May 7, 2025 By Reynaldi Aditya Ramadhan
7 Mei 2025 – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung melontarkan kebijakan mengejutkan yang langsung mencuri perhatian publik. Ia menegaskan bahwa pejabat eselon I dan II yang akan dilantik pada Rabu, 5 Mei 2024, wajib menggunakan transportasi umum. Jika tidak, mereka akan dicoret dari prosesi pelantikan.
“Kalau tidak menggunakan transportasi publik, maka tidak akan dilantik,” tegas Pramono saat diwawancarai di Jakarta.
Kebijakan ini mensyaratkan para calon pejabat untuk menggunakan KRL, MRT, LRT, TransJakarta, atau moda angkutan umum lain di daerah masing-masing. Mereka juga diminta membagikan dokumentasi perjalanannya ke media sosial dengan tagar khusus sebagai bentuk komitmen dan transparansi.
Langkah ini merupakan bagian dari kampanye besar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk:
Tingkat kemacetan di Jakarta—berdasarkan TomTom Traffic Index 2023—mencapai 34 persen. Waktu tempuh perjalanan meningkat drastis pada jam sibuk. Sementara itu, data BPS menunjukkan sebagian besar pejabat dan ASN masih enggan naik transportasi umum karena alasan kenyamanan.
Kebijakan ini ingin membalikkan tren tersebut: menciptakan budaya baru di kalangan birokrasi yang lebih peduli pada lingkungan dan keseharian rakyat.
Pengamat tata kota Yayat Supriatna menyebut langkah ini sebagai sinyal reformasi birokrasi yang kuat. “Kalau kebijakan ini konsisten dan tidak hanya seremonial, bisa berdampak besar dalam jangka panjang,” ujarnya.
Warganet pun ramai-ramai memberi tanggapan:
Namun mayoritas sepakat bahwa ini langkah berani yang seharusnya ditiru daerah lain.
Meski progresif, kebijakan ini tidak lepas dari tantangan:
Oleh karena itu, kebijakan ini harus ditopang oleh:
Kebijakan Pramono Anung bukan hanya soal naik bus. Ini adalah pesan simbolik yang kuat: bahwa pejabat publik harus kembali menyatu dengan realitas masyarakat yang dilayani.
Kalau mereka bisa berdiri di halte, berdesakan di KRL, atau menunggu bus di tengah panas Jakarta, maka kepekaan sosial mereka akan tumbuh. Dan dari sanalah, lahir kebijakan yang lebih membumi.
Gebrakan ini bisa jadi awal perubahan budaya birokrasi Indonesia—asal tidak berhenti di gimmick. Jika diterapkan secara konsisten dan didukung perbaikan transportasi publik di seluruh Indonesia, kita bisa berharap akan muncul birokrat baru: lebih tanggap, lebih rendah hati, dan lebih dekat dengan rakyat.
Related Tags & Categories :