Leet Media

Tidak Hanya Perjudian, Kamboja Juga Terindikasi Sarang Perdagangan Manusia di Asia Tenggara

December 19, 2024 By Fathurahman Saleh

Kamboja
(Sumber: Tirto)

19 Desember 2024 – Di tengah hiruk pikuk modernisasi global, sebuah praktik keji yang sering disebut sebagai “perbudakan modern” masih mengintai di berbagai belahan dunia, termasuk di kawasan Asia Tenggara. Perdagangan manusia, sebuah pelanggaran HAM yang mencederai martabat kemanusiaan, telah menjadi ancaman nyata yang membayangi kehidupan jutaan manusia. Menurut estimasi Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, lebih dari 27 juta jiwa di seluruh dunia menjadi korban dari praktik ini pada suatu waktu tertentu (Jr. and Pittman 2024).

Fenomena perdagangan manusia bukan sekadar statistik belaka. Di balik angka-angka tersebut tersembunyi kisah-kisah pilu tentang eksploitasi manusia, di mana para pelaku kejahatan dengan kejam mengambil keuntungan dari penderitaan orang dewasa maupun anak-anak. Para korban dipaksa melakukan kerja paksa atau terjebak dalam industri seks komersial, baik melalui kekerasan, penipuan, maupun paksaan.

Kamboja: Catatan Hitam dalam Pemberantasan Perdagangan Manusia

Dalam upaya global memerangi kejahatan kemanusiaan ini, Departemen Luar Negeri AS telah mengembangkan sistem evaluasi yang menempatkan berbagai negara dalam beberapa tingkatan berdasarkan komitmen dan upaya mereka dalam memberantas perdagangan manusia. Kamboja, sayangnya, terdaftar dalam kelompok terendah atau Tingkat 3 bersama dengan 18 negara dan 2 wilayah lainnya. Perlu dicatat bahwa penempatan ini bukan semata-mata berdasarkan besarnya permasalahan yang dihadapi, melainkan lebih kepada minimnya upaya pemerintah dalam memenuhi standar minimum pemberantasan perdagangan manusia.

Pemerintah Kamboja menunjukkan keengganan yang mengkhawatirkan dalam menangani masalah ini. Meskipun terdapat laporan yang meluas mengenai praktik perdagangan tenaga kerja di berbagai sektor industri, baik yang melibatkan orang dewasa maupun anak-anak, tidak ada penuntutan yang dilaporkan terhadap para pelaku. Lebih mengkhawatirkan lagi, pihak berwenang tampak enggan menyelidiki atau meminta pertanggungjawaban pidana terhadap pejabat yang diduga terlibat dalam jaringan perdagangan manusia ini.

Kasus yang paling memprihatinkan adalah eksploitasi ribuan pria, wanita, dan anak-anak di tempat pembakaran batu bata dan tempat hiburan. Para pemilik bisnis yang tidak bermoral ini seolah mendapat imunitas dari hukum, sementara korban-korban mereka terus menderita tanpa ada pembelaan yang memadai dari negara (US Department of State 2024).

Fenomena ini menjadi semakin mengkhawatirkan mengingat banyaknya warga negara Indonesia yang menjadi korban, terutama di Kamboja dan Myanmar. Data mengejutkan dari Kepolisian RI menunjukkan bahwa sejak tahun 2022, sekitar 5.000 pekerja migran Indonesia telah menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Angka ini bahkan belum mencakup WNI yang berangkat ke luar negeri secara tidak prosedural, yang menurut Kementerian Luar Negeri mencapai 53 ribu orang pada tahun 2023 (Ristiyanti 2024).

Judha Nugraha, Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, menekankan bahwa status undocumented ini secara signifikan melemahkan posisi hukum WNI di luar negeri, sehingga menghambat upaya perlindungan optimal dari pemerintah Indonesia.(Ferdianto 2024).

Data dari Kementerian Dalam Negeri Kamboja menunjukkan fakta yang mengejutkan: per tahun 2024, lebih dari 73.000 WNI tinggal di Kamboja, dengan 58.307 di antaranya memiliki izin kerja yang sah. Namun, di balik angka-angka ini tersembunyi realitas yang lebih gelap (Ditjen Imigrasi 2024).

Sementara itu, Silmy Karim, mantan Direktur Jenderal Imigrasi yang kini menjabat sebagai Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, mengungkapkan bahwa perdagangan manusia di Kamboja sering berkaitan erat dengan penipuan online dan kerja paksa. Para korban umumnya dijerat melalui iklan-iklan menarik di media sosial atau grup chat yang menawarkan posisi customer service atau pemasaran investasi. Namun, ketika tiba di lokasi kerja, mereka dipaksa untuk menjual produk investasi palsu atau terlibat dalam berbagai bentuk penipuan online.

“Indonesia dan Kamboja adalah dua negara demokratis yang merupakan mitra dalam memajukan kesejahteraan, perdamaian dan keamanan di kawasan ASEAN. Belakangan ini, sejumlah permasalahan menjadi perhatian bersama, salah satunya perdagangan manusia,” ujar Silmy Karim.

Di tengah berbagai risiko yang mengancam, pekerja migran Indonesia tetap menjadi kontributor signifikan bagi perekonomian nasional. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung, mengungkapkan bahwa PMI merupakan penyumbang devisa kedua terbesar setelah sektor migas, dengan kontribusi tahunan mencapai US$ 14,22 miliar atau sekitar Rp 231,10 triliun. Angka ini mewakili lebih dari 10% dari total cadangan devisa Indonesia yang mencapai US$ 138 miliar (Sari 2024).

