May 12, 2025 By dv
13 Mei 2025 – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan sedang melakukan penulisan ulang sejarah nasional dengan salah satu perubahan utama adalah revisi narasi “Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun”. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan perubahan ini bertujuan untuk menonjolkan perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme daripada fokus pada masa penjajahan.
Fadli Zon menjelaskan bahwa klaim Indonesia dijajah selama 350 tahun oleh Belanda tidak sepenuhnya akurat. Perhitungan ini dimulai sejak kedatangan Cornelis de Houtman di Banten tahun 1596 hingga kemerdekaan tahun 1945. Namun menurutnya, selama periode tersebut berbagai daerah di Nusantara terus melakukan perlawanan.
“Di Aceh, di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Perang Jawa Diponegoro itu. Ada yang perlawanannya 200 tahun, ada yang perlawanannya puluhan. Jadi kita ubah bukan sejarah kita dijajahnya tapi perlawanannya yang harus kita tonjolkan” ujar Fadli Zon.
Ia menambahkan “Enggak ada 350 tahun Indonesia dijajah itu. Kita itu melakukan perlawanan terhadap para penjajah itu”.
Sejarawan seperti Ong Hok Ham dan Anthony Reid telah lama menyatakan bahwa kekuasaan Belanda tidak merata di seluruh Nusantara dan tidak berlangsung selama tiga setengah abad secara menyeluruh. Asvi Warman Adam, sejarawan LIPI, menegaskan “VOC bukan negara, melainkan korporasi dagang yang punya kekuasaan terbatas dan tidak menjangkau seluruh kepulauan nusantara”.
Narasi 350 tahun penjajahan pertama kali muncul dari pernyataan Gubernur Jenderal de Jonge tahun 1935 yang mengatakan Belanda telah berada di Indonesia selama 300 tahun dan akan bertahan 300 tahun lagi. Pernyataan ini dianggap sebagai imajinasi Belanda ketika posisinya mulai terancam oleh gerakan kemerdekaan.
Proyek penulisan ulang sejarah ini melibatkan 100 sejarawan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan ditargetkan selesai pada Agustus 2025, bertepatan dengan HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Tim dipimpin oleh Guru Besar Ilmu Sejarah FIB UI, Susanto Zuhdi.
Fadli Zon menyatakan bahwa penulisan tidak dimulai dari nol tetapi berdasarkan dua sumber utama
“Kita berangkat dari yang sudah ada. Ada Sejarah Nasional Indonesia, dulu pernah terbit tahun 1984, kemudian ada tahun 2012 Indonesia Dalam Arus Sejarah. Nah ini, kita bukan berangkat dari nol, berangkat dari yang sudah ada” tegas Fadli.
Penulisan ulang akan mencakup berbagai periode penting termasuk
Proyek revisi sejarah ini menuai berbagai tanggapan dari kalangan akademisi dan sejarawan.
Radius Setiyawan, Dosen Kajian Budaya dan Media UM Surabaya, menyatakan bahwa merevisi sejarah adalah hal wajar dalam perkembangan ilmu. Namun ia mengingatkan “proses revisi narasi sejarah tidaklah sederhana. Terdapat metodologi, validitas data, serta aspek ilmiah lain yang harus diperhatikan secara ketat”.
Andi Achdian, sejarawan Unnas, mengkritik keterlibatan negara dalam penulisan sejarah resmi. “Biasanya negara-negara demokratis kan ngapain sih bikin program itu ya. Bikin penulisan sejarah. Biasanya kan negara-negara otoriter tuh, yang punya kepentingan untuk menulis sejarah resmi yang mereka klaim sebagai sejarah resmi”.
Bonnie Triyana, sejarawan dan anggota Komisi X DPR dari PDIP, meminta naskah buku diuji publik sebelum diterbitkan. “Saya minta naskah buku sejarah itu diuji publik dulu sebelum diterbitkan. Supaya dapat masukan dari masyarakat. Karena sejatinya sejarah adalah milik masyarakat, bukan hanya milik negara”.
Fadli Zon menegaskan bahwa revisi sejarah ini bertujuan untuk membangkitkan semangat juang melawan imperialisme dan kolonialisme. “Dalam rangka itu membangkitkan semangat juang kita melawan imperialisme, kolonialisme” ucapnya.
Setelah selesai, buku sejarah versi baru ini akan menjadi bahan ajar resmi di institusi pendidikan. “Iya [Jadi bahan pelajaran], ini adalah sejarah resmi kita, formal history kita” kata Fadli.
Fadli Zon menjelaskan salah satu tujuan revisi adalah menghilangkan mental inferior bangsa. “Iya, generasi kita kan generasi yang semakin kritis gitu” ujarnya sembari mempertanyakan mengapa negara kuat seperti Indonesia bisa dijajah begitu lama oleh Belanda yang bukan negara besar di Eropa saat itu.
Proyek penulisan ulang sejarah Indonesia ini menjadi upaya untuk menyeimbangkan narasi sejarah dengan lebih menonjolkan perlawanan daripada penjajahan. Meski menuai pro dan kontra, proses ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru yang lebih objektif tentang perjalanan bangsa Indonesia, terutama dalam menghadapi kolonialisme. Hasil akhirnya akan menjadi bahan ajar resmi yang diharapkan rampung pada peringatan 80 tahun kemerdekaan RI.
Related Tags & Categories :