Leet Media

Puan Maharani: Kita Harus Menolak Gagasan Merelokasi Rakyat Palestina Dari Wilayah Gaza

May 16, 2025 By Reynaldi Aditya Ramadhan

15 Mei 2025 – Konflik kemanusiaan di Jalur Gaza kembali memanas. Ribuan warga sipil Palestina menjadi korban dalam serangan Israel sejak akhir 2023. Di tengah situasi ini, muncul wacana relokasi warga Gaza ke negara-negara lain sebagai langkah “evakuasi kemanusiaan”. Namun gagasan ini menuai penolakan keras, termasuk dari Ketua DPR RI Puan Maharani.

Dalam pidatonya pada pembukaan Konferensi ke-19 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC), Puan menegaskan bahwa relokasi rakyat Palestina dari Gaza adalah pelanggaran hak asasi dan bentuk pembersihan etnis terselubung.

“Kita harus menolak gagasan merelokasi rakyat Palestina dari wilayah Gaza. Gaza adalah milik rakyat Palestina,” tegas Puan di hadapan para delegasi parlemen negara Islam, termasuk Presiden Prabowo Subianto, Rabu (14/5/2025).

Bantuan Boleh, Tapi Bukan Relokasi

Presiden Prabowo Subianto sempat menyampaikan rencana untuk mengevakuasi 1.000 warga Gaza yang terluka ke Indonesia. Namun, ia membantah bahwa rencana ini adalah relokasi permanen.

“Tidak, tidak, tidak. Kita ini untuk membantu,” kata Prabowo dalam wawancaranya usai menghadiri Antalya Diplomacy Forum di Turki.

Prabowo menegaskan bahwa evakuasi bersifat sementara dan dilakukan demi alasan medis serta keselamatan. Bila situasi di Gaza membaik, warga yang dievakuasi akan dipulangkan ke tanah mereka.

Solidaritas Kemanusiaan vs Hak Kepemilikan Tanah

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang paling vokal mendukung kemerdekaan Palestina. Sikap Puan Maharani mempertegas komitmen itu.

Dalam pidatonya, Puan juga menyampaikan bahwa bantuan kepada rakyat Palestina seharusnya dilakukan tanpa mengorbankan hak mereka untuk tinggal di tanah sendiri.

“Gaza harus dibangun kembali, tidak hanya dengan gedung dan tembok, tetapi juga dengan harga diri, keadilan, dan harapan,” ujarnya.

Krisis Gaza: Ratusan Ribu Korban dan Runtuhnya Infrastruktur

Sejak serangan meningkat, data menunjukkan lebih dari 50.000 warga Gaza meninggal dunia dan lebih dari 200.000 lainnya terluka. Rumah sakit kecil kewalahan, dengan laporan dari Bulan Sabit Merah menyebut lebih dari seribu operasi per hari yang tak tertangani.

Fasilitas umum seperti sekolah, rumah ibadah, dan RS hancur. Perempuan dan anak-anak mengalami kelaparan ekstrem. Inilah yang menjadi dasar mengapa evakuasi medis dianggap sebagai kebutuhan mendesak oleh sebagian pihak.

Relokasi Gaza: Isu Geopolitik atau Kemanusiaan?

Wacana relokasi warga Gaza telah beberapa kali muncul di forum internasional. Namun, PBB dan organisasi hak asasi manusia seperti Human Rights Watch menyebut relokasi massal sebagai bentuk pelanggaran hukum internasional.

“Memaksa warga sipil meninggalkan wilayah mereka di bawah tekanan perang bisa dikategorikan sebagai forcible transfer dan pelanggaran Konvensi Jenewa,” ujar Kenneth Roth, pengamat HAM internasional.

Jalan Keluar: Solusi Dua Negara dan Pengakuan Palestina

Puan menutup pidatonya dengan mendesak parlemen negara-negara Islam untuk mendorong pengakuan resmi Palestina sebagai negara berdaulat, serta mendukung penyelesaian konflik melalui pendekatan dua negara.

“Parlemen harus mendorong lebih banyak negara di dunia untuk secara resmi mengakui negara Palestina,” tegasnya.

Penolakan Puan Maharani terhadap relokasi warga Gaza menunjukkan pentingnya menempatkan hak-hak dasar rakyat Palestina sebagai prinsip utama dalam bantuan kemanusiaan. Relokasi, meskipun dibungkus sebagai solusi darurat, tetap berpotensi menjadi bentuk peminggiran dan penghapusan identitas bangsa Palestina.

Di tengah konflik yang berkepanjangan, dunia internasional tidak hanya dituntut untuk bersimpati, tetapi juga bertindak adil dan menghormati hak-hak historis rakyat Gaza atas tanah mereka.

Related Tags & Categories :

highlight