Leet Media

Orang “Jomblo” Naik Tajam, 7 dari 10 Pemuda Indonesia Belum Punya Pasangan. Papua dan Jakarta Jadi Provinsi Paling Banyak Orang “Jomblo”

July 18, 2025 By pj

18 Juli 2025 – Fenomena meningkatnya jumlah pemuda yang belum menikah atau tidak memiliki pasangan hidup sah menjadi sorotan penting dalam dinamika sosial Indonesia. Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) dan GoodStats tahun 2024, lebih dari 70 persen pemuda Indonesia berstatus “jomblo”. Tren ini menunjukkan pergeseran pola hidup generasi muda yang tidak bisa diabaikan dampaknya, baik secara demografis maupun sosial-ekonomi.

Mayoritas Pemuda Indonesia Belum Menikah

Per tahun 2024, BPS mencatat sekitar 69,8 persen pemuda Indonesia berada dalam status belum kawin, sementara 1,2 persen lainnya berstatus cerai. Secara keseluruhan, 71 persen pemuda berusia 16–30 tahun di Indonesia tidak memiliki pasangan hidup sah.

Papua menduduki peringkat pertama sebagai provinsi dengan persentase pemuda jomblo tertinggi, mencapai 83,96 persen. Menyusul di peringkat kedua adalah Jakarta dengan 82,41 persen, dan Papua Pegunungan dengan 80,45 persen. Menariknya, sebagian besar provinsi dalam daftar ini berada di luar Pulau Jawa, dengan Jakarta sebagai satu-satunya provinsi dari Pulau Jawa yang masuk 10 besar.

Daftar 10 Provinsi dengan Pemuda Jomblo Terbanyak Tahun 2024:

  1. Papua – 83,96 persen
  2. Jakarta – 82,41 persen
  3. Papua Pegunungan – 80,45 persen
  4. Aceh – 78,41 persen
  5. Kalimantan Utara – 77,68 persen
  6. Banten – 76,91 persen
  7. Papua Tengah – 76,79 persen
  8. Sumatera Utara – 76,76 persen
  9. Papua Barat Daya – 75,42 persen
  10. Maluku – 74,61 persen

Faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Jomblo di Indonesia

Lonjakan jumlah pemuda yang memilih tetap melajang dalam dekade terakhir disebabkan oleh beberapa faktor utama, seperti tekanan ekonomi, pergeseran nilai-nilai budaya, dan perubahan pola pikir generasi muda.

Menurut BPS, pada 2012 persentase individu lajang berusia 15–49 tahun sebesar 30,1 persen. Angka ini meningkat menjadi 37,2 persen pada 2023, dengan proporsi lebih tinggi pada laki-laki. Kecenderungan menunda pernikahan ini memperlihatkan adanya transformasi sosial dalam masyarakat Indonesia.

Dampak Sosial dan Demografis: Dari Penurunan Angka Kelahiran hingga Ancaman Penuaan Populasi

Tren jomblo yang meningkat berdampak langsung pada angka kelahiran. Total Fertility Rate (TFR) Indonesia mengalami penurunan dari 2,40 pada tahun 2017 menjadi 2,18 pada tahun 2020. Penurunan ini terjadi seiring berkurangnya jumlah pasangan usia produktif yang memilih menikah atau memiliki anak.

Para ahli demografi mengingatkan bahwa jika tren ini terus berlanjut, Indonesia akan menghadapi tantangan penuaan populasi. Situasi ini dapat memperbesar kebutuhan layanan lansia dan membebani sistem jaminan sosial yang masih dalam tahap berkembang.

Para ahli demografi memperingatkan bahwa peningkatan jumlah pemuda yang belum menikah dapat mempercepat proses penuaan penduduk di Indonesia. Kondisi ini berpotensi menimbulkan lonjakan kebutuhan layanan bagi lansia serta menambah beban pada sistem jaminan sosial yang masih belum optimal. Tanpa kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia yang memadai, hal ini bisa menjadi tantangan serius bagi sistem kesehatan dan kesejahteraan sosial di masa mendatang.

Tantangan dan Peluang Kebijakan

Meski begitu, kondisi ini juga membuka peluang bagi pemerintah dan pembuat kebijakan untuk mengalihkan fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Penurunan angka kelahiran dapat dimanfaatkan untuk memperkuat kapasitas pendidikan, layanan kesehatan, dan peningkatan produktivitas generasi muda.

Pemerintah diharapkan mengambil langkah strategis untuk mengantisipasi perubahan struktur penduduk, seperti memperkuat program kesejahteraan lansia dan menciptakan insentif pernikahan di kalangan usia produktif.