Kontribusi ini tidak hanya berdampak pada level makroekonomi, tetapi juga memiliki efek langsung pada kesejahteraan keluarga para pekerja migran, terutama dalam aspek pendidikan dan kesehatan. Namun, besarnya potensi ekonomi ini juga menjadi daya tarik bagi para pelaku kejahatan untuk mengeksploitasi para pencari kerja yang rentan.

Upaya Perlindungan dan Kerjasama Bilateral

Selain TPPO konvensional, Silmy Karim mengungkapkan adanya ancaman baru yang tak kalah mengkhawatirkan: perdagangan organ manusia. Kasus yang terungkap di Ponorogo pada Juli 2023 menjadi bukti nyata bahwa praktik ini telah merambah Indonesia. Dalam kasus tersebut, dua pria nyaris menjadi korban perdagangan organ ke Kamboja, dan tiga penyalur berhasil ditangkap.

Mayoritas korban perdagangan organ internasional berasal dari Pulau Jawa, dengan modus operandi yang dimulai dari pengajuan paspor menggunakan dokumen tidak lengkap. Para pelaku memanfaatkan kerentanan ekonomi dan ketidaktahuan calon korban untuk melancarkan aksi mereka.

“Bukan cuma pencegahan apakah itu TPPO, perdagangan organ, dan yang sifatnya pekerja migran supaya mereka tidak terjebak rayuan atau iming-iming. Sementara dokumennya tidak lengkap, jadi ilegal. Kalau ilegal otomatis si pembeli kerja punya kekuatan tawar tinggi, akhirnya tidak digaji, kalau digaji nanti akan dilaporkan aparat luar negeri.” tutup Silmy Karim.

Menghadapi kompleksitas permasalahan ini, Indonesia dan Kamboja telah membangun kerja sama bilateral yang lebih erat. Melalui Cambodia-Indonesia Bilateral Meeting on Immigration Matters, kedua negara telah menyepakati delapan area kerja sama strategis. Ini mencakup pertukaran informasi migrasi, pengaturan perpindahan orang secara legal dan teratur, penanganan status migran, pemberantasan penyelundupan dan perdagangan manusia, penanganan pemalsuan dokumen perjalanan, pertukaran data statistik, pengembangan kelembagaan, serta peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan bantuan teknis.

Permasalahan perdagangan manusia di Kamboja, khususnya yang melibatkan warga negara Indonesia, memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Tidak cukup hanya dengan penindakan hukum, diperlukan juga upaya preventif melalui edukasi masyarakat, penguatan sistem pengawasan, dan peningkatan kesejahteraan ekonomi untuk mengurangi kerentanan masyarakat terhadap praktik-praktik eksploitatif.

Kendati nilai ekonomi yang dihasilkan oleh pekerja migran memang signifikan, keselamatan dan kesejahteraan mereka harus tetap menjadi prioritas utama. Pemerintah Indonesia dan Kamboja perlu memperkuat kerja sama bilateral mereka, tidak hanya dalam aspek penegakan hukum, tetapi juga dalam upaya pencegahan dan perlindungan korban.

Tantangan ke depan adalah memastikan bahwa kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai dapat diimplementasikan secara efektif di lapangan. Hal ini membutuhkan komitmen politik yang kuat, alokasi sumber daya yang memadai, dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. Hanya dengan upaya bersama yang terkoordinasi dan berkelanjutan, praktik perdagangan manusia yang merendahkan martabat kemanusiaan ini dapat diberantas secara tuntas.

REFERENSI

Ditjen Imigrasi. Imigrasi Indonesia dan Kamboja Bangun Kerja Sama Berantas Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia. Maret 14, 2024. https://www.imigrasi.go.id/siaran_pers/2024/03/14/imigrasi-indonesia-dan-kamboja-bangun-kerja-sama-berantas-perdagangan-orang-dan-penyelundupan-manusia (accessed Desember 17, 2024).

Ferdianto, Riky. Fakta dan Modus Perdagangan Orang ke Kamboja dan Myanmar. Agustus 11, 2024. https://www.tempo.co/hukum/modus-perdagangan-orang-ke-kamboja-816726 (accessed Desember 17, 2024).

Jr., Elliot Davis, and Aidan Pittman. The 19 Worst Countries for Human Trafficking. Juli 10, 2024. https://www.usnews.com/news/best-countries/slideshows/worst-countries-for-human-trafficking (accessed Desember 12, 2024).

Ristiyanti, Jihan. Setiap Tahun, Jumlah Orang Indonesia yang ke Luar Negeri dengan Cara Ilegal Semakin Bertambah. Juni 24, 2024. https://www.tempo.co/arsip/setiap-tahun-jumlah-orang-indonesia-yang-ke-luar-negeri-dengan-cara-ilegal-semakin-bertambah–45420 (accessed Desember 17, 2024).

Sari, Ferrika Lukmana. Pekerja Migran Sumbang Devisa Rp 231 Triliun, Terbesar Setelah Migas. Mei 31, 2024. https://katadata.co.id/finansial/makro/66598db2537ff/pekerja-migran-sumbang-devisa-rp-231-triliun-terbesar-setelah-migas.

US Department of State. 2024 Trafficking in Persons Report: Cambodia. 2024. https://www.state.gov/reports/2024-trafficking-in-persons-report/cambodia/.