December 30, 2024 By Reynaldi Aditya R.
30 Desember 2024 – Tahun 2025 belum tiba, tapi bayang-bayang kenaikan biaya hidup sudah mulai terasa di kalangan pekerja. Sembilan kebijakan baru yang meliputi kenaikan pajak, iuran, dan pungutan lain siap diberlakukan pemerintah. Alih-alih membawa angin segar, kebijakan ini dikhawatirkan akan menciptakan ‘orang miskin baru’ di Indonesia.
Salah satu kebijakan yang paling menyita perhatian adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Kenaikan ini mulai berlaku pada Januari 2025 dan akan mempengaruhi harga barang dan jasa, kecuali kebutuhan pokok tertentu seperti sembako.
Meskipun pemerintah mengklaim kenaikan ini hanya berlaku untuk barang dan jasa premium, faktanya seluruh rantai produksi dan distribusi akan terdampak. Artinya, harga barang kebutuhan sehari-hari pun akan ikut naik, menambah tekanan bagi masyarakat yang pendapatannya pas-pasan.
Lembaga riset ekonomi memperkirakan bahwa kenaikan ini akan meningkatkan pengeluaran kelas menengah hingga Rp350.000 per bulan. Jumlah ini mungkin terdengar kecil bagi sebagian orang, tapi bagi pekerja yang setiap bulannya hanya memiliki sedikit sisa untuk ditabung, ini adalah penambahan beban yang signifikan.
Selain kenaikan PPN, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) juga akan dikurangi dan dialihkan menjadi bantuan langsung tunai (BLT). Rencana ini sudah lama terdengar, tetapi baru akan mulai diterapkan pada 2025.
Dengan skema baru, hanya kendaraan umum dan pelaku usaha kecil yang bisa mengakses BBM bersubsidi. Pengguna kendaraan pribadi, termasuk ojek online (ojol), kemungkinan harus membayar harga pasar. Jika rencana ini benar-benar dijalankan, tarif transportasi diprediksi naik, dan harga barang yang bergantung pada distribusi logistik juga akan melonjak.
Mulai 2025, pemerintah akan mewajibkan pemilik kendaraan bermotor untuk memiliki asuransi Third Party Liability (TPL). Asuransi ini melindungi pemilik kendaraan dari tuntutan pihak ketiga dalam kecelakaan lalu lintas.
Meski terdengar seperti kebijakan yang positif, premi asuransi yang berkisar antara Rp50.000 hingga Rp300.000 per tahun akan menjadi tambahan pengeluaran yang harus dipertimbangkan. Bagi mereka yang memiliki lebih dari satu kendaraan, beban ini tentu semakin besar.
Kabar kurang baik juga datang dari BPJS Kesehatan yang dipastikan akan menaikan iuran pada Juli 2025. Defisit anggaran yang mencapai Rp20 triliun membuat badan ini tidak punya pilihan lain.
“Iuran BPJS Kesehatan harus naik 15%-20% agar kami bisa tetap membayar klaim peserta,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti.
Bagi masyarakat kelas pekerja, kenaikan ini akan menambah tekanan finansial. “Sudah naik pajak, BBM, sekarang BPJS juga naik. Kita kerja buat bayar iuran terus,” keluh Nungky, seorang pekerja di Jakarta yang diwawancarai BBC Indonesia.
Dana Pensiun Tambahan: Potongan Baru dari Gaji
Sebuah kebijakan baru dari OJK juga akan memotong sebagian gaji pekerja untuk dana pensiun tambahan. Program ini bertujuan agar manfaat pensiun bisa mencapai 40% dari gaji terakhir, sesuai standar ILO.
“Saat ini, manfaat pensiun hanya sekitar 10%-15%, jauh di bawah standar. Tapi kebijakan ini harus diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan selama masa kerja,” kata Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian OJK.
Namun, belum ada kepastian mengenai berapa besar potongan yang akan diterapkan. “Kalau besarannya terlalu tinggi, akan banyak pekerja yang menolak,” ujar Bhima Yudhistira.
Bagi pengguna Kereta Rel Listrik (KRL), tarif perjalanan juga akan mengalami penyesuaian. Pemerintah berencana mengubah skema subsidi KRL menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Artinya, hanya warga dengan kategori miskin yang bisa menikmati tarif subsidi, sementara masyarakat kelas menengah akan membayar tarif penuh.
Kebijakan ini diharapkan membuat subsidi lebih tepat sasaran, tetapi di sisi lain, pekerja yang sehari-hari bergantung pada KRL harus bersiap merogoh kocek lebih dalam.
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) akan mulai berlaku pada 2025. Setiap pekerja dengan gaji di atas UMR akan dipotong 3% dari gaji mereka setiap bulannya. Dari jumlah tersebut, 2,5% ditanggung oleh pekerja dan sisanya oleh pemberi kerja.
Iuran ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat memiliki rumah, tetapi banyak pekerja yang merasa terbebani dengan tambahan potongan ini, terutama mereka yang sudah memiliki cicilan rumah.
Bagi banyak pekerja, 2025 bukan hanya soal menghadapi kenaikan biaya hidup, tetapi juga tentang bertahan dalam kondisi ekonomi yang semakin sulit.
Dengan pendapatan yang stagnan, tambahan pungutan ini memaksa banyak orang untuk mencari penghasilan tambahan atau memotong pengeluaran mereka. Bahkan, tidak sedikit yang mulai mempertimbangkan pekerjaan sampingan demi bisa menyisihkan tabungan.
Bagi mereka yang sudah memiliki cicilan rumah, kendaraan, dan kebutuhan pokok lainnya, situasi ini menambah tekanan yang signifikan. Impian untuk membeli rumah, menyekolahkan anak, atau bahkan sekadar menikmati waktu liburan menjadi hal yang semakin jauh dari jangkauan.
Related Tags & Categories :