November 28, 2025 By pj

28 November 2025 – Jakarta resmi mencatat sejarah baru setelah Perserikatan Bangsa Bangsa menempatkannya sebagai kota terpadat di dunia. Dengan jumlah penduduk yang dihitung mencapai sekitar 41,9 juta hingga 42 juta orang berdasarkan definisi urban PBB, ibu kota Indonesia ini berhasil menggeser Tokyo yang selama puluhan tahun menduduki posisi puncak. Lonjakan populasi dan mobilitas harian yang sangat tinggi menjadi faktor utama kenaikan peringkat Jakarta dalam laporan World Urbanization Prospects 2025.
Laporan resmi Perserikatan Bangsa Bangsa menunjukkan bahwa Jakarta kini berada di peringkat pertama kota terpadat di dunia. Dalam dokumen itu disebutkan bahwa Jakarta dihuni oleh 41,9 juta penduduk, disusul Dhaka dengan 36,6 juta dan Tokyo dengan 33 juta jiwa
Kota ini sebelumnya berada di peringkat kedua sebelum akhirnya menggeser Tokyo yang ditetapkan sebagai kota terpadat oleh PBB pada tahun 2000. Hingga tahun 2025, PBB menegaskan kembali temuan tersebut melalui laporan lain yang menyatakan “Jakarta (Indonesia) kini menjadi kota terpadat di dunia, dengan hampir 42 juta penduduk”
PBB menjelaskan bahwa urbanisasi global berkembang sangat cepat dan kota-kota kini menjadi tempat tinggal bagi 45 persen dari 8,2 miliar populasi global, sebuah kondisi yang disebut telah lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1950.
Pergeseran peringkat Jakarta terjadi seiring perubahan pola pertumbuhan kota global. Dalam laporan Prospek Urbanisasi Dunia 2025 disebutkan bahwa jumlah kota besar dengan penduduk lebih dari 10 juta meningkat menjadi 33, empat kali lebih banyak dibandingkan tahun 1975
Asia menjadi pusat urbanisasi terbesar, menampung 19 dari 33 megakota dunia. Dalam daftar tersebut termasuk New Delhi, Shanghai, Guangzhou, Manila, Kolkata, hingga Seoul.
Tokyo mengalami penurunan peringkat akibat stagnasi populasi. Laporan itu mencatat bahwa jumlah penduduk Tokyo yang relatif stabil yaitu 33,4 juta jiwa menyebabkan kota tersebut turun ke peringkat ketiga, sementara Dhaka melonjak pesat dari posisi kesembilan ke posisi dua dan diproyeksikan menjadi kota terbesar pada 2050
Kepadatan penduduk yang tinggi memberikan tantangan besar bagi Jakarta, terutama dalam hal ketersediaan lahan, permukiman, infrastruktur dasar, hingga mobilitas harian. Kondisi ini diperburuk oleh persoalan lama seperti kemacetan, krisis air bersih, serta polusi udara yang mengancam daya dukung lingkungan ibu kota
Selain itu, kenaikan permukaan air laut juga menjadi ancaman serius. PBB memperkirakan bahwa seperempat wilayah Jakarta berpotensi terendam pada tahun 2050. Meski pemerintah telah memulai pemindahan pusat pemerintahan ke Nusantara, PBB tetap memproyeksikan 10 juta orang lagi akan tinggal di Jakarta pada 2050.
Setelah laporan PBB dirilis, Pemprov DKI memberikan klarifikasi terkait angka 42 juta penduduk. Staf Khusus Gubernur DKI, Chico Hakim, menyebut bahwa angka tersebut bukan jumlah penduduk ber-KTP Jakarta melainkan total orang yang beraktivitas di wilayah ini setiap hari. Chico mengatakan, “Pada tahun 2025, menurut definisi Degree of Urbanization, Jakarta (Indonesia) adalah kota terpadat di dunia dengan 42 juta penduduk”
Ia menegaskan perbedaan antara data global dan data resmi negara, sebab menurut definisi berbasis negara jumlah penduduk Jakarta hanya sekitar 12 juta dan berada di peringkat ke-30 kota terpadat dunia. “Namun, jika menggunakan definisi berbasis negara seperti pada revisi WUP 2018, jumlah penduduk Jakarta hanya diproyeksikan 12 juta pada 2025”
Chico menjelaskan mobilitas besar dari wilayah Bogor, Depok, Tangerang hingga Bekasi menciptakan gambaran populasi harian yang jauh lebih besar dibandingkan penduduk resmi. “Mobilitas inilah yang membuat Jakarta terasa jauh lebih padat daripada jumlah penduduk resminya”.
Pemprov DKI juga meluruskan bahwa jumlah penduduk resmi Jakarta berdasarkan data Dukcapil semester I tahun 2025 adalah 11.010.514 jiwa
Angka 42 juta yang dirilis PBB merujuk pada aktivitas harian, bukan penduduk ber-KTP.
Pernyataan itu ditegaskan kembali dalam dokumen lain yang menyebut, “Angka itu mobilitas harian, bukan penduduk ber-KTP Jakarta”
Mobilitas ini dihitung dari arus jutaan orang yang masuk dari Bodetabek untuk bekerja, sekolah, berobat, hingga mengurus keperluan lain.
Dengan dominasi Asia dalam pertumbuhan megakota, Jakarta diproyeksikan tetap menjadi pusat aktivitas besar di kawasan bahkan setelah pembangunan ibu kota baru. Urbanisasi, biaya hidup, kesenjangan, hingga tekanan lingkungan menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam beberapa dekade mendatang.
Sementara kota terus berkembang, beberapa wilayah dunia justru mengalami penurunan populasi. Laporan PBB mencatat sebagian besar kota yang menyusut populasinya berada di China dan India, sementara sejumlah kota besar seperti Mexico City dan Chengdu juga mengalami tren serupa dalam beberapa tahun terakhir