Leet Media

Mengenal Jemparingan, Warisan Budaya Olahraga Tradisional Khas Yogyakarta

May 11, 2025 By Rio Baressi

Ambarrukmo Group

11 Mei 2025 – Yogyakarta tidak hanya terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan kulinernya, tetapi juga memiliki warisan budaya berupa olahraga tradisional yang unik dan sarat makna filosofis. Jemparingan, sebuah seni panahan tradisional yang dilakukan dengan posisi duduk lesehan, merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang telah diakui secara resmi pada Februari 2024.

Sejarah dan Asal-Usul Jemparingan

Jemparingan memiliki sejarah yang kaya dan berakar kuat pada budaya Jawa. Olahraga tradisional ini pertama kali muncul pada era Sri Sultan Hamengku Buwono I, pendiri Kesultanan Yogyakarta. Pada awalnya, Jemparingan merupakan aktivitas yang hanya dilakukan oleh kalangan keluarga Kerajaan Mataram dan para prajurit elit kerajaan.

Aktivitas panahan ini bukan sekadar latihan ketangkasan fisik belaka, tetapi juga merupakan sarana untuk melatih kedisiplinan, kesabaran, dan ketenangan batin para prajurit kerajaan. Seiring berjalannya waktu, olahraga tradisional ini mulai terbuka untuk masyarakat umum dan bahkan kini menjadi salah satu atraksi budaya yang dapat dinikmati oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.

Keunikan Teknik Jemparingan

Yang membedakan Jemparingan dari olahraga panahan pada umumnya adalah teknik yang digunakan. Beberapa keunikan teknik Jemparingan meliputi:

  1. Posisi Duduk Lesehan: Berbeda dengan panahan modern yang dilakukan sambil berdiri, pemanah Jemparingan melakukan aktivitas mereka dengan duduk bersila atau lesehan.
  2. Panahan Horizontal: Busur panah dipegang secara horizontal di depan perut, bukan secara vertikal seperti pada panahan konvensional.
  3. Jarak Bidikan 30 Meter: Para pemanah harus membidik sasaran dari jarak 30 meter, sebuah tantangan tersendiri mengingat posisi duduknya.
  4. Sasaran “Bandul” atau “Wong-wongan”: Target bidikan berupa benda kecil yang disebut “bandul” atau “wong-wongan” yang harus ditembak dengan tepat.
  5. Mengandalkan Perasaan: Berbeda dengan panahan modern yang menggunakan teknik visual untuk membidik, Jemparingan lebih mengandalkan intuisi dan perasaan.

Nilai Filosofis dalam Jemparingan

Keunikan Jemparingan tidak hanya terletak pada teknik panahnya, tetapi juga pada nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Olahraga ini mengajarkan empat nilai utama yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat:

Sawiji: Fokus Total

Sawiji mengajarkan pentingnya konsentrasi penuh dan fokus total dalam melakukan sesuatu. Dalam Jemparingan, pemanah harus menghilangkan segala gangguan pikiran dan fokus hanya pada sasaran bidikan. Nilai ini mengajarkan bahwa untuk mencapai hasil terbaik dalam kehidupan, kita perlu memusatkan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai.

Greget: Semangat Juang

Greget mewakili semangat dan tekad yang kuat untuk mencapai tujuan. Dalam Jemparingan, pemanah harus memiliki dorongan kuat untuk melepaskan anak panah dengan tepat menuju sasaran. Nilai ini mengingatkan bahwa dalam menghadapi tantangan hidup, kita perlu memiliki semangat juang yang tidak mudah padam.

Sengguh: Percaya Diri Tanpa Kesombongan

Sengguh mengajarkan keseimbangan antara percaya diri dan kerendahan hati. Seorang pemanah Jemparingan harus yakin dengan kemampuannya namun tetap menjaga sikap rendah hati. Nilai ini menekankan pentingnya memiliki keyakinan pada diri sendiri tanpa jatuh ke dalam kesombongan.

Ora Mingkuh: Pantang Menyerah

Ora Mingkuh berarti pantang menyerah dan konsisten dalam menghadapi kesulitan. Dalam Jemparingan, pemanah akan menghadapi berbagai tantangan seperti angin, jarak, dan kondisi mental, namun harus tetap gigih dalam upaya mencapai sasaran. Nilai ini mengajarkan ketangguhan dalam menghadapi berbagai rintangan kehidupan.

Jemparingan di Era Modern

Saat ini, Jemparingan tidak lagi menjadi aktivitas eksklusif kaum bangsawan. Berbagai komunitas Jemparingan telah tumbuh di Yogyakarta dan sekitarnya, membuka peluang bagi siapa saja yang tertarik untuk mempelajari dan melestarikan olahraga tradisional ini.

Pengakuan Jemparingan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada Februari 2024 menjadi momentum penting dalam upaya pelestarian budaya tradisional Indonesia. Hal ini juga membuka peluang bagi pengembangan Jemparingan sebagai atraksi wisata budaya yang dapat menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.

Menjajal Jemparingan sebagai Wisatawan

Bagi wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta, mencoba Jemparingan bisa menjadi pengalaman budaya yang unik dan berkesan. Beberapa lokasi di Yogyakarta menawarkan kesempatan untuk belajar dan mempraktikkan Jemparingan, seperti:

Para instruktur akan membimbing pengunjung mulai dari posisi duduk yang benar, cara memegang busur, hingga teknik melepaskan anak panah. Pengalaman ini tidak hanya memberikan kesenangan fisik tetapi juga pemahaman lebih dalam tentang kekayaan budaya Indonesia.

Melestarikan Warisan Budaya melalui Jemparingan

Sebagai salah satu warisan budaya Indonesia, Jemparingan memiliki peran penting dalam memperkuat identitas nasional. Pelestarian olahraga tradisional ini bukan hanya tanggung jawab masyarakat Yogyakarta, tetapi juga seluruh warga Indonesia.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperkenalkan Jemparingan kepada generasi muda, termasuk melalui festival budaya, kompetisi panahan tradisional, dan program pendidikan. Dengan demikian, diharapkan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Jemparingan dapat terus hidup dan menjadi bagian dari pembentukan karakter bangsa