Leet Media

Usia Bumi 4,54 Miliar Tahun dan di Ambang Krisis Pencairan Es Hingga Hilangnya Penghasil Oksigen Utama, Kita Harus Apa?

April 22, 2025 By Rio Baressi

22 April 2025 – Bumi bukanlah planet muda. Ia telah ada selama miliaran tahun, melewati berbagai fase pembentukan dan kehancuran. Namun di tengah kemegahan sejarahnya, planet ini kini menghadapi ancaman besar dari perubahan iklim dan kerusakan ekosistem. Dari pencairan es di kutub hingga ancaman kepunahan plankton, Bumi berada di titik kritis yang mengancam seluruh kehidupan di atasnya.

Bumi Berusia Lebih dari 4,5 Miliar Tahun

Dikutip dari National Geographic Indonesia, para ilmuwan memperkirakan bahwa usia Bumi saat ini sekitar 4,54 miliar tahun. Estimasi ini dicapai melalui metode penanggalan radiometrik yang menganalisis unsur radioaktif dalam batuan. Mineral zirkon, misalnya, sering digunakan karena mengandung uranium dalam jumlah tinggi. Proses peluruhan uranium-238 menjadi timbal memungkinkan ilmuwan menghitung usia batu dengan sangat presisi.

Seiring waktu, para ilmuwan juga mengamati meteorit, bebatuan Bulan, dan Mars yang berusia serupa. Meski sulit menemukan batuan tertua karena aktivitas lempeng tektonik yang mendaur ulang permukaan Bumi, kombinasi data ini memberi gambaran bagaimana planet ini terbentuk dari awan gas dan debu sekitar matahari muda.

Memahami sejarah panjang Bumi seharusnya menyadarkan kita bahwa planet ini terlalu berharga untuk dirusak oleh sampah sekali pakai dan gaya hidup yang tak ramah lingkungan.

Gletser dan Lapisan Es Dunia Terus Mencair

Dalam dua dekade terakhir, Bumi kehilangan lebih dari 270 miliar ton es setiap tahun akibat pemanasan global. Data satelit dari berbagai negara menunjukkan gletser di seluruh dunia mencair dengan laju yang belum pernah terjadi sebelumnya. Antartika, Eropa Tengah, hingga Selandia Baru mengalami penyusutan drastis yang berdampak langsung pada naiknya permukaan laut global.

Lapisan es Greenland, misalnya, retak dan mencair lebih cepat dari yang diperkirakan. Jika seluruh lapisan ini mencair, permukaan laut bisa naik hingga 7,2 meter. Selain mengancam wilayah pesisir, hal ini juga memicu badai yang lebih kuat, banjir lebih sering, dan migrasi iklim yang memaksa jutaan orang meninggalkan tempat tinggalnya.

Fakta-fakta ini seharusnya menjadi panggilan darurat pada Hari Bumi 2025, agar kita bersama-sama menekan laju pemanasan global—termasuk dengan mengurangi limbah plastik yang menyumbat laut dan memperparah krisis iklim.

Kepunahan Plankton Ancam Keberlangsungan Hidup di Bumi

Plankton, organisme mikroskopis di laut, adalah pahlawan tanpa tanda jasa bagi kehidupan di Bumi. Mereka bukan hanya bagian vital dari rantai makanan laut, tetapi juga penyumbang oksigen terbesar bagi planet ini. Fitoplankton, jenis plankton yang mampu berfotosintesis, menghasilkan hingga 85 persen oksigen Bumi dan menyerap karbon dioksida dari atmosfer.

Namun, penelitian menunjukkan bahwa 90 persen plankton di Samudra Atlantik telah menghilang. Kenaikan suhu laut, pencemaran, dan perubahan iklim mempercepat kepunahan makhluk kecil ini. Jika plankton lenyap, akan terjadi reaksi berantai: ikan kecil mati kelaparan, predator laut seperti paus dan lumba-lumba ikut punah, dan akhirnya, manusia kehilangan pasokan oksigen serta bahan pangan laut.

Plankton Lebih Penting dari Hutan

Meski pohon dikenal sebagai penghasil oksigen, fitoplankton memiliki peran yang jauh lebih besar. Karena lautan menutupi lebih dari 70 persen permukaan Bumi, jumlah fitoplankton yang sangat besar menjadikan mereka produsen oksigen utama, bahkan hingga lima kali lebih banyak dibanding hutan.

Tak hanya sebagai penghasil oksigen, plankton juga menjadi penyerap karbon alami dan bahkan bahan dasar terbentuknya minyak bumi. Pada Hari Bumi ini, mari kita sadari bahwa menyelamatkan laut—termasuk dari limbah plastik mikro—adalah menyelamatkan sistem kehidupan planet ini.

Dunia Butuh Tindakan Nyata untuk Menyelamatkan Ekosistem

Perubahan iklim bukan sekadar statistik atau teori ilmiah. Ini adalah krisis nyata yang mengancam seluruh ekosistem global. Jika tidak ada langkah besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, memperbaiki kebiasaan konsumsi, dan melindungi lautan, maka waktu Bumi sebagai tempat tinggal yang layak bisa jadi akan berakhir lebih cepat dari yang kita bayangkan.

Selama lebih dari 4,5 miliar tahun, Bumi telah menjadi rumah bagi miliaran spesies. Namun kini, ia berada di bawah tekanan besar akibat aktivitas manusia. Gletser mencair, permukaan laut naik, spesies punah, dan bahkan plankton yang menjadi pondasi kehidupan laut sedang menuju kepunahan.

Kita Sebagai Penduduk Bumi Harus Bertindak Sekarang

Sebagai penghuni satu-satunya planet yang bisa menopang kehidupan, kita punya tanggung jawab besar. Perubahan dimulai dari diri sendiri—dan langkah kecil jika dilakukan bersama, bisa berdampak besar bagi Bumi.

Berikut beberapa hal nyata yang bisa kita lakukan:

Hari Bumi bukan hanya milik para ilmuwan dan aktivis lingkungan. Ini adalah momen refleksi bagi kita semua—bahwa sekecil apapun aksi kita, bisa memberi harapan bagi masa depan Bumi. Mari bergerak bersama sebelum terlambat. Saatnya kita berhenti menjadi penonton dan mulai menjadi penjaga. Karena satu-satunya rumah yang kita miliki tidak bisa diganti, dan waktunya untuk bertindak adalah sekarang.

Related Tags & Categories :

highlight