September 11, 2025 By pj
11 September 2025 – Fenomena politik uang dan korupsi di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Praktik yang seharusnya dianggap menyimpang kini justru dinormalisasi, bahkan dipandang sebagai hal biasa oleh masyarakat. Alissa Wahid menilai kondisi ini sebagai tanda runtuhnya standar moral dalam demokrasi Indonesia, di mana aspirasi publik tak lagi menjadi dasar utama, melainkan digantikan oleh transaksi politik dan tontonan korupsi yang vulgar.
Alissa Wahid menyoroti praktik politik uang yang merajalela dalam Pemilu 2024 hingga Pilkada. Ia menegaskan bahwa fenomena ini tidak lagi dianggap aneh, tetapi telah berubah menjadi sesuatu yang normal dan bahkan menjadi alat tukar dalam politik.
“Ketika pemilihan umum berlangsung 2024 sampai Pilkada kita tahu cerita-cerita dari lapangan seperti apa, money politik sudah bukan lagi anomali tapi jadi normal, masyarakat sudah tidak lagi melihat bahwa ini sesuatu yang salah tapi ‘kalau mau dapat suara saya berani bayar berapa dulu?’ hal itu menjadi currency. ‘Lalu kita akan dapat wakil rakyat yang seperti apa dalam situasi seperti itu?’ jadi kayak udah mentok tembok, kita mau mendorong perubahan undang-undang politik tidak bisa juga.”
Pernyataan ini menggambarkan bahwa demokrasi telah dibajak oleh transaksi politik, dan rakyat kehilangan kepercayaan untuk mendorong perubahan sistemik.
Selain money politics, korupsi juga semakin terang-terangan dilakukan. Jumlah kerugian negara mencapai angka triliunan, dan cara para pelaku mempertontonkan kekayaan hasil korupsi semakin vulgar.
“Dan tentu yang tadi di disampaikan oleh Romo Magnis tentang korupsi yang semakin lama semakin vulgar dan brutal. Brutal artinya sampai triliunan, vulgar semakin ditunjukkan jadi biasa saja. Berapa banyak kita melihat kasus-kasus ini bertebaran… Pertanyaannya sederhana ‘Kenapa kok warga masyarakat kayaknya cuek-cuek aja terhadap isu korupsi?’ Terus jawaban mereka gini, ‘ya gimana ya? pejabatnya ganti juga nasib kami gak ganti kok.’”
Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah putus asa. Korupsi tidak lagi dianggap masalah serius, tetapi hanya sebagai hiburan sesaat layaknya “entertainment”.
Alissa menambahkan bahwa jurang antara rakyat dan elite semakin nyata. Di satu sisi, rakyat hidup dalam tekanan ekonomi dan aspirasi mereka kerap diabaikan. Di sisi lain, pejabat justru mempertontonkan kemewahan tanpa rasa malu.
“Jadi warga melihat ini tuh seperti Entertainment ketika ada kasus, tetapi pada saat yang sama rakyat itu semakin merasakan ketidakadilan, semakin merasakan beban hidup yang menghimpit, ruang-ruang geraknya nggak ada, disosiatif dengan yang muncul di media sosial,” ujarnya
“seperti kasus Harvey Moeis yang weddingnya di Disneyland, atau beberapa waktu terakhir ada video salah satu menteri… videonya Dia turun dari pesawat jet pribadi. Nah gamblang di depan mata, dilihat oleh masyarakat, jadi di satu sisi beban hidup menghimpit, ruang aspirasi hampir tidak ada, mereka bersuara tidak didengar, demo yang sekian banyak tentang berbagai hal tidak ada efeknya, sementara dipertontonkan perilaku seperti ini.” sambung Alissa Wahid
Kontras ini menambah dalam rasa ketidakadilan rakyat, memperkuat persepsi bahwa suara mereka tidak berarti, dan bahwa politik hanya milik segelintir elite yang hidup jauh dari realitas masyarakat.