May 11, 2025 By Rio Baressi
10 Mei 2025 – Penelitian terbaru yang melibatkan lebih dari 26.000 orang mengungkap fakta mengejutkan tentang hubungan antara pola tidur dan fungsi kognitif. Studi yang dilakukan oleh Imperial College London ini menunjukkan bahwa orang yang aktif di malam hari, atau yang dikenal sebagai night owl, memiliki skor kognitif yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bangun pagi atau morning person.
Tim peneliti dari Departemen Bedah dan Kanker di Imperial College London menganalisis data dari UK Biobank — salah satu basis data kesehatan terbesar di dunia. Mereka mempelajari hasil tes kecerdasan, memori, waktu reaksi, dan kemampuan bernalar dari puluhan ribu peserta.
Salah satu temuan utamanya adalah bahwa individu dengan chronotype malam — yakni mereka yang merasa paling waspada dan produktif di malam hari — menunjukkan performa yang jauh lebih baik dalam berbagai tes kognitif. Dibandingkan dengan morning larks, skor night owl bisa lebih tinggi hingga 13,5%.
Meskipun menjadi night owl bisa berarti lebih cerdas, durasi tidur tetap menjadi faktor penting. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang tidur antara 7 hingga 9 jam setiap malam memiliki performa kognitif terbaik. Sebaliknya, tidur kurang dari 7 jam atau lebih dari 9 jam justru berdampak negatif pada fungsi otak.
Dr. Raha West, penulis utama studi dan peneliti di Imperial College London, menjelaskan:
“Sangat penting untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan kecenderungan tidur alami Anda, namun yang tidak kalah penting adalah memastikan tidur Anda cukup — tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat. Ini sangat krusial untuk menjaga kesehatan dan fungsi otak.”
Bukan hanya hasil tes yang menunjukkan keunggulan night owl. Sejarah juga mencatat banyak tokoh hebat yang dikenal sebagai night owl, termasuk James Joyce, Leonardo Da Vinci, Kanye West, dan Lady Gaga. Pola tidur mereka yang cenderung larut malam sering dikaitkan dengan dorongan kreativitas dan pemikiran mendalam.
Namun demikian, perubahan dari morning person menjadi evening person bukanlah hal yang mudah. Dr. West menambahkan bahwa perubahan kronotipe alami memerlukan pendekatan bertahap dan disiplin, termasuk konsistensi waktu tidur dan eksposur cahaya malam yang lebih tinggi.
Meski hasil penelitian ini signifikan, beberapa pakar mengimbau agar kesimpulan tidak ditarik terlalu cepat. Jacqui Hanley dari Alzheimer’s Research UK menyatakan bahwa belum jelas apakah perubahan pola tidur memengaruhi fungsi otak atau justru penurunan fungsi kognitif menyebabkan perubahan pola tidur.
Sementara itu, Jessica Chelekis, dosen senior dan ahli tidur dari Brunel University London, mengkritik bahwa studi ini tidak mempertimbangkan faktor pendidikan atau waktu pelaksanaan tes kognitif. Ia menilai nilai utama dari studi ini adalah kemampuannya dalam menantang stereotip lama mengenai tidur.
Penelitian ini membawa wawasan baru tentang hubungan antara waktu tidur dan kecerdasan. Dengan menggabungkan bukti ilmiah dan pengalaman historis, studi ini menegaskan bahwa menjadi night owl bukanlah kebiasaan buruk, tetapi justru bisa menjadi keunggulan kognitif — asalkan diimbangi dengan durasi tidur yang cukup.
Profesor Daqing Ma, salah satu pemimpin studi, menekankan pentingnya pendekatan kebijakan publik untuk memperbaiki pola tidur masyarakat.
“Kami percaya bahwa pengelolaan pola tidur secara proaktif sangat penting untuk meningkatkan dan menjaga cara kerja otak kita.”
Bagi pembuat kebijakan, organisasi, maupun individu, memahami chronotype dan pentingnya durasi tidur bisa menjadi langkah awal dalam membentuk masyarakat yang lebih sehat dan produktif secara mental.
Related Tags & Categories :