Leet Media

Pemerintah Bentuk Satgas Premanisme: Langkah Nyata Hadirkan Rasa Aman dan Dukung Iklim Investasi

May 8, 2025 By Abril Geralin

08 Mei 2025 – Premanisme di Indonesia bukan isu baru. Namun, belakangan ini, keluhan masyarakat dan pelaku usaha soal pemalakan, intimidasi, hingga penyegelan pabrik oleh kelompok yang mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan (ormas) semakin santer terdengar. Pemerintah akhirnya bersikap. Pada 6 Mei 2025, Menko Polhukam Jenderal (Purn) Budi Gunawan resmi mengumumkan pembentukan Satuan Tugas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas Meresahkan.

Satgas ini melibatkan kerja lintas kementerian dan lembaga termasuk TNI, Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkumham, Kemendagri, Kementerian Investasi, BIN, hingga BSSN yang akan bekerja dalam satu komando terpadu dan responsif. Target utamanya: menindak tegas aksi premanisme serta ormas yang merusak tatanan sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Negara Tidak Tinggal Diam

Source: Radar Sukabumi

Dalam pernyataannya, Budi Gunawan menegaskan bahwa negara harus hadir secara nyata. Premanisme, dalam bentuk apa pun, terutama yang berkedok ormas, dinilai sebagai pengganggu serius iklim usaha. Ia menyatakan, “Kita ingin masyarakat dan pelaku usaha terlindungi, dan Indonesia menjadi tempat yang nyaman untuk investasi serta pertumbuhan ekonomi.”

Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah akan membuka kanal pengaduan resmi, agar masyarakat maupun pengusaha tidak ragu melapor jika menjadi korban premanisme, pungutan liar, atau intimidasi. “Masyarakat diimbau untuk tidak segan melapor,” ujarnya.

Preman Berkedok Ormas, Ancaman Nyata untuk Dunia Usaha

Salah satu pemicu pembentukan Satgas ini adalah laporan gangguan terhadap pembangunan pabrik mobil listrik BYD dan Vinfast di Subang, Jawa Barat. Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno mengungkapkan bahwa ormas sempat mengganggu proses pembangunan infrastruktur BYD yang nilainya mencapai Rp11,7 triliun.

Contoh ini menunjukkan bahwa premanisme bukan hanya mengganggu keamanan warga biasa, tapi juga menurunkan kepercayaan investor terhadap Indonesia. Padahal, stabilitas keamanan merupakan fondasi utama pembangunan ekonomi.

Operasi Gabungan TNI-Polri dan Instansi Terkait

Source: Times Indonesia

Pembentukan Satgas bukan sekadar formalitas. Pemerintah menyiapkan operasi langsung di lapangan dengan melibatkan TNI-Polri, termasuk unit intelijen mereka, yang akan bekerja sama dengan BIN, BAIS, dan instansi daerah.

Polri, misalnya, sudah lebih dulu menggelar Operasi Kepolisian Kewilayahan sejak 1 Mei 2025. Operasi ini menyasar praktik pemalakan, penganiayaan, pengancaman, hingga pungli di ruang publik. Karopenmas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan bahwa operasi dilakukan dengan pendekatan hukum yang didukung intelijen serta tindakan pre-emptive dan preventif.

Menjaga Keseimbangan antara Penegakan Hukum dan Hak Warga

Pemerintah menegaskan bahwa pembentukan Satgas bukan berarti melarang kebebasan berserikat dan berkumpul. Namun, ormas tetap diwajibkan tunduk pada hukum. “Pemerintah tidak akan memberikan toleransi terhadap ormas yang bertindak di luar batas hukum, memaksakan kehendak dengan kekerasan, atau merusak tatanan sosial,” tegas Budi Gunawan.

Pemerintah juga akan melakukan pembinaan terhadap ormas bermasalah, bukan hanya penindakan. Langkah ini diambil agar tidak terjadi generalisasi terhadap seluruh ormas dan demi mencegah konflik sosial yang lebih besar.

