May 13, 2025 By A G
13 Mei 2025 – FIFA telah secara resmi menjatuhkan sanksi kepada PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) sebagai konsekuensi dari insiden diskriminasi yang terjadi saat Timnas Indonesia menghadapi Bahrain pada laga putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Insiden yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, pada 25 Maret 2025 lalu, mengakibatkan PSSI harus menanggung denda finansial dan pengurangan kapasitas penonton untuk pertandingan mendatang.
Berdasarkan informasi yang dikonfirmasi oleh Arya Sinulingga, anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, insiden terjadi sekitar menit ke-80 pertandingan di sektor 19 stadion. Sekitar 200-300 suporter Indonesia yang berada di tribun utara dan selatan terdeteksi meneriakkan slogan bernada xenophobia terhadap tim Bahrain.
“FIFA menyatakan bahwa suporter tuan rumah Indonesia itu paling aktif di tribune utara dan selatan. Insiden terjadi di sektor 19 disebabkan oleh suporter Indonesia pada menit ke-80 sekitar hampir 200 pendukung tim tuan rumah meneriakan slogan xenophobia kepada Bahrain,” jelas Arya.
Xenophobia sendiri merupakan bentuk ketidaksukaan atau kebencian terhadap orang asing atau pendatang, baik dari segi fisik, budaya, maupun kewarganegaraan. Dalam konteks pertandingan sepak bola internasional, tindakan semacam ini termasuk pelanggaran serius terhadap kode etik FIFA yang mengedepankan prinsip kesetaraan dan anti-diskriminasi.
Ironisnya, insiden ini terjadi pada pertandingan yang berakhir dengan kemenangan 1-0 untuk timnas Indonesia melalui gol yang dicetak Ole Romeny. Kemenangan yang seharusnya menjadi momen membanggakan justru ternoda oleh perilaku tidak terpuji sejumlah oknum suporter.
FIFA telah mengirimkan surat resmi dengan referensi FDD-23338 yang mengacu pada Pasal 15 tentang Diskriminasi. Atas pelanggaran tersebut, federasi sepak bola dunia itu menjatuhkan dua bentuk sanksi kepada PSSI:
PSSI diharuskan membayar denda sekitar Rp400 juta, yang menurut Arya Sinulingga, “hampir setengah miliar rupiah.” Denda ini merupakan konsekuensi langsung dari perilaku diskriminatif yang ditunjukkan oleh suporter Indonesia.
Sanksi kedua mewajibkan PSSI untuk mengurangi 15 persen jumlah penonton dari kapasitas total stadion pada pertandingan kandang berikutnya, terutama di tribun utara dan selatan yang berada di belakang gawang.
“PSSI diperintahkan FIFA untuk memainkan pertandingan berikutnya dengan jumlah penonton terbatas, dengan menutup sekitar 15 persen dari kursi yang tersedia dan ini terutama di tribune di belakang gawang, artinya di utara dan selatan,” ungkap Arya.
Sanksi ini akan berlaku pada pertandingan terakhir timnas Indonesia di putaran ketiga Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 menghadapi China yang dijadwalkan berlangsung di SUGBK pada 5 Juni 2025.
Meski memberikan sanksi tegas, FIFA juga menawarkan alternatif kepada PSSI. Federasi sepak bola dunia tersebut memperbolehkan 15 persen kursi yang ditutup untuk diisi oleh komunitas khusus dengan beberapa persyaratan:
“FIFA juga memberikan ruang alternatif, boleh saja 15 persen itu diberikan tapi kepada komunitas anti-diskriminasi atau komunitas khusus seperti keluarga, mungkin pelajar atau perempuan. Dan mereka harus pasang spanduk anti-diskriminasi,” jelas Arya.
Menanggapi sanksi tersebut, PSSI menyatakan siap bertanggung jawab atas perilaku diskriminatif yang dilakukan oleh oknum suporter. Arya Sinulingga menegaskan bahwa kejadian ini harus menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat dalam sepak bola Indonesia.
“Sanksi ini adalah hal yang berat yang kita terima karena FIFA itu miliki prinsip kesetaraan, kemanusiaan, saling menghargai, dan menghormati,” ujar Arya.
PSSI juga berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah preventif dengan fokus pada edukasi dan literasi kepada para suporter. Hal ini bertujuan untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa mendatang.
“Jadi ke depan kita harus mulai melakukan langkah-langkah literasi dan pendidikan-pendidikan suporter untuk tidak melakukan hal-hal yang berhubungan dengan diskriminasi. Ini pembelajaran bagi kita semua, tapi kita harus tanggung bersama-sama,” tambah Arya.
Selain menerima dan menjalankan sanksi yang dijatuhkan, FIFA juga meminta PSSI untuk menyusun rencana komprehensif dalam upaya melawan diskriminasi di sepak bola Indonesia. Ini mencakup berbagai aspek, mulai dari edukasi suporter hingga penerapan kebijakan yang lebih ketat terhadap segala bentuk diskriminasi.
“FIFA juga meminta kepada PSSI untuk membikin rencana komprehensif melawan diskriminasi di sepak bola Indonesia,” ungkap Arya.
Langkah ini sejalan dengan kampanye global FIFA melawan rasisme, xenophobia, dan segala bentuk diskriminasi dalam sepak bola. Sebagai anggota FIFA, PSSI dituntut untuk menerapkan standar yang sama dalam menciptakan lingkungan sepak bola yang inklusif dan menghormati keberagaman.
Insiden dan sanksi ini menyoroti pentingnya kesadaran kolektif dalam menjaga sportivitas dan nilai-nilai kemanusiaan dalam sepak bola. Bagi suporter, ini menjadi pengingat bahwa dukungan terhadap tim kesayangan harus tetap dalam koridor sportivitas dan saling menghormati.
Bagi PSSI sendiri, tantangan ke depan adalah memastikan edukasi yang tepat bagi suporter dan membangun budaya sepak bola yang lebih sehat. Sanksi dari FIFA hendaknya dipandang sebagai momentum untuk introspeksi dan perbaikan ekosistem sepak bola nasional.
Sanksi FIFA terhadap PSSI merupakan konsekuensi langsung dari tindakan diskriminatif yang terjadi di laga Indonesia vs Bahrain. Dengan denda finansial dan pengurangan kapasitas penonton, FIFA mengirimkan pesan tegas bahwa segala bentuk diskriminasi tidak memiliki tempat dalam sepak bola.
Bagi Indonesia, ini adalah pembelajaran berharga tentang pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas dan menghormati keberagaman. Ke depan, kolaborasi antara PSSI, suporter, dan seluruh pemangku kepentingan sepak bola nasional menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan sepak bola yang bebas dari diskriminasi.
Dengan komitmen bersama untuk mengedukasi dan meningkatkan kesadaran, diharapkan insiden serupa tidak akan terulang, dan sepak bola Indonesia dapat terus berkembang sebagai olahraga yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan.