July 18, 2025 By RB
18 Juli 2025 – Krisis berkepanjangan di Gaza memicu perubahan sikap signifikan di kalangan warga Israel. Mayoritas publik kini mendesak diakhirinya perang dan mendukung kesepakatan penuh dengan Hamas, termasuk pembebasan sandera. Sentimen ini mencerminkan tekanan yang kian besar terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, baik dari oposisi maupun pemilih koalisinya sendiri. Dinamika politik dalam negeri Israel pun memanas, seiring ketidakpuasan terhadap strategi militer dan kepemimpinan Netanyahu.
Sebuah survei yang dirilis Channel 12 menunjukkan bahwa 74 persen responden di Israel, termasuk 60 persen dari pemilih koalisi Netanyahu, mendukung kesepakatan penuh dengan Hamas. Kesepakatan ini mencakup pembebasan semua sandera dan penghentian perang di Gaza. Sebaliknya, hanya 8 persen yang mendukung rencana bertahap Netanyahu yang mencakup pembebasan sebagian sandera terlebih dahulu.
Adapun 12 persen responden menolak kesepakatan apa pun yang mencakup akhir perang, sementara 6 persen lainnya tidak memiliki jawaban. Fakta ini memperlihatkan betapa minimnya dukungan terhadap pendekatan pemerintah yang selama ini dipertahankan.
Survei juga mengungkap bahwa 49 persen responden percaya bahwa motif Netanyahu bersikeras pada kesepakatan bertahap adalah alasan politis. Sementara itu, 36 persen menyebut alasan keamanan, dan 15 persen menyatakan tidak tahu. Ketika bertemu keluarga para sandera di Washington, Netanyahu bahkan menyatakan bahwa kesepakatan komprehensif “tidak pernah menjadi pilihan,” menurut laporan stasiun TV publik Kan.
Kepuasan publik terhadap penanganan perang pun rendah. Sebanyak 55 persen responden menilai Netanyahu menangani perang dengan buruk, hanya 41 persen yang menilai baik, dan sisanya tidak menjawab.
Mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, juga menerima penilaian negatif dari publik. Sebanyak 52 persen responden menilai kinerjanya buruk saat menjabat, sedangkan 37 persen menilai baik. Sebaliknya, Kepala Staf IDF Letnan Jenderal Eyal Zamir mendapatkan citra positif, dengan 62 persen responden menilai kinerjanya baik.
Survei juga menyinggung kemungkinan Netanyahu mundur dari jabatannya sebagai bagian dari penyelesaian kasus korupsi yang menjeratnya. Sebanyak 55 persen responden mendukung opsi tersebut, termasuk 27 persen dari pemilih koalisi. Sebaliknya, 34 persen ingin ia tetap maju dalam pemilu berikutnya.
Ketika ditanya mengenai isu yang paling memengaruhi pilihan mereka di pemilu mendatang, 27 persen responden menyebut ekonomi dan biaya hidup, disusul perang Gaza dan serangan Hamas (26 persen), isu wajib militer Haredi (14 persen), perpecahan internal (13 persen), program nuklir Iran (8 persen), dan sisanya tidak tahu.
Di kubu oposisi, 35 persen pemilih menilai mantan PM Naftali Bennett sebagai tokoh paling tepat memimpin blok anti-Netanyahu. Tokoh lain yang disebut antara lain Benny Gantz (13 persen), Yair Lapid (12 persen), Avigdor Liberman (12 persen), Gadi Eisenkot (11 persen), dan Yair Golan (6 persen).
Partai baru Bennett yang bernama Bennett 2026 telah menyelesaikan pendaftaran bulan lalu. Meski sebelumnya berhaluan kanan, Bennett kehilangan dukungan dari kelompok kanan setelah membentuk pemerintahan singkat dengan partai kiri dan Arab pada 2021–2022.
Perubahan sikap publik terhadap Hamas menjadi sorotan. Dalam kondisi normal, hal ini akan dianggap tidak lazim, namun kini menjadi simbol protes terhadap kebijakan pemerintah.
“Sudah saatnya kita akhiri pertumpahan darah ini. Perang tidak membawa solusi, hanya penderitaan,” ujar seorang warga Tel Aviv, seperti dikutip langsung dari sumber asli.
Para pengamat politik menilai bahwa dukungan terhadap Hamas bukan bentuk persetujuan ideologis, melainkan ekspresi kekecewaan dan tuntutan perubahan arah kebijakan.
Tekanan terhadap Israel tidak hanya datang dari dalam negeri. Komunitas internasional, termasuk PBB dan negara-negara tetangga, mendorong kedua pihak untuk menghentikan kekerasan. Situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk, dengan laporan korban sipil yang terus meningkat.
Meski Netanyahu secara terbuka berjanji akan terus berperang hingga Hamas dikalahkan, laporan menyebut ia sedang menjalin komunikasi dengan Presiden AS Donald Trump. Pembicaraan tersebut membahas rencana mengakhiri perang, menghidupkan kembali solusi dua negara, serta menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi dan Suriah.
Survei dan dinamika politik terkini menunjukkan pergeseran besar dalam opini publik Israel terhadap perang di Gaza. Ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Netanyahu kini tidak hanya datang dari oposisi, tetapi juga dari pendukung koalisinya sendiri. Desakan untuk menghentikan perang dan membentuk kesepakatan damai menjadi tekanan serius bagi pemerintah. Dunia kini menunggu apakah Israel akan mengubah haluan, atau tetap melanjutkan strategi yang menuai kritik luas.
Related Tags & Categories :