June 20, 2025 By RB
20 Juni 2025 – Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid mengungkapkan bahwa pihaknya kewalahan menghadapi derasnya arus konten negatif di dunia digital. Mulai dari situs judi online, pornografi, kekerasan seksual, hingga perundungan anak, semuanya terus bermunculan meskipun sudah diblokir oleh pemerintah.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid mengungkapkan bahwa pihaknya kewalahan menghadapi derasnya arus konten negatif di dunia digital. Mulai dari situs judi online, pornografi, kekerasan seksual, hingga perundungan anak, semuanya terus bermunculan meskipun sudah diblokir oleh pemerintah. Dalam keterangannya, Meutya menegaskan bahwa ruang digital tidak ubahnya seperti ruang fisik yang rawan akan tindak kejahatan.
“Jadi kita harus memahami ruang digital itu sama dengan ruang fisik. Kalau di ruang fisik ada kejahatan, begitu juga di ruang digital. Komdigi terus membasmi dengan terus melakukan pemblokiran, tapi tetap kejahatan itu akan muncul, termasuk perundungan terhadap anak-anak,” ujar Meutya dalam kunjungan kerja di Makassar, Senin (16/6).
Satu hal yang menjadi perhatian serius adalah bagaimana teknologi turut mempercepat penyebaran konten negatif. Meutya mengakui bahwa kecerdasan buatan (AI) kini memainkan peran besar dalam mempercepat penyebaran dan replikasi konten-konten berbahaya.
“Kami terus men-take down konten-konten berbahaya. Namun, kecepatan penyebaran konten tersebut kini sangat tinggi dengan adanya kecerdasan buatan,” kata Meutya di Jakarta, Selasa (17/6).
Menurutnya, setiap kali pemerintah melakukan pemblokiran, situs-situs serupa dengan muatan serupa akan segera bermunculan kembali. Hal ini membuat proses pengawasan menjadi semakin kompleks, apalagi banyak dari konten tersebut justru dicari oleh masyarakat.
Pemerintah Indonesia telah merespons dengan menerbitkan regulasi terbaru, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, atau yang dikenal dengan PP TUNAS. Regulasi ini mengatur kewajiban platform digital dalam membatasi akses anak terhadap konten yang tidak sesuai usia, serta kewajiban untuk melakukan takedown dalam waktu tertentu.
“Sebelum ada PP TUNAS, Komdigi sudah memiliki aturan, Sistem Moderasi Konten yang mewajibkan platform, khusus pada pornografi anak dan juga judi untuk melakukan takedown dalam waktu tertentu. Jadi maksimal waktunya ada 4 jam, ada yang maksimal 24 jam yang saat ini kami evaluasi apakah mereka sudah betul-betul mematuhi,” jelas Meutya.
Namun kenyataannya, masih ada platform digital yang tidak patuh. Beberapa di antaranya bahkan masih menampilkan iklan judi online secara terang-terangan.
Menkomdigi menegaskan bahwa penanganan konten berbahaya di dunia digital tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja. Ia meminta platform digital untuk menunjukkan tanggung jawab terhadap peraturan di Indonesia dan ikut berkontribusi dalam menjaga ekosistem digital yang sehat.
“Jadi kita perlu berkolaborasi dari masyarakat dan Komdigi yang melakukan takedown. Tetapi yang paling utama platform untuk menghormati aturan yang dibuat pemerintah Indonesia untuk ikut semangat yang sama,” tegas Meutya.
Tak hanya itu, ia juga menekankan pentingnya peran keluarga dalam melindungi anak-anak dari dampak buruk ruang digital.
“Kami membuat regulasi, tapi tidak mungkin menjangkau semua ruang privat anak. Sehingga, edukasi dari orang tua dan masyarakat sangat kami harapkan,” tambahnya.
Meningkatnya kejahatan digital seperti judi online dan pornografi anak menjadi alarm serius bagi pemerintah. Meski berbagai langkah telah dilakukan, keberhasilan pengendalian konten negatif hanya dapat tercapai jika semua pihak—pemerintah, platform digital, hingga masyarakat—bekerja sama dan memiliki semangat yang sama dalam menjaga ruang digital yang aman, khususnya bagi anak-anak.
Related Tags & Categories :