January 31, 2025 By Amandira Maharani
31 Januari 2025 – Patroli dan Pengawalan (Patwal) kepolisian sering menjadi sorotan masyarakat karena dianggap mengganggu lalu lintas dan menimbulkan kecemburuan sosial. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, mengusulkan agar Patwal hanya diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Menurut Djoko, usulan ini bertujuan untuk mengurangi penyalahgunaan Patwal yang sering terjadi di lapangan, seperti pengawalan untuk pengusaha, pernikahan, hingga pejabat yang sebenarnya tidak memiliki hak prioritas di jalan raya. Selain itu, Patwal yang berlebihan dinilai membebani masyarakat dan memperparah kemacetan.
Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Nomor 4 Tahun 2017, pejabat yang berhak mendapatkan pengawalan meliputi:
Selain itu, dalam Pasal 134 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan yang mendapat prioritas pengawalan meliputi ambulans, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan kecelakaan, kendaraan pimpinan lembaga negara, tamu negara, iring-iringan jenazah, dan konvoi untuk kepentingan tertentu.
Berdasarkan polling yang dilakukan dalam program Wawasan Polling Suara Surabaya, sebanyak 89 persen masyarakat setuju jika Patwal hanya diperuntukkan bagi Presiden dan Wakil Presiden. Hasil serupa juga diperoleh dari polling Instagram @suarasurabayamedia, di mana 92 persen masyarakat setuju dengan pembatasan penggunaan Patwal.
Djoko menilai, persepsi negatif terhadap Patwal muncul akibat penggunaannya yang berlebihan dan tidak sesuai kebutuhan. Selain mengganggu arus lalu lintas, Patwal yang sering membunyikan sirene di tengah kemacetan dinilai menciptakan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan lainnya.
Djoko mengungkapkan bahwa biaya untuk sekali pengawalan dapat mencapai Rp15 juta, yang dianggap sebagai pemborosan anggaran. Ia menyarankan agar anggaran tersebut dialihkan untuk meningkatkan fasilitas angkutan umum atau mendukung program transportasi anak sekolah.
Lebih lanjut, Djoko menyebut bahwa di Jakarta, cakupan angkutan umum sudah mencapai 89,5 persen wilayah kota, yang berarti pejabat sebenarnya bisa menggunakan transportasi umum tanpa harus mendapat pengawalan khusus. Hal ini juga sejalan dengan kebiasaan di negara-negara maju, di mana pejabat publik menggunakan transportasi umum untuk mobilitas mereka.
Setiap hari, lebih dari 100 kendaraan di Jakarta mendapatkan pengawalan polisi. Hal ini tidak hanya menambah kepadatan lalu lintas, tetapi juga meningkatkan stres pengguna jalan akibat sirene Patwal yang terus-menerus berbunyi.
Menurut Djoko, jalan yang digunakan untuk iring-iringan pejabat adalah fasilitas publik yang seharusnya dinikmati oleh semua orang secara adil. Ia juga menyoroti pentingnya kebijakan transportasi yang lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat luas, seperti mempercepat
–
Usulan pembatasan Patwal hanya untuk Presiden dan Wakil Presiden mendapat dukungan luas dari masyarakat. Selain mengurangi kemacetan dan meningkatkan efisiensi anggaran, langkah ini juga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah.
Djoko berharap, evaluasi terhadap penggunaan Patwal dapat segera dilakukan oleh pihak terkait, khususnya Kepolisian. Dengan pembatasan yang lebih ketat, diharapkan fasilitas Patwal benar-benar digunakan sesuai kebutuhan mendesak dan bukan sebagai hak istimewa bagi segelintir pejabat.
Dengan menata ulang kebijakan ini, Indonesia dapat menuju sistem transportasi yang lebih adil dan efisien, sejalan dengan visi menuju Indonesia Emas.