan kajian serta analisis sebesar 51,5 persen. Jasa konsultan dipangkas 45,7 persen, rapat dan seminar 45 persen, serta honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen. Infrastruktur mengalami pengurangan 34,3 persen, diklat dan bimbingan teknis 29 persen, dan peralatan serta mesin 28 persen. Lisensi aplikasi dipotong 21,6 persen, bantuan pemerintah 16,7 persen, dan pemeliharaan serta perawatan mengalami pemangkasan terendah sebesar 10,2 persen.
Sri Mulyani menetapkan tenggat waktu hingga 14 Februari 2025 bagi seluruh kementerian dan lembaga untuk menyerahkan rencana efisiensi mereka. Jika kementerian atau lembaga gagal memenuhi tenggat waktu ini, Direktorat Jenderal Anggaran akan mengambil tindakan mandiri dengan mencantumkan efisiensi tersebut dalam catatan halaman IV A DIPA.
Dalam implementasi kebijakan efisiensi ini, beberapa pos anggaran mendapat pengecualian khusus. Belanja pegawai dan bantuan sosial tidak termasuk dalam pemangkasan anggaran. Anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah juga dikecualikan, begitu pula dengan rupiah murni pendamping. PNBP-BLU yang tidak disetor ke kas negara TA 2025 dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) turut mendapat pengecualian dalam kebijakan ini.
Pemerintahan Prabowo menargetkan penghematan total yang sangat signifikan dalam APBN 2025. Dari total target penghematan sebesar Rp306,6 triliun, sebesar Rp256,1 triliun akan berasal dari efisiensi kementerian dan lembaga. Sementara itu, Rp50,5 triliun sisanya akan diperoleh dari pengurangan dana transfer ke daerah (TKD).
Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo akan menerapkan pengawasan ketat terhadap implementasi kebijakan ini. Pemerintah bahkan siap melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan berbagai institusi pengawasan lainnya untuk memastikan efektivitas pelaksanaan kebijakan ini.
Dalam operasional sehari-hari, alat tulis dasar menjadi kebutuhan primer di setiap kantor pemerintahan. Penggunaan pulpen dengan berbagai warna seperti hitam, biru, dan merah untuk keperluan berbeda, pensil baik mekanik maupun kayu untuk pekerjaan draft, serta spidol permanen dan non-permanen untuk berbagai keperluan penandaan. Tak ketinggalan, stabilo atau highlighter untuk menyoroti bagian penting dokumen, serta tipe-x dalam bentuk cair maupun roller untuk koreksi kesalahan penulisan.
Komponen terbesar dalam belanja ATK selama ini adalah kertas dan buku. Penggunaan kertas HVS dalam berbagai ukuran seperti A4, A5, dan F4 menjadi pos pengeluaran signifikan. Ditambah dengan kebutuhan sticky notes, notepad, buku catatan, agenda, planner, hingga buku jurnal untuk dokumentasi kegiatan. Dengan pemangkasan anggaran ini, instansi pemerintah dituntut beralih ke sistem digital untuk mengurangi ketergantungan pada kertas.
Sistem pengarsipan tradisional membutuhkan berbagai peralatan seperti map plastik, map kertas, ordner untuk penyimpanan dokumen tebal, serta stopmap untuk dokumen yang lebih tipis. Peralatan pendukung seperti klip kertas, penjepit kertas, staples beserta isi ulangnya, dan lem kertas juga menjadi kebutuhan rutin. Pemangkasan anggaran ini mendorong modernisasi sistem pengarsipan menuju digitalisasi dokumen.
Kegiatan presentasi dan rapat memerlukan peralatan seperti whiteboard dan spidolnya, papan pengumuman, serta alat penunjang seperti penggaris, gunting, dan cutter. Penggunaan lakban, selotip, stempel, dan tinta stempel juga menjadi kebutuhan rutin yang harus dikelola dengan lebih efisien setelah pemangkasan anggaran.
Di era digital, peralatan elektronik seperti kalkulator, printer beserta tintanya, mesin laminating, dan mesin fotokopi menjadi pengeluaran besar dalam pos ATK. Kebutuhan penyimpanan digital melalui flashdisk dan hard disk eksternal juga terus meningkat. Pemangkasan anggaran ini diharapkan mendorong investasi yang lebih terarah pada digitalisasi yang efektif dan efisien.
Dengan pemangkasan 90% anggaran ATK, instansi pemerintah dituntut melakukan transformasi besar dalam sistem kerja mereka. Pengurangan penggunaan kertas, modernisasi sistem pengarsipan, dan peningkatan efisiensi penggunaan peralatan kantor menjadi prioritas. Langkah ini juga mendorong percepatan digitalisasi birokrasi yang sudah lama didengungkan.
Kebijakan ini memang terkesan drastis, namun membuka peluang bagi pembaruan sistem kerja yang lebih modern dan efisien di lingkungan pemerintahan. Tantangan terbesar adalah memastikan transisi yang mulus dari sistem kerja konvensional menuju digital, sambil tetap mempertahankan produktivitas dan kualitas layanan kepada masyarakat.
Dalam pelaksanaan kebijakan ini, berbagai tantangan perlu diantisipasi dengan baik. Penyesuaian sistem kerja di kementerian dan lembaga membutuhkan waktu dan komitmen yang kuat. Peralihan ke sistem paperless memerlukan adaptasi yang tidak mudah bagi seluruh aparatur negara. Koordinasi antar lembaga dalam implementasi kebijakan juga menjadi kunci keberhasilan program ini. Monitoring dan evaluasi efektivitas program perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk memastikan tercapainya target penghematan yang telah ditetapkan.
Kebijakan pemangkasan anggaran yang diinisiasi Presiden Prabowo ini menandai era baru dalam pengelolaan keuangan negara yang lebih efisien dan transparan. Dengan pengawasan ketat dan implementasi yang konsisten, diharapkan dapat menghemat triliunan rupiah dari APBN untuk dialokasikan pada program-program yang lebih prioritas bagi kesejahteraan rakyat.