Leet Media

Setengah dari Pengangguran di Indonesia adalah Anak Muda, Jumlahnya mencapai 3,6 Juta

July 22, 2025 By A G

22 Juli 2025 – Indonesia menghadapi tantangan serius dalam dunia ketenagakerjaan, khususnya untuk generasi muda. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Booklet Sakernas Februari 2025 mengungkap fakta mengejutkan: hampir setengah dari total pengangguran di Indonesia didominasi oleh anak muda. Angka ini mencapai 48,77% dari total 7,26 juta penganggur nasional, menjadikan pengangguran muda sebagai isu struktural yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan seluruh elemen masyarakat.

Kondisi ini mencerminkan ketimpangan yang signifikan dalam penyerapan tenaga kerja, dimana generasi yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi masa depan justru mengalami kesulitan besar untuk memasuki dunia kerja. Tingginya angka pengangguran muda tidak hanya mengancam stabilitas ekonomi jangka panjang, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah sosial yang lebih kompleks.

Potret Pengangguran Muda Indonesia

Source: Pintoe.co

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) usia muda di Indonesia mencapai 16,16% per Februari 2025, angka yang sangat tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang hanya 4,76%. Dari 44,26 juta penduduk muda berusia 15-24 tahun, sekitar 3,6 juta orang mengalami pengangguran. Dengan kata lain, dari setiap 100 orang muda yang masuk angkatan kerja, terdapat 16 orang yang belum mendapatkan pekerjaan.

Meskipun terjadi penurunan tipis sebesar 0,26% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, angka ini tetap mencerminkan besarnya tantangan yang dihadapi generasi muda dalam mencari pekerjaan. Jika dilihat dari total populasi penduduk muda, tingkat pengangguran mencapai 8,01%, menunjukkan bahwa satu dari setiap 12 anak muda di Indonesia sedang menganggur.

Data historis menunjukkan bahwa pada Agustus 2024, pengangguran muda bahkan mencapai 3,93 juta orang. Dari jumlah tersebut, 2,8 juta orang belum pernah bekerja sama sekali, sementara 1,1 juta lainnya adalah mereka yang pernah bekerja namun kehilangan pekerjaan. Komposisi ini mengindikasikan dua masalah utama: kesulitan fresh graduate dalam mendapatkan pekerjaan pertama dan ketidakstabilan lapangan kerja yang menyebabkan PHK pada pekerja muda.

Profil Pendidikan Pengangguran Muda

Analisis berdasarkan tingkat pendidikan mengungkap pola yang menarik dalam pengangguran muda Indonesia. Mayoritas pengangguran muda, yaitu 60,93%, berasal dari lulusan SMA atau sederajat. Sementara itu, hanya 8,78% yang memiliki gelar sarjana atau diploma, 29,35% berpendidikan tingkat dasar, dan 0,94% tidak pernah bersekolah.

Dominasi lulusan SMA dalam statistik pengangguran muda ini menunjukkan adanya kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki dengan kebutuhan pasar kerja. Lulusan SMA seringkali menghadapi dilema: overqualified untuk pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan tinggi, namun underqualified untuk posisi yang mensyaratkan keahlian teknis atau pendidikan tinggi.

Rendahnya persentase pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi (8,78%) dapat diinterpretasikan sebagai indikator positif bahwa pendidikan tinggi masih memberikan keunggulan kompetitif dalam pasar kerja. Namun, angka absolut tetap signifikan mengingat jumlah total pengangguran muda yang besar.

Dinamika Pengangguran Berdasarkan Kelompok Usia

Source: Portal Hukum

Distribusi pengangguran berdasarkan kelompok usia menunjukkan konsentrasi yang jelas pada generasi muda. Dari total 7,28 juta penganggur di Indonesia per Februari 2025, komposisinya adalah sebagai berikut: kelompok usia 15-24 tahun mendominasi dengan 3,55 juta orang, diikuti oleh usia 25-34 tahun sebanyak 1,94 juta orang.

