January 6, 2025 By Abril Geralin
06 Januari 2025 – Dalam era keterbukaan informasi dan meningkatnya kesadaran publik, kepercayaan masyarakat terhadap berbagai profesi menjadi cerminan penting dari kualitas layanan dan integritas para profesional. Sebuah temuan mengejutkan namun tidak mengherankan terungkap dalam survei terbaru yang dilakukan oleh Ipsos, lembaga riset pasar dan konsultasi global berbasis di Paris, Perancis.
Survei bertajuk “Ipsos Global Trustworthiness Index 2024” yang dirilis pada Oktober 2024 mengungkapkan fakta bahwa politikus menjadi profesi yang paling tidak dipercaya di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di 32 negara ini melibatkan 23.530 responden dewasa, dengan 500 di antaranya berasal dari Indonesia berusia 21-74 tahun. Survei ini dilaksanakan melalui platform online Global Advisor selama periode 24 Mei hingga 7 Juni 2024.
Di Indonesia, politikus menduduki peringkat pertama sebagai profesi yang paling tidak dipercaya dengan persentase mencapai 45%. Angka ini menunjukkan adanya krisis kepercayaan yang serius terhadap para pelaku politik di tanah air. Posisi kedua ditempati oleh polisi dan anggota kabinet/menteri yang sama-sama memperoleh tingkat ketidakpercayaan sebesar 41%.
Fenomena ketidakpercayaan tidak hanya berhenti pada politikus. Survei ini juga mengungkap bahwa influencer media sosial menempati posisi ketiga dengan tingkat ketidakpercayaan sebesar 25%. Sementara itu, pengacara dan pejabat pemerintahan berbagi posisi dengan persentase 24%, diikuti oleh hakim dengan 23%. Menariknya, profesi seperti dokter, sopir taksi, dan jurnalis memiliki tingkat ketidakpercayaan yang lebih rendah, yakni di bawah 20%.
Secara global, situasinya bahkan lebih mengkhawatirkan dengan tingkat ketidakpercayaan terhadap politikus mencapai 58%. Dari 32 negara yang disurvei, hanya India dan Singapura yang menunjukkan sedikit optimisme, di mana tingkat kepercayaan terhadap politikus sedikit lebih tinggi dibanding ketidakpercayaan (40% berbanding 31% untuk India, dan 32% berbanding 31% untuk Singapura).
Di tengah fenomena ketidakpercayaan ini, beberapa profesi masih menikmati tingkat kepercayaan yang tinggi. Selama enam tahun berturut-turut, dokter, guru, dan peneliti secara konsisten menempati posisi teratas sebagai profesi yang paling dipercaya secara global. Hasil ini mencerminkan penghargaan masyarakat terhadap profesi-profesi yang memberikan kontribusi langsung pada kesejahteraan dan kemajuan sosial.
Temuan survei ini seharusnya menjadi alarm bagi para politikus dan pemangku kepentingan untuk melakukan introspeksi dan perbaikan. Krisis kepercayaan ini mengindikasikan adanya kesenjangan antara ekspektasi publik dan realitas kinerja para politikus. Transparansi, akuntabilitas, keberpihakan pada kepentingan publik, dan kepekaan terhadap aspirasi masyarakat menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan yang telah hilang.
Para politikus perlu memahami bahwa kepercayaan publik bukan sekadar angka statistik, melainkan fondasi penting dalam membangun hubungan yang sehat antara pemimpin dan masyarakat. Tanpa kepercayaan, legitimasi dan efektivitas kepemimpinan politik akan terus dipertanyakan, yang pada akhirnya dapat menghambat proses pembangunan dan kemajuan bangsa.
Hasil survei ini juga menjadi cermin bagi generasi muda yang tertarik terjun ke dunia politik. Mereka perlu memahami bahwa menjadi politikus bukan sekadar tentang kekuasaan dan pengaruh, tetapi lebih tentang bagaimana membangun dan menjaga kepercayaan publik melalui integritas, kompetensi, dan dedikasi untuk melayani kepentingan masyarakat