March 16, 2025 By Reynaldi Aditya Ramadhan
Jakarta dan wilayah sekitarnya terus menghadapi tantangan besar dalam mobilitas perkotaan. Kemacetan yang semakin parah mendorong pemerintah untuk mencari solusi transportasi yang lebih efisien dan berkelanjutan. Salah satu rencana yang sedang dikaji adalah pembangunan skytrain sebagai feeder MRT Jakarta dan LRT Jabodebek, menghubungkan BSD dan Sentul ke pusat kota. Uniknya, proyek ini dirancang tanpa menggunakan anggaran negara (APBN), melainkan melalui investasi swasta.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian sedang mengembangkan dua jalur skytrain yang akan berfungsi sebagai angkutan pengumpan (feeder):
Dengan kedua jalur ini, masyarakat di wilayah sekitar akan memiliki opsi transportasi tambahan yang lebih cepat dan efisien untuk menuju Jakarta tanpa harus bergantung pada kendaraan pribadi atau moda transportasi darat lainnya yang lebih rentan terhadap kemacetan.
Salah satu aspek menarik dari proyek ini adalah pendekatan pembiayaannya. Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menegaskan bahwa proyek skytrain ini tidak akan menggunakan dana APBN. Sebagai gantinya, pemerintah membuka peluang bagi investor swasta untuk berpartisipasi dalam proyek ini. Beberapa investor asing dari Jerman, Belarusia, dan China telah menyatakan minatnya untuk mendanai pembangunan ini.
Menurut Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Risal Wasal, pihaknya saat ini sedang mengkaji proposal yang diajukan oleh investor. Selain itu, pemerintah juga berencana mengadakan investor gathering untuk menarik lebih banyak mitra potensial.
Berdasarkan kajian awal, pembangunan skytrain ini diperkirakan akan menelan biaya sekitar Rp 200 miliar per kilometer. Biaya tersebut mencakup pengadaan rangkaian kereta serta pembangunan infrastruktur pendukung seperti jalur dan stasiun. Jika mengacu pada panjang jalur skytrain yang akan dibangun, total investasi yang dibutuhkan akan mencapai triliunan rupiah.
Secara teknis, skytrain yang direncanakan akan berbeda dari model kereta gantung konvensional seperti yang ada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Skytrain ini akan menggunakan sistem penggerak yang terpasang di bagian atas kereta, dengan kapasitas angkut sekitar 125 penumpang per rangkaian. Teknologi ini mirip dengan yang digunakan di beberapa negara maju untuk transportasi perkotaan.
Indonesia sebenarnya sudah memiliki pengalaman dalam mengoperasikan layanan skytrain, yakni Kalayang Bandara Soekarno-Hatta yang telah beroperasi sejak 2017. Skytrain di bandara ini digunakan untuk menghubungkan terminal-terminal utama dengan Integrated Building Terminal.
Skytrain Bandara Soetta menelan biaya sekitar Rp 950 miliar, dengan investasi terbesar berasal dari pengadaan trainset (Rp 530 miliar) yang dilakukan oleh PT LEN Industri bekerja sama dengan perusahaan Korea Selatan, Woojin. Infrastruktur jalurnya sendiri menelan biaya sekitar Rp 420 miliar.
Dari pengalaman ini, pemerintah dapat memanfaatkan pembelajaran terkait teknologi, efisiensi biaya, serta tantangan operasional yang mungkin muncul dalam proyek skytrain BSD-Sentul.
Jika proyek ini terealisasi, skytrain BSD-Sentul berpotensi memberikan dampak signifikan bagi mobilitas masyarakat. Beberapa manfaat utama yang dapat dirasakan antara lain:
Meskipun proyek ini menjanjikan banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang harus diantisipasi oleh pemerintah dan investor, seperti:
Skytrain BSD-Sentul adalah proyek ambisius yang berpotensi mengubah lanskap transportasi Jabodetabek. Dengan pendekatan pendanaan dari investor swasta, pemerintah berusaha menghadirkan solusi mobilitas modern tanpa membebani anggaran negara. Jika kajian kelayakan berjalan lancar dan investasi dapat segera terealisasi, proyek ini bisa menjadi model bagi pengembangan transportasi masa depan di kota-kota besar Indonesia.
Related Tags & Categories :