January 23, 2025 By Abril Geralin
23 Januari 2025 – Dalam evaluasi perdana 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Center of Economic and Law Studies (Celios) telah merilis sebuah studi yang mengejutkan. Laporan berjudul “Rapor 100 Hari Prabowo-Gibran” ini membuka tabir kinerja para menteri yang mengindikasikan sejumlah permasalahan dalam kabinet baru tersebut.
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai tercatat sebagai menteri dengan performa terburuk dalam evaluasi ini. Dengan skor mencapai minus 113 poin, Pigai mendapatkan kritik signifikan atas kinerjanya. Studi Celios secara tegas menyatakan bahwa skor terendah yang hampir mendekati minus 150 mengindikasikan adanya permasalahan mendasar dalam kebijakan HAM.
Posisi Pigai dalam lima besar kategori “Menteri yang perlu di-reshuffle” dan “Menteri/Kepala Lembaga yang tak terlihat bekerja” semakin mempertegas kelemahan kinerjanya. Kritik tajam ini menunjukkan bahwa selama 100 hari pertama, Pigai belum mampu memberikan terobosan yang berarti dalam penanganan isu-isu HAM di Indonesia.
Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menempati posisi kedua dalam daftar menteri dengan kinerja terburuk, dengan skor minus 61 poin. Penilaian negatif ini disebabkan oleh beberapa faktor kritis. Pertama, Budi Arie dinilai belum menunjukkan inovasi signifikan dalam mengelola koperasi sebagai salah satu pilar ekonomi rakyat.
Meskipun terlibat dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), kontribusi Budi Arie dianggap belum mencerminkan upaya nyata dalam memajukan sektor koperasi. Lebih lanjut, sebanyak 30 persen responden menilai Budi Arie tidak terlihat aktif bekerja selama 100 hari pertama pemerintahan, yang menunjukkan kurangnya visibilitas dan dampak nyata dari kebijakan yang diimplementasikan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berada di posisi ketiga dalam kategorisasi kinerja terburuk, dengan skor minus 41 poin. Penilaian negatif ini didasarkan pada sejumlah indikator penting, termasuk pencapaian program, kesesuaian rencana kebijakan dengan kebutuhan publik, kualitas kepemimpinan dan koordinasi, tata kelola anggaran, serta komunikasi kebijakan.
Menanggapi hasil survei tersebut, Idrus Marham, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, memberi tanggapan kritis. Ia menyatakan bahwa penilaian terhadap Bahlil Lahadalia tidak objektif dan tidak realistis. Marham menekankan bahwa survei Celios hanya menilai sektor tertentu tanpa mempertimbangkan keseluruhan ruang lingkup kerja Kementerian ESDM.
Tidak hanya tiga menteri di atas, Raja Juli Antoni dari Kementerian Kehutanan di posisi keempat, dan Yandri Susanto dari Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal di posisi kelima juga masuk dalam kategori kinerja rendah.
Studi Celios menggunakan metode survei berbasis penilaian ahli atau expert judgment. Tim peneliti melibatkan 95 jurnalis dari 44 lembaga pers di Indonesia dengan berbagai latar belakang desk, mulai dari ekonomi, sosial, politik, hukum, HAM, hingga energi dan lingkungan.
Lima indikator utama yang menjadi bahan penilaian meliputi pencapaian program, kesesuaian rencana kebijakan dengan kebutuhan publik, kualitas kepemimpinan dan koordinasi, tata kelola anggaran, serta komunikasi kebijakan.
Menariknya, penilaian Celios berbeda signifikan dengan survei Litbang Kompas. Dalam survei tersebut, 80,9 persen responden justru menyatakan puas dengan kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, dengan hanya 19,1 persen yang tidak puas.
Secara keseluruhan, Celios memberikan penilaian yang cukup kritis. Studi ini mengungkapkan bahwa 7 persen responden menilai kinerja pemerintahan “sangat buruk” dan 42 persen menilai “buruk”. Hanya 42 persen responden yang menilai “cukup” dan 8 persen yang menilai “baik”. Dari studi Celios sangat tegas: “Secara keseluruhan kinerja kabinet Prabowo-Gibran selama 100 hari pertama mengecewakan.”
Dalam konteks Natalius Pigai, Budi Arie Setiadi dan Bahlil Lahadalia, hasil survei ini mengindikasikan perlunya evaluasi dan perbaikan dalam kinerja para menteri. Dibutuhkan upaya nyata untuk meningkatkan efektivitas program dan kebijakan yang berdampak langsung pada sektor yang mereka tangani.
Evaluasi ini tentu menjadi catatan bagi para menteri untuk segera memperbaiki kinerja dan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat Indonesia.