April 28, 2025 By Diva Permata Jaen
28 April 2025 – Wacana menjadikan Solo atau Surakarta sebagai daerah istimewa tengah ramai diperbincangkan. Usulan ini menimbulkan banyak pandangan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat, DPR RI, hingga pihak Keraton Surakarta. Polemik ini menuntut kajian serius mengingat perubahan status otonomi daerah akan membawa dampak besar dalam aspek pemerintahan, politik, hingga sosial budaya.
Daerah Istimewa Hanya Ada di Tingkat Provinsi
Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menegaskan bahwa dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, status daerah istimewa hanya pernah diberikan di tingkat provinsi. “Tidak pernah ada pemberian istimewa itu di level di bawah provinsi” ujarnya.
Beberapa wilayah yang pernah mendapatkan status khusus atau istimewa adalah Daerah Khusus Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Aceh. Masing-masing memiliki latar belakang sejarah yang kuat, seperti Yogyakarta yang mendukung kemerdekaan Indonesia melalui Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Aceh yang menyumbangkan pesawat pertama untuk Republik Indonesia.
Kekhawatiran Terhadap Status Daerah Istimewa Baru
Doli memperingatkan bahwa penyematan status istimewa pada tingkat kota seperti Solo bisa memicu kecemburuan daerah lain.
“Karena ini akan nanti bisa memicu atau mengundang daerah lain akan ada permohonan juga keistimewaannya dengan alasan macam-macam, mungkin alasannya karena memang di sana punya sejarah dan keraton, budaya, dan segala macam,” ucapnya.
Pemerintah Menganjurkan Kajian Mendalam
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam menanggapi usulan ini. “Tentunya kita tidak perlu gegabah. Pelan-pelan, usulan kita pelajari, kita cari jalan terbaik,” ungkap Prasetyo.
Pemerintah belum menerima usulan resmi dari Solo ke Sekretariat Negara. Segala usulan pemekaran wilayah, termasuk perubahan status menjadi daerah istimewa, merupakan kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang akan dikaji mendalam sebelum dibahas lebih lanjut di DPR RI.
Usulan Solo Belum Menjadi Prioritas Komisi II DPR
Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima menyatakan bahwa Komisi II tidak menganggap urgen pembahasan usulan ini. Ia menilai Solo sudah cukup maju sebagai kota perdagangan, pendidikan, dan industri. “Tidak ada lagi yang perlu diistimewakan,” tegas Aria.
Latar Belakang Sejarah dan Budaya
Usulan menjadikan Solo sebagai Daerah Istimewa Surakarta berasal dari Keraton Surakarta. Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta Hadiningrat, KPA Dany Nur Adiningrat, menyebut bahwa tujuan utama usulan ini adalah memperjuangkan hak-hak Keraton Surakarta dan Puro Mangkunegaran.
“Daerah Istimewa Surakarta bukan pembicaraan baru. Sudah sejak dulu wacana tersebut dibicarakan,” kata Dany.
Dany juga menambahkan, hak-hak wilayah dan aset Keraton perlu dikembalikan sebagai bentuk penghormatan terhadap kontribusi Keraton dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia. “Dengan Solo menjadi daerah istimewa, bisa membawa dampak luar biasa bagi masyarakat Surakarta dan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai penguat kebangsaan, penguat kebhinekaan, pemuat persatuan ” tuturnya.
Perlu Adanya Kajian Manfaat
Pihak Keraton menyatakan dukungan terhadap kajian mendalam atas wacana ini. Mereka meyakini pengembalian status keistimewaan akan memperkuat identitas budaya nasional di tengah tantangan global.
Kriteria Pembentukan Daerah Istimewa
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan bahwa usulan menjadi daerah istimewa harus memenuhi kriteria tertentu yang diatur dalam undang-undang. “Namanya usulan boleh saja, tapi nanti kita akan kaji ada kriterianya,” ujar Tito.
Usulan tersebut berbeda dengan pemekaran daerah biasa, karena status istimewa memerlukan perubahan undang-undang, bukan sekadar kebijakan administratif biasa.
Syarat Pembentukan Provinsi Baru
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007, untuk membentuk provinsi baru diperlukan:
Usulan Solo menjadi Daerah Istimewa Surakarta memang memiliki dasar historis dan budaya yang kuat, terutama dari perspektif Keraton Surakarta. Namun, perubahan status ini memerlukan kajian mendalam dari berbagai aspek, baik hukum, politik, sosial, hingga ekonomi. Pemerintah pusat menegaskan bahwa proses ini tidak boleh gegabah dan harus mempertimbangkan keadilan antarwilayah di Indonesia.
Related Tags & Categories :