April 25, 2025 By Reynaldi Aditya Ramadhan
25 April 2025 – Angka perceraian di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2024 mencatat 466.359 kasus perceraian, naik dari 463.654 pada tahun sebelumnya. Mayoritas pasangan yang bercerai bahkan belum lima tahun membina rumah tangga. Tren ini mengkhawatirkan dan mengindikasikan lemahnya ketahanan keluarga, terutama di kalangan pasangan muda.
Menanggapi situasi tersebut, Menteri Agama Nasaruddin Umar mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ia ingin menambahkan bab khusus yang membahas pelestarian perkawinan sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam menjaga keberlangsungan keluarga, bukan hanya mengatur legalitas pernikahan.
Usulan revisi ini disampaikan Menag dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tahun 2025 di Jakarta. Menurutnya, tingginya angka perceraian menjadi sinyal bahwa ketahanan rumah tangga perlu mendapat perhatian serius dari negara.
“Perceraian sering kali melahirkan orang miskin baru. Korban pertamanya adalah istri, lalu anak. Karena itu, negara perlu hadir bukan hanya dalam mengesahkan, tapi juga menjaga keberlangsungan pernikahan,” tegas Nasaruddin.
Ia menilai sudah saatnya UU Perkawinan menegaskan pentingnya pelestarian perkawinan sebagai bentuk perlindungan keluarga dan investasi masa depan bangsa. Jika diperlukan, bahkan bisa disusun UU baru yang khusus membahas ketahanan rumah tangga.
Menag juga menyoroti perlunya pendekatan mediasi sebagai langkah preventif menjaga keutuhan perkawinan. Ia merekomendasikan 11 strategi mediasi yang dapat dilakukan oleh BP4:
Menag juga mengusulkan agar BP4 dilibatkan secara resmi dalam proses perceraian melalui surat keputusan Mahkamah Agung, serta didorong penguatannya hingga ke tingkat daerah.
Langkah-langkah ini dirancang sebagai bentuk nyata dari kehadiran negara untuk merespons persoalan rumah tangga secara lebih mendalam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), faktor terbesar penyebab perceraian di Indonesia adalah perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus (251.125 perkara), disusul oleh masalah ekonomi (100.198 perkara) dan perselingkuhan (31.265 perkara).
Wilayah dengan angka perceraian tertinggi adalah Jawa Barat dengan 88.985 perkara, diikuti oleh Jawa Timur (79.293) dan Jawa Tengah (64.937). Di semua wilayah tersebut, penyebab utama tetap sama yaitu konflik internal yang berkepanjangan.
Kementerian Agama juga menyoroti pentingnya edukasi pranikah yang lebih serius dan bimbingan berkelanjutan kepada pasangan muda. Ini termasuk deteksi dini terhadap potensi kekerasan dalam rumah tangga, edukasi emosional, dan literasi keuangan keluarga.
KUA bersama BP4 didorong menjadi garda terdepan dalam pembentukan ketahanan keluarga, bukan hanya sebagai institusi pencatat pernikahan.
Dirjen Bimas Islam Kemenag, Abu Rokhmad, menyambut baik arahan tersebut. Ia menyatakan bahwa tantangan dalam pembinaan dan pelestarian perkawinan di era sekarang semakin kompleks, mulai dari tingginya angka perceraian, rendahnya literasi perkawinan, hingga tantangan budaya digital terhadap ketahanan keluarga.
Ia juga menyatakan kesiapan jajaran Ditjen Bimas Islam untuk mendukung pengembangan kelembagaan dan program strategis BP4, yang dianggap sebagai mitra strategis Direktorat Jenderal Bimas Islam.
Usulan revisi UU Perkawinan ini membawa misi yang lebih luas dibandingkan hanya soal regulasi. Ini adalah refleksi dari keinginan negara untuk menjaga masyarakatnya tetap sehat secara emosional, sosial, dan ekonomi.
Jika usulan ini terealisasi, masyarakat bisa berharap pada sistem pendampingan yang lebih aktif, intervensi yang lebih dini, serta perlindungan yang lebih menyeluruh terhadap keluarga sebagai unit terkecil namun paling fundamental dalam membangun peradaban bangsa.
Related Tags & Categories :