April 17, 2025 By Rio Baressi
17 April 2025 – Dibentuknya Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai holding company yang mengelola 47 BUMN telah menjadi langkah strategis pemerintah dalam upaya restrukturisasi perusahaan-perusahaan negara. Dengan total aset mencapai Rp7,766 triliun, Danantara diharapkan dapat mengelola BUMN secara lebih profesional dan efisien. Namun, di tengah optimisme tersebut, beberapa BUMN masih menghadapi tantangan berat dengan kerugian yang signifikan dan permasalahan serius yang mengancam kelangsungan usaha mereka.
Meskipun beberapa BUMN seperti Bank BNI, BRI, Bank Mandiri, Pertamina dan PLN tercatat memiliki aset yang besar, tidak semua BUMN mengalami hal serupa. Beberapa perusahaan plat merah justru mencatatkan kerugian yang cukup signifikan dalam laporan keuangan mereka.
PT Waskita Karya, perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi, mencatatkan kerugian sebesar Rp3 triliun sepanjang tahun 2024. Kerugian ini diakibatkan oleh beban keuangan yang sangat tinggi yang harus ditanggung oleh perusahaan. Selain itu, kasus korupsi yang melibatkan mantan Direksi PT Waskita Karya pada 2023 semakin memperparah kondisi keuangan perusahaan tersebut.
Maskapai penerbangan nasional, PT Garuda Indonesia juga mencatatkan kerugian bersih sekitar Rp2,06 triliun pada 2024. Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menjelaskan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh penerapan standar akuntansi PSAK 73 yang berpengaruh pada laporan keuangan perusahaan.
Dalam sektor manufaktur, Krakatau Steel menjadi salah satu BUMN yang juga mencatatkan kerugian besar. Perusahaan baja nasional ini mencatat kerugian bersih sebesar Rp2,87 triliun pada tahun 2024. Kerugian tersebut disebabkan karena menurunnya pendapatan usaha yang mencapai 47,95% dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain perusahaan yang mencatatkan kerugian, terdapat pula BUMN yang kondisinya lebih parah hingga terancam bangkrut. Salah satu di antaranya adalah PT Amarta Karya (Amka).
PT Amarta Karya (Amka), perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi dan manufaktur, terancam bangkrut karena terlibat dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan proyek fiktif. Kasus ini juga menjerat mantan Direktur Utama serta mantan Direktur Keuangan PT Amarta Karya dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp46 miliar.
Tidak hanya itu, PT Amka juga kesulitan menyelesaikan proyek Bukit Algoritma di Sukabumi yang menjadi beban tambahan mereka.
Menghadapi berbagai permasalahan yang dialami oleh beberapa BUMN tersebut, Danantara sebagai holding company memiliki strategi khusus untuk memulihkan kinerja perusahaan-perusahaan yang merugi.
Chief Operating Officer (COO) Daya Anagata Nusantara (Danantara), Dony Oskaria, memastikan bahwa semua BUMN, termasuk perusahaan plat merah yang merugi akan masuk ke dalam pengelolaan Danantara. Menurut Dony Oskaria, BUMN yang merugi justru diyakini bisa lebih mudah diselesaikan permasalahannya saat sudah masuk ke Danantara.
Pada akhirnya, keberhasilan Danantara dalam mengelola BUMN, termasuk yang sedang merugi, akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. BUMN yang sehat dapat menciptakan lapangan kerja, membayar pajak yang lebih besar, dan memberikan dividen kepada negara yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan.
Selain itu, BUMN yang dikelola secara profesional juga dapat menjadi agen pembangunan yang mendukung program-program pemerintah dalam berbagai sektor. Dengan demikian, upaya Danantara dalam memulihkan kinerja BUMN yang merugi bukan hanya tentang menyelamatkan perusahaan, tetapi juga tentang kontribusi jangka panjang terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia.