June 13, 2025 By RB
13 Juni 2025 – Memasuki pertengahan tahun 2025, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal telah menjadi isu krusial yang melanda sektor industri di Indonesia. Fenomena ini telah berdampak pada puluhan ribu pekerja, dengan setidaknya 44.069 buruh dari 37 perusahaan kehilangan pekerjaan mereka. Krisis ini dipicu oleh berbagai faktor kompleks, mulai dari kebangkrutan perusahaan raksasa, penurunan permintaan pasar global, hingga perselisihan antara pekerja dan manajemen. Di tengah situasi yang mengkhawatirkan ini, berbagai pihak menyoroti perlunya solusi yang efektif dan cepat dari pemerintah untuk mencegah dampak ekonomi dan sosial yang lebih luas.
Dari 37 perusahaan yang melakukan PHK, empat di antaranya tercatat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan jumlah yang paling signifikan. Keempat perusahaan ini berasal dari sektor tekstil dan alas kaki, industri yang selama ini menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja di dalam negeri.
Perusahaan tekstil raksasa yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, PT Sritex, menjadi perusahaan dengan jumlah PHK terbanyak, yaitu mencapai 11.025 pekerja. PHK massal ini merupakan buntut dari putusan pailit yang ditetapkan oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Oktober 2024. Permasalahan yang menjerat Sritex cukup kompleks, termasuk isu gagal bayar utang dan gugatan hukum yang berujung pada kebangkrutan. Proses PHK di Sritex dilakukan secara bertahap, dimulai pada Agustus 2024 dengan 340 pekerja, dilanjutkan pada Januari 2025 sebanyak 1.081 pekerja, dan puncaknya terjadi pada Februari 2025 yang menimpa 9.604 pekerja.
Dua pabrik yang memproduksi sepatu untuk merek ternama seperti Adidas dan Nike di Tangerang, Banten, juga melakukan PHK dalam jumlah besar. PT Adis Dimension Footwear dan PT Victory Ching Luh secara total memberhentikan 3.500 pekerjanya pada Maret 2025. Alasan utama di balik keputusan ini adalah adanya penurunan permintaan pesanan produk. Selain itu, kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) juga menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap keputusan PHK massal tersebut.
Di Cirebon, pabrik tekstil dan alas kaki PT Yihong Novatex Indonesia melakukan PHK terhadap 1.126 pekerjanya pada Maret 2025. Perusahaan menyatakan bahwa PHK dilakukan secara sepihak sebagai respons atas aksi mogok kerja yang dilakukan oleh para buruh. Namun, para pekerja mengungkapkan bahwa aksi mogok kerja tersebut dipicu oleh alasan yang mendasar, seperti keterlambatan pembayaran gaji dan tekanan kerja yang dinilai tidak sesuai dengan standar yang berlaku.
Menanggapi maraknya gelombang PHK, pemerintah melalui Presiden Prabowo berencana untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK. Namun, rencana ini justru menuai kritik dari berbagai kalangan, salah satunya dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi. Ristadi berpendapat bahwa pembentukan Satgas PHK perlu dikaji ulang. Menurutnya, akan lebih efektif jika pemerintah mengoptimalkan fungsi dan kinerja lembaga-lembaga yang sudah ada untuk menangani masalah ini daripada harus membentuk sebuah satuan kerja yang baru.
Pada akhirnya, harapan besar disematkan kepada pemerintah untuk segera menemukan solusi konkret agar badai PHK ini tidak terus berlanjut. Sebab, dampaknya tidak hanya terasa pada sektor ekonomi secara makro, tetapi juga secara langsung mengancam kelangsungan hidup ribuan pekerja dan keluarga mereka di seluruh Indonesia.