August 4, 2025 By A G
04 Agustus 2025 – Kebiasaan mengonsumsi makanan praktis dan siap saji telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup modern. Namun, sebuah penelitian terbaru mengungkap fakta mengejutkan: konsumsi berlebihan ultra processed food (UPF) atau makanan ultra-olahan dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru hingga 41%. Temuan ini menambah daftar panjang dampak negatif makanan ultra-olahan terhadap kesehatan manusia.
Ultra processed food (UPF) adalah kategori makanan yang telah melalui berbagai tahap pengolahan industri dan mengandung bahan-bahan yang jarang ditemukan di dapur rumah tangga. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), makanan ini biasanya mengandung pewarna buatan, pengemulsi, pengawet, serta tambahan gula, garam, atau lemak untuk meningkatkan cita rasa dan daya tarik.
Contoh makanan ultra-olahan yang sering dikonsumsi sehari-hari meliputi:
Karakteristik utama UPF adalah tingginya kandungan gula, garam, lemak jenuh, dan berbagai aditif kimia, namun rendah nutrisi penting seperti serat, vitamin, dan mineral.
Studi revolusioner yang diterbitkan dalam jurnal Thorax pada Juli 2025 ini menganalisis data dari Prostate, Lung, Colorectal and Ovarian (PLCO) Cancer Screening Trials di Amerika Serikat. Penelitian kohort besar ini melibatkan lebih dari 155.000 peserta berusia 55-74 tahun, dengan 101.732 orang yang menyelesaikan kuesioner frekuensi makanan secara lengkap.
Data dikumpulkan sejak November 1993 hingga Juli 2001, dengan pemantauan diagnosis kanker hingga 2009 dan observasi angka kematian terkait kanker hingga akhir 2018. Rata-rata masa tindak lanjut penelitian adalah 12,2 tahun, memberikan waktu yang cukup untuk mengamati perkembangan kanker paru-paru pada peserta.
Para peserta diminta mengisi kuesioner detail mengenai riwayat kesehatan dan pola makan mereka, termasuk frekuensi konsumsi UPF. Berdasarkan data ini, peserta dikategorikan ke dalam empat kelompok berdasarkan jumlah porsi UPF yang dikonsumsi setiap hari.
Selama periode penelitian, tercatat 1.706 kasus baru kanker paru-paru di antara peserta. Dari jumlah tersebut, mayoritas (86,3% atau 1.473 kasus) merupakan non-small cell lung cancer (NSCLC), sementara sisanya (233 kasus) adalah small cell lung cancer (SCLC).
Temuan paling mengejutkan adalah perbedaan signifikan angka kanker paru-paru antara kelompok dengan konsumsi UPF tertinggi dan terendah. Kelompok dengan konsumsi UPF tertinggi memiliki 495 kasus kanker paru-paru dari 25.434 orang, sementara kelompok dengan konsumsi terendah hanya memiliki 331 kasus dari 25.433 orang.
Setelah memperhitungkan berbagai faktor lain seperti kebiasaan merokok, usia, indeks massa tubuh, dan kualitas diet secara keseluruhan, para peneliti menemukan:
Rata-rata konsumsi UPF dalam penelitian ini adalah hampir tiga porsi per hari, dengan rentang dari setengah hingga enam porsi. Tiga jenis UPF yang paling sering dikonsumsi adalah daging olahan, minuman ringan berkafein atau diet, dan minuman ringan tanpa kafein.
Para peneliti mengidentifikasi beberapa mekanisme yang menjelaskan hubungan antara UPF dan kanker paru-paru. Pertama, proses industri dalam pembuatan UPF mengubah struktur alami makanan, mempengaruhi ketersediaan dan penyerapan nutrisi, sekaligus menghasilkan kontaminan berbahaya.
Salah satu contoh kontaminan berbahaya adalah akrolein, zat toksik yang juga terdapat dalam asap rokok. Akrolein dapat terbentuk dari pembakaran tembakau, kayu, plastik, dan bensin, serta dari lemak dan minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi. Zat ini dapat muncul pada produk UPF seperti sosis panggang atau permen karamel.
UPF umumnya memiliki profil nutrisi yang buruk – tinggi kalori, gula, garam, dan lemak jenuh, namun rendah nutrisi penting seperti serat, vitamin, mineral, dan asam lemak omega-3. Omega-3 adalah lemak esensial yang berperan penting dalam mendukung fungsi sistem kekebalan tubuh dan mengurangi peradangan.
Kombinasi nutrisi buruk ini dapat memicu peradangan kronis dalam tubuh, yang merupakan jalur utama dalam perkembangan dan progresi kanker. Selain itu, UPF juga dapat merusak mikrobioma usus, sehingga mengganggu fungsi sistem kekebalan tubuh.
