May 20, 2025 By A G
20 Mei 2025 – Cat baru pesawat kepresidenan kembali menjadi sorotan publik setelah Indonesia One berganti penampilan dari dominasi merah menjadi putih di era Presiden Prabowo Subianto. Fenomena ini bukan yang pertama terjadi, mengingat setiap pergantian presiden kerap diikuti dengan perubahan tampilan pesawat kepresidenan.

Jika menengok ke belakang, pesawat kepresidenan RI telah mengalami berbagai perubahan tampilan sejak era kemerdekaan. Pada masa Presiden Soekarno, Indonesia menggunakan Dakota RI-001 Seulawah yang merupakan sumbangan dari rakyat Aceh pada 1948. Pesawat pertama RI ini kemudian dilengkapi dengan beberapa armada lain seperti Ilyushin Il-14 “Dolok Martimbang” dari Uni Soviet dan Lockheed Jetstar, hadiah dari Presiden AS John F. Kennedy.
Berbeda dengan pendahulunya, Presiden Soeharto justru tidak memiliki pesawat khusus. Mobilitas presiden pada masa itu ditunjang oleh pesawat TNI AU seperti Hercules C-130, atau pesawat sewaan dari maskapai seperti Pelita Air Service dengan Fokker-28, atau dari Garuda Indonesia.
Tradisi menyewa pesawat ini kemudian dilanjutkan oleh presiden-presiden berikutnya, mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, hingga Megawati Soekarnoputri yang kerap menggunakan pesawat Garuda Indonesia seperti MD-11 atau Airbus A 330-300.
Barulah pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemerintah mulai merancang pengadaan pesawat kepresidenan sendiri yang terealisasi menjelang akhir masa jabatannya. Pada masa SBY, pesawat kepresidenan dicat dengan dominasi warna biru dan aksen merah-putih. Pemilihan warna tersebut dijelaskan oleh Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet saat itu, sebagai pertimbangan aspek keamanan.
“Warna biru di dalam arti security penerbangan. Warna biru bisa berkamuflase sehingga bisa sama dengan warna langit,” jelas Silalahi pada 10 April 2014.
Memasuki era Presiden Joko Widodo (Jokowi), RI akhirnya memiliki pesawat kepresidenan sendiri yang dijuluki ‘Indonesia One’, sebuah Boeing Business Jet 2 737-800 BBJ2 yang dirancang khusus dengan interior VVIP dan mampu terbang nonstop jarak jauh. Pada 2021, tampilan pesawat diubah drastis menjadi dominasi merah-putih.
Dan kini, di era Presiden Prabowo Subianto, pesawat kepresidenan kembali berganti warna, kali ini didominasi putih dengan aksen garis merah horizontal yang memanjang di atas dan bawah jendela.

Menyikapi kontroversi perubahan warna pesawat kepresidenan, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi memberikan penjelasan. Menurut Hasan, pengecatan ulang pesawat merupakan bagian dari pemeliharaan rutin yang wajar dilakukan pada sarana transportasi negara.
“Kalau kendaraan, pesawat, kapal itu kan pasti ada pemeliharaan rutin, maintenance rutin. Ya salah satu pemeliharaannya juga ganti desain, ganti warna,” kata Hasan pada diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu (17/5/2025).
Hasan juga mencontohkan, mobil kepresidenan pun terkadang berganti warna dari hitam menjadi putih, yang menurutnya merupakan hal biasa dalam konteks perawatan. “Itu cuma soal desain, soal maintenance dan soal perawatan. Dicat ulang itu biasa. Kayak rumah kita juga, dicat ulang juga biasa,” tambahnya.
Namun ternyata ada alasan lain di balik perubahan warna tersebut. Dalam penjelasan lebih lanjut pada Senin (19/5/2025), Hasan mengungkapkan bahwa desain baru pesawat kepresidenan A-001 disesuaikan dengan pesawat pribadi Presiden Prabowo Subianto yang berkode registrasi PK-GRD.
“Begini, pesawat yang rutin dipakai oleh Presiden Prabowo itu adalah pesawat pribadi beliau sebelumnya. Sampai hari ini, itu yang beliau pakai, yang tulisan bawahnya itu PK GRD,” kata Hasan di Kantor PCO, Jakarta.
Hasan menjelaskan bahwa penyeragaman desain ini bertujuan agar pesawat A-001 bisa digunakan sebagai cadangan jika pesawat pribadi Prabowo sedang dalam perawatan.
“Nah, pesawat ini disamakan desainnya supaya jadi pesawat cadangan. Jadi kalau misalnya ini lagi maintenance, nanti lagi enggak bisa dipakai, pesawat dengan desain yang sama, jadi orang akan kenal bahwa ini adalah pesawat kepresidenan Republik Indonesia,” jelas Hasan.
Selain itu, Hasan juga menegaskan bahwa pergantian warna pada pesawat kepresidenan didasari oleh alasan teknis yang penting, yaitu untuk mencegah berbagai kerusakan yang dapat terjadi akibat faktor lingkungan, seperti korosi dan oksidasi yang kerap menyerang permukaan pesawat, serta melindungi dari risiko kerusakan akibat tumpahan bahan bakar selama operasional.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: berapa biaya yang dikeluarkan untuk pengecatan ulang pesawat kepresidenan tersebut?
Saat ditanya mengenai detail anggaran untuk proses pengecatan, Hasan Nasbi mengaku belum memiliki data pasti. “Saya belum bisa menjawab soal berapa harga pengecatan ulang pesawat kepresidenan. Saya harus bertanya ke bagian yang mengurusi hal tersebut,” ujarnya.
Meski tidak ada angka resmi yang diungkapkan, pengecatan ulang pesawat sekelas Boeing 737 BBJ2 bukanlah perkara murah. Berdasarkan standar industri penerbangan internasional, biaya pengecatan ulang pesawat komersial ukuran medium seperti Boeing 737 bisa mencapai US$150.000 hingga US$300.000 (sekitar Rp2,3 miliar hingga Rp4,6 miliar dengan kurs Rp15.300 per dollar AS). Biaya ini mencakup proses stripping cat lama, persiapan permukaan, pengecatan dasar, hingga finishing dan polishing.
Untuk pesawat kepresidenan dengan spesifikasi khusus dan standar pengerjaan premium, biaya tersebut berpotensi lebih tinggi. Belum lagi jika memperhitungkan biaya desain livery baru, waktu ground time saat pesawat tidak dapat dioperasikan, serta faktor-faktor teknis lainnya.
Pergantian warna pesawat kepresidenan ini menuai kritik dari berbagai kalangan, terutama di tengah upaya efisiensi yang sedang dilakukan pemerintah. Banyak warganet mempertanyakan urgensi pengecatan ulang yang dinilai hanya membuang-buang anggaran negara.
Viral di media sosial X (dahulu Twitter), unggahan akun @infoflyer mengenai perubahan livery pesawat kepresidenan telah ditonton lebih dari 1 juta pengguna. “Ada yang menarik dari keberangkatan RI-1 ke Brunei pagi tadi. Lama tidak terlihat, sekalinya muncul sudah ganti livery,” tulis narasi pada unggahan tersebut.
Di tengah kondisi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih pasca pandemi, pertanyaan mengenai skala prioritas dan urgensi pengecatan ulang pesawat kepresidenan menjadi relevan. Apakah benar pengecatan ulang termasuk dalam kategori pemeliharaan rutin yang tidak bisa ditunda, atau sekadar keputusan estetika yang bisa ditangguhkan?

Transparansi mengenai biaya pengecatan ulang pesawat kepresidenan menjadi penting sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Jika memang pengecatan ulang adalah bagian dari maintenance rutin dan memiliki alasan teknis yang valid seperti mencegah korosi, maka pemerintah perlu mengkomunikasikan hal tersebut dengan lebih baik agar tidak menimbulkan persepsi pemborosan.
Selain itu, kebijakan untuk menyeragamkan tampilan pesawat kepresidenan dengan pesawat pribadi Presiden Prabowo juga perlu dikaji lebih lanjut dari sisi kepatutan dan efisiensi. Apakah penyesuaian tersebut memang diperlukan, mengingat kedua pesawat memiliki fungsi yang sama sebagai transportasi kepresidenan?
Pada akhirnya, yang dibutuhkan adalah keseimbangan antara kebutuhan pemeliharaan aset negara dan prinsip kehati-hatian dalam penggunaan anggaran publik. Pesawat kepresidenan memang merupakan simbol negara yang perlu dijaga kualitas dan keamanannya, namun penggunaannya tetap harus mencerminkan nilai-nilai efisiensi dan tanggung jawab terhadap keuangan negara.
Di tengah berbagai tantangan ekonomi dan sosial yang dihadapi Indonesia saat ini, perdebatan mengenai warna pesawat kepresidenan mungkin terasa sepele. Namun, diskusi ini menjadi penting sebagai bagian dari pengawasan publik terhadap pengelolaan aset dan anggaran negara, terlepas dari siapa pun yang duduk di kursi kepresidenan.