Kelompok usia yang lebih tua menunjukkan angka yang jauh lebih rendah: usia 35-44 tahun sebanyak 684.028 orang, 45-54 tahun sebanyak 528.796 orang, 55-64 tahun sebesar 416.113 orang, dan yang berusia 65 tahun ke atas sebanyak 160.343 orang. Pola ini mengkonfirmasi bahwa semakin tua usia seseorang, semakin kecil kemungkinan mereka mengalami pengangguran, kemungkinan karena pengalaman kerja yang lebih banyak atau transisi ke status tidak aktif mencari kerja.

Perbandingan dengan data tahun sebelumnya menunjukkan tren yang beragam. Meskipun pengangguran pada kelompok usia 15-24 tahun turun dari 3,62 juta menjadi 3,55 juta orang, kelompok usia lainnya justru mengalami peningkatan. Khususnya kelompok usia 55-64 tahun yang melonjak signifikan dari 250.144 menjadi 416.113 orang, mengindikasikan adanya tantangan baru bagi pekerja senior.

Akar Masalah dan Tantangan Struktural

Tingginya angka pengangguran muda mencerminkan berbagai tantangan struktural dalam perekonomian Indonesia. Pertama, ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki lulusan dengan kebutuhan industri. Sistem pendidikan yang masih berfokus pada aspek teoretis seringkali tidak mampu mempersiapkan siswa dengan keterampilan praktis yang dibutuhkan dunia kerja.

Kedua, terbatasnya lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pencari kerja. Pertumbuhan ekonomi yang belum optimal dalam menciptakan lapangan kerja baru menyebabkan persaingan yang sangat ketat, terutama untuk posisi entry-level yang biasanya ditargetkan fresh graduate.

Ketiga, minimnya akses terhadap informasi lowongan kerja dan jaringan profesional. Banyak anak muda, terutama dari daerah atau keluarga dengan latar belakang ekonomi terbatas, menghadapi kesulitan dalam mengakses informasi pekerjaan atau membangun jaringan yang dapat membantu mereka mendapatkan pekerjaan.

Implikasi Ekonomi dan Sosial

Tingginya pengangguran muda memiliki implikasi jangka panjang yang serius. Dari sisi ekonomi, hal ini berarti hilangnya potensi produktif yang besar. Generasi muda yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi justru menjadi beban karena tidak berkontribusi dalam produksi barang dan jasa. Ini juga berarti berkurangnya kontribusi pajak dan meningkatnya beban sosial bagi keluarga dan masyarakat.

Dari aspek sosial, pengangguran berkepanjangan dapat menimbulkan frustrasi, hilangnya kepercayaan diri, dan potensi masalah sosial lainnya. Generasi muda yang tidak memiliki pekerjaan cenderung mengalami stress, depresi, dan kehilangan motivasi. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka dan berkontribusi pada masalah sosial yang lebih luas.

Jalan Keluar dan Rekomendasi

Mengatasi krisis pengangguran muda memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Pemerintah perlu memperkuat program pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri, mengoptimalkan program magang dan apprenticeship, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan padat karya.

Sektor swasta juga memiliki peran penting dalam menciptakan program pengembangan talenta muda, memberikan kesempatan magang yang bermakna, dan terlibat aktif dalam pengembangan kurikulum pendidikan. Sementara itu, institusi pendidikan perlu melakukan reformasi kurikulum yang lebih berorientasi pada kebutuhan pasar kerja dan pengembangan soft skills.

Fakta bahwa hampir setengah pengangguran Indonesia adalah anak muda merupakan peringatan serius bagi semua pihak. Tanpa langkah konkret dan terkoordinasi, bonus demografi yang seharusnya menjadi keungguran Indonesia justru dapat menjadi bomerang yang menghambat kemajuan bangsa. Investasi pada generasi muda hari ini akan menentukan masa depan Indonesia di kancah global.