Menurut Dr. David Katz, spesialis pengobatan pencegahan dan gaya hidup, “Kombinasi peradangan berlebih dan gangguan kekebalan tubuh ini memberi sel-sel jahat keunggulan. Skenario inilah awal mula kanker.”
Konsumsi UPF yang tinggi juga berpotensi menggantikan asupan makanan sehat seperti biji-bijian utuh, buah-buahan, dan sayuran yang diketahui memiliki efek protektif terhadap kanker. Makanan-makanan sehat ini kaya akan antioksidan, serat, dan fitonutrien yang dapat membantu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang dapat memicu kanker.
Konsumsi UPF secara global terus meningkat selama dua dekade terakhir dan telah menjadi pendorong utama kenaikan kasus obesitas, penyakit jantung, gangguan metabolik, dan berbagai jenis kanker di berbagai negara. Tren ini sangat mengkhawatirkan mengingat dampak kesehatan yang telah terbukti.
Kanker paru-paru sendiri merupakan jenis kanker paling umum di dunia. Pada tahun 2020, diperkirakan ada 2,2 juta kasus baru dan 1,8 juta kematian akibat kanker paru-paru secara global. Data terbaru WHO menunjukkan sekitar 2,4 juta kasus baru kanker paru-paru di seluruh dunia pada 2022.
Meskipun merokok tetap menjadi penyumbang utama risiko kanker paru-paru, fakta bahwa orang yang tidak merokok tetap dapat terkena kanker menunjukkan adanya faktor lain yang berperan. Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa pola makan, khususnya konsumsi UPF, dapat menjadi faktor risiko independen yang signifikan.
Yang menarik, hubungan antara UPF dan kanker paru-paru ternyata lebih kuat pada non-perokok, menunjukkan bahwa pola makan berperan penting di luar faktor merokok sebagai penyebab utama kanker paru-paru.
Professor Yongzhong Wu dari Chongqing University Cancer Hospital menekankan bahwa “Pembatasan makanan ultra-olahan berpotensi menjadi strategi penting untuk mencegah kanker paru secara global.” Para ahli merekomendasikan beberapa langkah praktis untuk mengurangi konsumsi UPF:
Membaca Label dengan Cermat: Hindari makanan dengan daftar bahan yang panjang dan berisi nama-nama kimia yang asing. Daftar bahan yang panjang sering kali menandakan adanya banyak pengawet, aditif, atau perasa buatan.
Memilih Makanan Utuh: Prioritaskan penggunaan bahan-bahan minim proses untuk memasak makanan sendiri. Makanan utuh seperti sayuran segar, buah-buahan, biji-bijian utuh, kacang-kacangan, dan lentil adalah pilihan yang jauh lebih sehat.
Perubahan pola makan tidak perlu dilakukan secara drastis. Para ahli menyarankan untuk melakukan perubahan bertahap dengan mengganti makanan ultra-olahan dengan alternatif alami secara perlahan. Seiring waktu, indra perasa akan beradaptasi dengan rasa makanan sehat alami, membuat pola makan sehat lebih mudah dipertahankan dalam jangka panjang.
Fokus pada makanan utuh yang kaya nutrisi dapat meningkatkan kualitas pola makan secara keseluruhan dan berpotensi menurunkan risiko berbagai kondisi kesehatan serius, termasuk kanker paru-paru.
Meskipun memberikan bukti yang kuat, peneliti mengakui bahwa studi ini bersifat observasional sehingga belum dapat membuktikan hubungan sebab-akibat secara pasti. Beberapa keterbatasan penelitian ini antara lain ketidakmampuan menghitung intensitas merokok peserta secara detail dan pengukuran pola makan yang hanya dilakukan sekali sehingga tidak merekam perubahan seiring waktu.
Para peneliti menekankan perlunya studi lanjutan berskala besar pada berbagai populasi untuk mengonfirmasi temuan ini. Jika terbukti konsisten, membatasi tren konsumsi UPF secara global dapat menjadi strategi efektif untuk menurunkan beban kanker paru-paru di seluruh dunia.
Temuan ini memperkuat urgensi kebijakan kesehatan masyarakat untuk membatasi konsumsi UPF secara luas dan mendorong masyarakat untuk kembali ke pola makan tradisional yang lebih sehat dan alami. Dengan kesadaran yang meningkat tentang bahaya UPF, diharapkan masyarakat dapat membuat pilihan makanan yang lebih bijak demi kesehatan jangka panjang.
Related Tags & Categories :