Tanah atau Rumah Warisan yang Tak Ditempati Bisa Jadi Milik Negara, Begini Penjelasannya
April 4, 2025 By Rio Baressi
Sumber: Kompas.com
4 April 2025 – Tanah dan rumah warisan yang tidak dihuni atau dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu berpotensi diambil oleh negara. Hal ini diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk mencegah tanah terlantar dan mengoptimalkan pemanfaatan aset tanah. Bagaimana regulasi ini berlaku dan apa langkah yang bisa diambil oleh pemilik warisan? Berikut penjelasannya.
Regulasi Mengenai Tanah dan Rumah Warisan yang Tidak Ditempati
Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antar Lembaga (PHAL) Kementerian ATR/BPN, Risdianto Prabowo Samodro menjelaskan, tanah atau rumah warisan yang tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan dibiarkan begitu saja, termasuk tidak ditempati, bisa menjadi obyek tanah telantar.
“Tanah atau rumah warisan orang tua bisa jadi milik negara apabila tanah tersebut tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya atau dibiarkan telantar,” kata pria yang akrab disapa Anto ini saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (13/3/2025).
Dasar Hukum Pengambilalihan Tanah oleh Negara
Beberapa peraturan yang mendasari kebijakan ini antara lain:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria – Mengatur kepemilikan dan pemanfaatan tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar – Memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap tanah yang tidak dimanfaatkan.
Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN – Menjelaskan mekanisme identifikasi dan pengambilalihan tanah terlantar.
Bagaimana Tanah Dikategorikan Sebagai Tanah Terlantar
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, tanah atau rumah warisan dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar jika:
Tidak dihuni atau tidak dimanfaatkan dalam jangka waktu lama.
Dibiarkan dalam kondisi rusak atau tidak layak huni.
Tidak ada kejelasan kepemilikan atau ahli waris tidak ditemukan.
Tanah atau rumah tersebut telah dikuasai oleh pihak lain tanpa hubungan hukum selama lebih dari 20 tahun.
BPN akan melakukan identifikasi dan pemeriksaan sebelum menyatakan suatu tanah sebagai tanah terlantar. Jika pemilik tidak memberikan klarifikasi atau bukti pemanfaatan yang sah, maka tanah tersebut berpotensi untuk diambil oleh negara.
Proses Pengambilalihan oleh Negara
Penyitaan tanah dan rumah warisan oleh negara tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan harus mengikuti prosedur yang jelas. Berikut adalah langkah-langkah yang ditempuh sebelum pengambilalihan:
Pemberitahuan Awal Pemilik atau ahli waris akan menerima informasi dari BPN mengenai status tanah atau rumah yang tidak dimanfaatkan atau dibiarkan terbengkalai.
Kesempatan untuk Mengelola Ahli waris diberikan waktu tertentu untuk mengurus atau memanfaatkan aset tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
Verifikasi Lapangan Petugas BPN akan melakukan pengecekan langsung guna memastikan apakah aset tersebut benar-benar termasuk dalam kategori tanah terlantar.
Penetapan sebagai Tanah Terlantar Jika dalam jangka waktu yang ditentukan tidak ada upaya pengelolaan dari ahli waris, maka aset akan dicatat sebagai tanah terlantar dan berpotensi untuk dialihkan kepada negara.
Pengambilalihan oleh Negara Setelah melewati tahapan yang ditetapkan, negara berhak mengambil alih tanah atau rumah tersebut untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur atau fasilitas sosial.Hak dan Upaya Ahli Waris
Agar tanah dan rumah warisan tidak dikategorikan sebagai tanah terlantar, pemilik bisa melakukan langkah-langkah berikut:
Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengamankan aset properti dari risiko disita:
Segera mengurus hak waris: Proses peralihan hak waris sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah pewaris meninggal dunia dengan mendatangi kantor pertanahan setempat. Hal ini bertujuan untuk memastikan kepemilikan yang sah serta menghindari potensi klaim dari pihak lain.
Memanfaatkan properti sesuai fungsinya: Rumah atau tanah warisan sebaiknya digunakan secara aktif, misalnya sebagai tempat tinggal, usaha, atau investasi. Dengan begitu, aset tersebut tidak akan dikategorikan sebagai tanah terlantar yang dapat diambil alih oleh negara.
Memperbarui sertifikat tanah: Sertifikat tanah perlu diperbarui dan didokumentasikan dengan baik guna mencegah sengketa kepemilikan. Jika ada perubahan kepemilikan, segera lakukan balik nama agar hak waris tetap terjamin secara hukum.
Merawat dan menjaga properti: Perawatan rutin terhadap tanah atau bangunan warisan sangat penting agar properti tetap dalam kondisi baik. Selain meningkatkan nilai aset, perawatan yang baik juga mencegah kesan bahwa properti dibiarkan terbengkalai.
Menentukan batas tanah dengan jelas: Pemasangan tanda batas atau pagar pada tanah warisan dapat mengurangi risiko sengketa dengan pihak lain serta menjadi bukti pemanfaatan aset oleh pemiliknya. Apabila ada pihak lain yang menguasai tanah atau rumah warisan secara tidak sah, ahli waris berhak mengajukan tuntutan hukum dalam jangka waktu maksimal 30 tahun sejak warisan dibuka. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 834 hingga Pasal 835 KUH Perdata.
Dengan menjaga dan memanfaatkan aset warisan dengan baik, ahli waris dapat memastikan bahwa tanah dan rumah yang diwariskan tetap menjadi milik keluarga serta terhindar dari risiko penyitaan oleh negara.
Rizal Lazuardi, staf Kementerian ATR/BPN Surabaya, menegaskan bahwa pemerintah tidak serta-merta mengambil alih tanah atau rumah warisan tanpa prosedur yang jelas.
Tanah dan rumah warisan yang tidak dihuni atau tidak dimanfaatkan berisiko diambil oleh negara jika dikategorikan sebagai tanah terlantar. Oleh karena itu, penting bagi pemilik warisan untuk mengelola aset mereka dengan baik, membayar pajak, serta memanfaatkan tanah sesuai peruntukan agar tetap memiliki hak kepemilikan yang sah. Dengan langkah-langkah yang tepat, risiko pengambilalihan oleh negara dapat dihindari dan aset warisan tetap menjadi investasi yang bernilai bagi keluarga.