Sorotan Akademisi: Definisi dan Kewenangan Harus Jelas

Langkah tegas pemerintah mendapat apresiasi dari kriminolog UI, Arthur Josias Simon Runturambi. Namun, ia mengingatkan agar Satgas memiliki definisi jelas soal premanisme, agar penindakan tidak salah sasaran. Ia menegaskan pentingnya membedakan antara premanisme jalanan dan kejahatan terorganisir, serta antara ormas yang sah dan yang melanggar hukum.

Simon juga menyoroti pentingnya daya tekan Satgas terhadap institusi daerah seperti Polres dan Pemda, agar kasus-kasus premanisme bisa diselesaikan tuntas di daerah, tanpa harus menunggu perintah pusat.

Potensi Masalah: Tumpang Tindih dan Resistensi Sosial

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyebut pembentukan Satgas sebagai langkah positif. Namun, ia menyoroti potensi tumpang tindih dengan kewenangan Kemendagri dan Kesbangpol yang selama ini membina ormas.

“Kalau tidak hati-hati, ormas justru bisa menolak pembinaan dari lembaga lain di luar Kemendagri,” ujarnya. Ia juga mengingatkan pentingnya klasifikasi yang jelas agar tidak menimbulkan diskriminasi atau ketegangan dengan ormas besar seperti NU atau Muhammadiyah.

Belajar dari Masa Lalu: Hindari Pendekatan Represif

Pembentukan Satgas ini sempat memicu kekhawatiran publik terhadap potensi kembalinya pendekatan kekerasan ala Orde Baru, seperti Operasi Petrus. Trubus menyatakan bahwa pendekatan represif tidak lagi relevan. “Kalau meniru cara-cara lama, itu hanya akan menimbulkan pelanggaran HAM dan kontra-produktif,” tegasnya.

Oleh karena itu, Satgas diharapkan menjalankan pendekatan hukum yang tegas namun tetap menjunjung hak asasi dan prinsip demokrasi.

Arah Kebijakan: Menjamin Rasa Aman dan Investasi Berkelanjutan

Pada akhirnya, pembentukan Satgas Terpadu ini selaras dengan agenda strategis nasional dalam memperkuat stabilitas dan kepastian hukum sebagai fondasi percepatan pembangunan. Eks Kepala BIN Budi Gunawan menyebut bahwa keamanan dan penegakan hukum yang konsisten adalah kunci kepercayaan investor.

“Ruang publik tidak boleh dikuasai oleh intimidasi,” tegasnya. Pemerintah ingin menghadirkan ruang yang bersih dari dominasi kelompok kekerasan, agar tercipta keadilan dan rasa aman yang merata bagi seluruh warga negara.

Partisipasi Masyarakat: Jangan Diam, Laporkan!

Source: Gopos.id

Satgas ini bukan hanya tentang aparat. Pemerintah juga meminta partisipasi aktif masyarakat. Siapa pun yang merasa mengalami intimidasi, pemalakan, atau tindakan mencurigakan dari ormas atau individu, diminta segera melapor melalui kanal pengaduan yang akan disiapkan.

Keterlibatan warga menjadi krusial untuk keberhasilan misi ini. Karena pada akhirnya, keamanan dan kenyamanan bukan hanya tanggung jawab negara, tetapi hasil dari kolaborasi antara negara dan warganya.


Dengan pembentukan Satgas Premanisme ini, pemerintah menegaskan komitmennya menghadirkan rasa aman dan mendukung iklim usaha yang sehat. Bagi generasi muda usia 24–35 tahun yang menjadi ujung tombak ekonomi digital, start-up, hingga UMKM langkah ini memberikan harapan baru bahwa negara tidak tinggal diam dalam menghadapi ketidakadilan dan ancaman sosial-ekonomi yang nyata.