Leet Media

Waspada! Ribuan Laporan Penipuan Masuk OJK, Pelaku Gunakan Wajah dan Suara Palsu Hasil AI

August 6, 2025 By pj

6 Agustus 2025 – Teknologi kecerdasan buatan (AI) kini menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi membawa manfaat, di sisi lain membuka celah kejahatan digital. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap lonjakan kasus penipuan yang memanfaatkan AI seperti deepfake dan voice cloning. Puluhan ribu laporan telah masuk hingga pertengahan 2025, menandakan bahwa kejahatan digital berbasis AI sudah masuk fase darurat.

Penipuan AI Tembus 70 Ribu Kasus dalam Setahun

Sejak awal tahun hingga 29 Juli 2025, OJK menerima lebih dari 70.000 laporan penipuan berbasis AI. Modus yang digunakan antara lain pemalsuan suara dan wajah untuk mengelabui korban. Kejahatan ini bukan hanya menyasar data pribadi, tapi juga berdampak langsung pada kerugian finansial.

“Artificial intelligence atau AI ini memiliki potensi penyalahgunaan yang sangat besar, yang pertama untuk membuat tiruan suara atau voice cloning, kemudian membuat tiruan wajah atau deep fake, dengan tujuan tentunya untuk menipu supaya terlihat meyakinkan, terdengar meyakinkan, sehingga membuat orang yang menjadi korban lengah atau tertipu untuk melakukan transfer dan lain-lain,” ujar Friderica dalam konferensi pers hasil RDK OJK, Senin (4/8/2025).

Tiga Modus Penipuan AI Paling Banyak Dilaporkan

  1. Penipuan Jual Beli Online
    Masyarakat tergiur harga murah dan mentransfer dana ke rekening penipu. OJK mencatat 39.108 laporan penipuan dari modus ini.
  2. Panggilan Palsu atau Fake Call
    Sebanyak 20.628 laporan masuk terkait modus di mana pelaku mengaku sebagai orang terdekat korban.
  3. Penipuan Investasi
    Berjumlah 14.533 laporan, modus ini melibatkan janji imbal hasil besar yang ternyata fiktif.

Suara dan Wajah Dipalsukan untuk Menjerat Korban

Dengan teknologi AI, pelaku bisa meniru suara dan wajah seseorang secara sangat realistis. Cukup dengan konten yang tersebar di media sosial, AI bisa mengumpulkan data suara hingga ekspresi wajah untuk membuat tiruan digital.

“Video ini dapat digunakan untuk meyakinkan korban bahwa mereka ini sedang berkomunikasi dengan orang dimaksud, jadi mereka percaya … Jika menerima permintaan yang tidak biasa, terutama permintaan yang berhubungan dengan uang, karena pasti ujung-ujungnya uang,” ujarnya.

Fenomena ini menunjukkan betapa rentannya masyarakat yang terbiasa membagikan konten pribadi di media sosial tanpa filter.

Edukasi dan Perlindungan Jadi Prioritas OJK

OJK mengimbau masyarakat untuk:

“Jadi selalu verifikasi dulu kalau misalnya ditelpon seperti itu misalnya ditutup telpon lagi ke yang kita kenal nomernya dan lainnya jadi selalu melakukan verifikasi melalui sarana komunikasi yang lain,” sambungnya.

Selain itu, OJK juga telah mengembangkan sistem pengaduan dan layanan konsumen. Hingga pertengahan Juli 2025, tercatat 268.908 layanan konsumen yang diterima, termasuk melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK).

Satgas Anti-Scam dan Kolaborasi Lintas Sektor

Melalui kerja sama dengan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) dan pembentukan Global Anti-Scam Alliance Chapter Indonesia, OJK mendorong sinergi lintas sektor. Sejak peluncuran IASC pada November 2024 hingga Juli 2025, tercatat:

“Tentu saja ini merupakan satu sinergi yang sangat baik ya, karena kalau ini dikerjakan secara bersama-sama menyeluruh oleh semua pihak, maka ini akan menjadi sangat baik,” kata Kiki.

Tantangan Baru di Era Digital

Dengan makin canggihnya AI dan penetrasi internet yang tinggi di Indonesia, tantangan perlindungan konsumen pun kian besar. OJK menekankan pentingnya kebijakan baru, termasuk pengaturan terhadap Finfluencer agar tidak menyebarkan konten keuangan menyesatkan.

“Finfluencer ini bertanggung jawab atas setiap informasi yang dia sampaikan kepada masyarakat,” tegas Friderica.

Langkah-langkah regulatif dan edukatif dari OJK menjadi krusial dalam menanggulangi kejahatan digital yang semakin kompleks dan masif.