May 23, 2025 By A G
23 Mei 2025 – Mobilitas tinggi menjadi kebutuhan utama generasi muda produktif di Indonesia, terutama mereka yang aktif dalam dunia kerja, bisnis, dan pariwisata. Di tengah kemacetan dan keterbatasan infrastruktur transportasi darat, kehadiran proyek kereta cepat Jakarta–Surabaya menjadi angin segar yang menjanjikan efisiensi, kecepatan, dan modernitas. Dengan target waktu tempuh hanya 3,5 jam dari sebelumnya 10 jam, proyek ini menjadi bagian penting dalam menciptakan konektivitas antarkota besar di Pulau Jawa secara lebih efektif.
Ketua Dewan Energi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan bahwa proyek kereta cepat Jakarta–Surabaya tetap akan dilanjutkan. Namun, hingga kini pengerjaannya belum dimulai karena pemerintah masih menyelesaikan penyusunan regulasi yang menjadi dasar hukumnya. Dalam pernyataannya di Beijing, Luhut menyampaikan bahwa payung hukum berupa peraturan presiden (Perpres) menjadi kunci untuk memulai joint study dengan mitra luar negeri, yakni Tiongkok.
“Masalahnya sederhana, tinggal tunggu aturan selesai. Kalau sudah ada, kita langsung mulai joint study. Proyek ini bahkan bisa lebih bagus dari Jakarta–Bandung,” ujar Luhut dengan penuh optimisme.
Proyek kereta cepat Jakarta–Surabaya merupakan kelanjutan dari trase Jakarta–Bandung atau yang kini dikenal dengan nama “Whoosh”. Meski proyek Whoosh sempat menuai kritik karena berbagai kekurangan teknis dan manajerial, pemerintah kini berupaya belajar dari pengalaman tersebut. Luhut secara terbuka mengakui kekurangan itu dan menekankan pentingnya menjadikan evaluasi proyek sebelumnya sebagai bekal untuk menjalankan proyek lanjutan secara lebih matang.
“Ini bukan soal siapa yang salah, tapi bagaimana kita bisa belajar dari kesalahan,” kata Luhut.
Terdapat tiga opsi jalur yang kini sedang dikaji untuk proyek ini, yaitu jalur selatan, tengah, dan utara. Jalur selatan diproyeksikan menempuh rute Bandung–Surabaya melalui Kroya dan Yogyakarta sejauh 629,5 km. Jalur ini direncanakan memiliki 13 stasiun dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 3,5 jam.
Dengan jarak dan durasi yang sangat kompetitif dibanding moda transportasi darat lainnya, rute ini memiliki potensi besar untuk menarik minat masyarakat usia produktif yang membutuhkan transportasi cepat dan nyaman, terutama untuk urusan bisnis, kerja lintas kota, dan wisata.
Salah satu titik tekan pemerintah adalah bagaimana proyek ini bisa berjalan tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyatakan bahwa pembiayaan proyek akan menggunakan skema creative financing, termasuk peluang investasi penuh dari pihak swasta atau model Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) unsolicited.
“Kami terbuka untuk investasi swasta, asalkan tidak membebani APBN. Semua bentuk pendanaan kreatif kita pertimbangkan,” ujar Dudy.
Pemerintah juga sedang mempertimbangkan penggunaan teknologi kereta berkecepatan menengah (middle speed train) sebagai alternatif dari kereta berkecepatan tinggi. Keputusan akhir akan didasarkan pada kajian daya serap pasar dan kelayakan investasi.
Untuk mempercepat jalannya proyek, Luhut bahkan telah meminta Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono untuk turut mengawal langsung penyusunan Perpres tersebut. Langkah ini dilakukan karena pemerintah Tiongkok selaku mitra strategis proyek sedang menantikan kejelasan regulasi sebelum memulai kerja sama lebih lanjut.
“Pihak China sudah menunggu. Kalau aturan sudah selesai, joint study bisa dimulai. Mereka sangat antusias karena kerja sama sebelumnya dianggap menguntungkan,” ujar Luhut mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri China Wang Yi.
Dengan dukungan penuh dari kedua negara, proyek ini diharapkan dapat menjadi simbol kerja sama ekonomi dan teknologi jangka panjang antara Indonesia dan Tiongkok.
Bagi generasi muda, proyek ini bukan sekadar soal transportasi. Lebih dari itu, ia menyentuh gaya hidup modern yang menuntut kecepatan, ketepatan waktu, dan efisiensi biaya. Dengan tarif yang dijanjikan akan lebih terjangkau dibanding proyek Whoosh, kereta cepat Jakarta–Surabaya diyakini mampu menjadi moda pilihan utama dalam mobilitas lintas kota di masa depan.
Bayangkan saja: dalam waktu 3,5 jam, Anda bisa berpindah dari ibukota ke Surabaya untuk urusan kerja, seminar, atau sekadar liburan akhir pekan. Keuntungan waktu dan energi ini akan berdampak signifikan pada produktivitas dan kualitas hidup generasi muda urban.
Namun tentu saja, semua ambisi besar ini harus dibarengi dengan perencanaan matang, keterbukaan publik, serta mitigasi risiko finansial dan lingkungan. Pemerintah perlu memastikan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kecepatan dan teknologi, tetapi juga memperhatikan aspek keberlanjutan, keterlibatan lokal, dan inklusivitas.
Transparansi regulasi, partisipasi investor, dan evaluasi pasca-proyek harus menjadi bagian integral dari perencanaan jangka panjang. Pelibatan swasta dalam skema yang sehat dan akuntabel juga dapat menjadi model pembangunan infrastruktur masa depan.
Proyek kereta cepat Jakarta–Surabaya bukan sekadar pengembangan infrastruktur. Ini adalah simbol perubahan arah pembangunan Indonesia ke masa depan yang lebih terkoneksi, cepat, dan modern. Dengan payung hukum yang sedang disiapkan, skema pembiayaan kreatif yang menghindari beban APBN, dan pelibatan mitra internasional yang strategis, Indonesia siap melangkah lebih jauh dalam revolusi transportasi.
Bagi generasi muda Indonesia, ini adalah peluang untuk ikut menyaksikan dan merasakan langsung sebuah lompatan besar dalam sejarah mobilitas nasional. Sekarang tinggal kita kawal bersama: agar proyek ini bukan hanya berlanjut, tapi juga berhasil mengubah wajah transportasi Indonesia secara nyata.