December 19, 2024 By Amandira Maharani
19 Desember 2024 – Musik elektronik yang menggelegar dari ajang musik Digital Warehousing Party (DWP) Jakarta 2024 di Jiexpo Kemayoran pada malam hari telah mengirimkan suara yang meluas. Fenomena ini tidak sekadar sebuah gangguan biasa, melainkan sebuah potret kompleks interaksi antara gelombang suara, struktur lingkungan, dan karakteristik fisis dari bunyi itu sendiri. Warga di berbagai wilayah seperti Rawamangun, Tanjung Priok, Jatinegara dan Tebet yang jauhnya hingga 22 kilometer, melaporkan terganggu oleh intensitas suara musik yang mampu merambat hingga jarak puluhan kilometer dari lokasi acara.
Untuk memahami fenomena ini, kita perlu mendalami konsep fundamental resonansi. Berasal dari bahasa Latin “resonantia” yang berarti gema, resonansi adalah sebuah mekanisme fisis di mana gelombang suara mampu berinteraksi dengan berbagai objek di sekitarnya. Dalam konteks DWP Jakarta, resonansi menjadi kunci utama memahami bagaimana suara musik dapat merambat sedemikian jauh.
Resonansi terjadi ketika sebuah gelombang suara bertemu dengan objek yang memiliki frekuensi alami serupa. Pada kasus musik elektronik dengan frekuensi rendah, gelombang suara memiliki karakteristik khusus. Gelombang suara berkekuatan rendah memiliki panjang gelombang yang sangat panjang, membuat mereka mampu menembus penghalang dan merambat melalui udara dengan efisiensi tinggi.
Beberapa faktor kunci mendukung perambatan suara musik DWP hingga ke wilayah yang jauh:
Pertama, karakteristik frekuensi rendah musik elektronik. Gelombang suara berkekuatan rendah memiliki kemampuan istimewa untuk merambat lebih jauh dibandingkan gelombang suara berfrekuensi tinggi. Hal ini disebabkan gelombang rendah memiliki energi yang lebih stabil dan kurang mudah diredam oleh medium udara.
Kedua, struktur lingkungan perkotaan Jakarta memainkan peran signifikan. Gedung-gedung tinggi, infrastruktur perkotaan, dan pola pemukiman yang padat bertindak sebagai medium resonansi tambahan. Setiap bangunan, setiap permukaan keras dapat menjadi “penguat” gelombang suara, menciptakan efek gema dan penguatan yang berkelanjutan.
Resonansi tidak sekadar fenomena fisis, melainkan memiliki konsekuensi nyata bagi kehidupan manusia. Getaran suara yang berkelanjutan dapat menimbulkan gangguan psikologis, mengganggu kenyamanan, bahkan berpotensi memengaruhi kesehatan mental penduduk di sekitar area terdampak.
Dalam konteks sains, resonansi menunjukkan bagaimana energi dapat diperkuat dan ditransmisikan melalui medium yang berbeda. Pada kasus DWP Jakarta, musik elektronik bertindak sebagai sumber getaran primer yang mampu menginduksi getaran serupa pada struktur-struktur di sekitarnya.
Dalam fisika, resonansi memiliki prasyarat tertentu. Untuk terjadinya resonansi sempurna, dibutuhkan frekuensi yang identik antara sumber suara dan objek penerima, keberadaan ruang udara, dan selaput tipis yang memfasilitasi getaran. Musik elektronik dengan spektrum frekuensi lebar pada acara DWP secara inheren memiliki potensi tinggi untuk menciptakan kondisi resonansi yang kompleks.
Jauhnya jangkauan suara DWP Jakarta 2024 ini juga mungkin berhubungan dengan jadwal konser yang dimulai di malam hari. Menurut Guru Besar Bidang Fisika Teori IPB University, Husin Alatas menjelaskan mengapa suara saat malam hari terdengar lebih keras. Hal ini diakibatkan oleh refleksi atau pemantulan, yang memiliki kemampuan gelombang bunyi atau suara untuk memantulkan bunyi itu sendiri. Apalagi pada malam hari, udara yang berada di dekat tanah memiliki suhu lebih rendah dibandingkan siang hari.
Hal ini memungkinkan sekali untuk suara konser musik keluar dari venue hingga radius puluhan kilometer, dengan berbagai macam ritme atau nada yang dikeluarkan baik resonansi atau refleksi suara bisa meluas tak terkontrol.
DWP Jakarta 2024 merupakan salah satu konser musik EDM yang ada di Asia, namun di benua lainnya terdapat konser musik yang jauh lebih besar seperti Tomorrowland salah satu festival EDM terbesar di dunia. Tomorrowland dari awal berlangsung pada tahun 2005 hingga tahun 2024, selalu diadakan di taman rekreasi De Schorre, Boom, Belgia yang luasnya hingga 7,37 km2 . Alasannya karena Tomorrowland merupakan konser musik EDM yang akan mengeluarkan suara yang sangat kencang hingga mencapai radius puluhan kilometer, agar hal tersebut tidak mengganggu warga sekitar dipilihlah taman rekreasi De Schorre, Boom, Belgia ini.
Selain Tomorrowland, konser musik legendari Woodstock yang diadakan pada tahun 1960-an. Dengan menampilkan musisi ternama dari Jimmy Hendrix hingga The Who, Woodstock adalah konser ternama dan momen penting dalam sejarah musik yang berpengaruh besar di kultur pop dunia. Woodstock sendiri diadakan di Peternakan Sapi Perah Max Yasgur seluas 240 hektar, lereng bukit yang jauh dari pemukiman warga. Penonton yang mencapai 400.000 orang mengharuskan Woodstock untuk memilih tempat yang sesuai, ditambah acara musik ini menghadirkan musisi rock yang suaranya bisa sangat mengganggu pemukiman warga.
Menyimpulkna dari kedua konser ini lah, alasan DWP Jakarta 2024 diadakan di Jiexpo Kemayoran yang posisinya sudah di ujung Jakarta. Untuk meminimalisir suara musik yang akan mengganggu pemukiman warga di sekitarnya, namun kondisi suara baik dari nada atau ritme tidak bisa dipastikan untuk tidak keluar dari venue. Sehingga banyak masyarakat sekitar yang merasa terganggu dengan suara dari DWP Jakarta 2024 ini.
Pengalaman DWP Jakarta 2024 membuka wawasan kita tentang kompleksitas perambatan suara di lingkungan perkotaan. Bukan sekadar gangguan sederhana, fenomena ini mengungkapkan interaksi rumit antara fisika gelombang, arsitektur perkotaan, dan pengalaman manusia.
Ke depan, penyelenggara acara musik skala besar perlu mempertimbangkan tidak sekadar volume, melainkan karakteristik fisis kompleks dari suara itu sendiri. Dampak resonansi melampaui sekadar kebisingan—ia adalah cermin interaksi dinamis antara teknologi, lingkungan, dan kehidupan manusia.