January 24, 2025 By Amandira Maharani
24 Januari 2025 – Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah serius untuk mengurangi sampah plastik yang mengancam kelestarian lingkungan Pulau Dewata. Mulai 3 Februari 2025, seluruh instansi pemerintah, BUMD, dan sekolah di Bali dilarang menggunakan plastik sekali pakai, termasuk air minum dalam kemasan (AMDK) plastik. Kebijakan ini bertujuan menciptakan Bali yang lebih bersih, hijau, dan berkelanjutan.
Larangan ini tercantum dalam Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2025 tentang Implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018. Aturan ini meliputi:
Ida Ayu Kusuma Widiari, warga Gianyar, menyambut baik kebijakan ini. Menurutnya, langkah ini dapat memberikan dampak positif pada lingkungan, terutama dalam mengurangi sampah plastik dari kemasan makanan dan minuman sekali pakai. Tanggapan ini tercatat dalam artikel yang diterbitkan oleh Tempo pada 22 Januari 2025, di mana Ida Ayu Kusuma menekankan pentingnya sosialisasi lebih lanjut untuk mengoptimalkan kebijakan ini. “Kalau di sekolah wajib bawa botol minum, kantinnya juga harus dibimbing untuk menggunakan kemasan organik seperti daun. Dengan begitu, kebijakan ini lebih holistik dan berkelanjutan,” ujarnya dalam pesan tertulis yang diterima oleh Tempo.
Fidelia Chloe Maluta, siswa kelas VII SMP Galang Kasih, Denpasar, mengaku telah menggunakan tumbler sejak lama. Tanggapan Fidelia mengenai manfaat penggunaan tumbler ini dipublikasikan dalam artikel Tempo pada 22 Januari 2025. Baginya, penggunaan tumbler lebih ramah lingkungan sekaligus hemat. “Kalau kotor tinggal cuci dan bisa digunakan berkali-kali, tidak gampang rusak,” kata Fidelia dalam wawancara tersebut.
Eta Sukmayanti, staf laboratorium di Puskesmas Karangasem 1, mengungkapkan dukungan terhadap aturan ini meskipun belum mengetahui detail kebijakannya. Pernyataan ini juga tercatat dalam artikel Tempo yang sama pada 22 Januari 2025. “Bagus untuk mengurangi sampah plastik, terutama botol minum kemasan, sekaligus membuat pengeluaran lebih irit,” ujarnya saat dihubungi oleh wartawan Tempo.
Untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini, Pemprov Bali menginstruksikan pengawasan ketat oleh pimpinan perangkat daerah, kepala sekolah, dan pimpinan BUMD. Mereka diharapkan memberikan teladan serta melakukan penertiban di lingkungan masing-masing.
Sekretaris Daerah Bali, Dewa Made Indra, berharap kebijakan ini dijalankan dengan penuh tanggung jawab oleh semua pihak. “Kami ingin mewujudkan Bali yang lebih hijau dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Meski kebijakan ini disambut positif, beberapa tantangan masih mengemuka. Aktivis lingkungan Hermitianta Prasetya Putra dari Program Merah Putih Hijau (MPH) menyoroti perlunya pemetaan yang lebih jelas terkait sumber utama sampah plastik. Ia juga menekankan pentingnya kampanye yang lebih tepat sasaran, seperti di pasar tradisional atau tempat ibadah yang menjadi sumber timbulan sampah besar.
Sementara itu, Ketua Komunitas Malu Dong, I Made Agus Jaya Wardana, menyoroti pentingnya dukungan fasilitas, seperti ketersediaan air isi ulang di tempat kerja. “Kalau hanya disuruh bawa tumbler, tapi tidak ada fasilitas isi ulang air, sama saja orang akan tetap membeli botol plastik,” katanya.
Permasalahan sampah plastik memiliki dampak signifikan terhadap pariwisata Bali. Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun, mengungkapkan bahwa kebersihan lingkungan menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara.
Situs panduan perjalanan Fodor’s bahkan menempatkan Bali di daftar destinasi wisata yang tidak layak dikunjungi pada 2025 karena permasalahan overtourism dan sampah plastik. Langkah Pemprov Bali diharapkan dapat mengembalikan citra positif Pulau Dewata sebagai destinasi wisata unggulan dunia.
Larangan penggunaan plastik sekali pakai di Bali merupakan langkah nyata untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang semakin kompleks. Kebijakan ini tidak hanya berdampak pada pengurangan sampah plastik, tetapi juga mendorong kesadaran masyarakat untuk hidup lebih ramah lingkungan. Dengan dukungan semua pihak, Bali dapat mewujudkan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.