February 26, 2025 By Abril Geralin
26 Februari 2025 – Mencampur BBM dengan nilai oktan yang berbeda, dapat menyebabkan berbagai masalah pada kendaraan. Mulai dari penurunan performa mesin, tarikan yang berat, hingga kerusakan komponen dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena setiap jenis BBM dirancang dengan formula dan karakteristik yang spesifik, sehingga pencampuran dapat mengganggu proses pembakaran dan efisiensi mesin. Selain itu, mencampur BBM juga dapat meningkatkan emisi gas buang, yang tidak hanya merugikan lingkungan tetapi juga membuat kendaraan lebih boros bahan bakar. Oleh karena itu, penting untuk memahami jenis BBM yang sesuai dengan kebutuhan mesin kendaraan Anda dan menghindari praktik pengoplosan yang dapat merugikan dalam jangka panjang.
Pertamina menegaskan bahwa semua produk BBM yang didistribusikan telah memenuhi standar kualitas dan tidak mengalami praktik pengoplosan. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, menjelaskan bahwa proses di terminal hanya melibatkan injeksi warna dan zat aditif untuk meningkatkan performa, tanpa mencampur BBM dengan nilai oktan berbeda. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, juga memastikan bahwa produk yang dijual telah melalui rangkaian uji kualitas. Kejaksaan Agung turut menegaskan bahwa BBM yang beredar di masyarakat bukan hasil oplosan dan tidak terkait dengan kasus yang sedang diusut.
BBM Premium adalah jenis bahan bakar minyak (BBM) yang sebelumnya diproduksi dan didistribusikan di Indonesia oleh Pertamina. Premium memiliki nilai oktan (Research Octane Number/RON) 88 dan merupakan BBM bersubsidi yang banyak digunakan oleh masyarakat. Namun, seiring dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas udara dan efisiensi energi, produksi dan distribusi Premium telah dihentikan.
Pertamax adalah bahan bakar produksi Pertamina dengan angka oktan minimal 92. BBM ini dirancang untuk menghasilkan pembakaran lebih sempurna, mengurangi residu, dan membersihkan endapan kotoran pada mesin berkat formula Pertatec. Pertamax sangat direkomendasikan untuk kendaraan keluaran tahun 2000-an yang membutuhkan performa optimal, terutama di kondisi lalu lintas padat seperti di kota-kota besar. Pertamax sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi rasio 10:1 hingga 11:1.
Pertalite adalah bahan bakar gasolin berwarna hijau terang dan jernih yang memiliki Research Octane Number (RON) 90. Angka oktan ini lebih tinggi dibandingkan Premium (RON 88), membuat Pertalite lebih efisien untuk kendaraan dengan kompresi mesin 9:1 hingga 10:1. Pertalite menjadi pilihan favorit karena harganya terjangkau dan cocok untuk kendaraan harian.
Dikutip dari CNBC 2022, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa pemerintah telah menetapkan bensin RON 88 (Premium) sebagai salah satu campuran bensin Pertalite (RON 90) dalam Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP). Pertalite sendiri merupakan hasil pencampuran 50% bensin Premium (RON 88) dan 50% Pertamax (RON 92).
“Untuk Premium yang dicampur itu nanti bisa dijadikan Pertalite. Jadi disubsidi tetap Premiumnya,” kata Suahasil. Artinya, komponen Premium yang digunakan dalam Pertalite tetap mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Ekonom INDEF, Abra Talattov, juga menyoroti hal ini. Menurutnya, pemberian kompensasi subsidi untuk Premium yang dicampur dalam Pertalite didasarkan pada Pasal 21B Peraturan Presiden. Ini menunjukkan bahwa meskipun Pertalite merupakan campuran, komponen Premium di dalamnya tetap mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Pertamina dan pemerintah Indonesia memiliki sistem penjaminan kualitas BBM yang ketat untuk memastikan produk yang sampai ke masyarakat sesuai dengan standar yang ditetapkan. Berikut adalah tahapan pengecekan kualitas BBM:
Dikutip dari Kompas.com pada tahun 2024, Mencampur dua jenis BBM dengan nilai oktan berbeda, seperti Pertalite dan Pertamax, dapat menimbulkan berbagai masalah pada kendaraan. Berikut adalah beberapa dampak negatif yang perlu diwaspadai:
Setiap jenis BBM memiliki karakteristik dan nilai oktan yang berbeda. Nilai oktan ini harus sesuai dengan kompresi mesin kendaraan. Jika BBM dioplos, terutama dengan nilai oktan yang tidak sesuai, kualitas bahan bakar akan menurun. Hal ini dapat mengganggu proses pembakaran dan mengurangi efisiensi mesin.
Nilai oktan adalah indikator ketahanan bahan bakar terhadap tekanan sebelum terbakar secara spontan. Pertalite memiliki RON 90, sedangkan Pertamax memiliki RON 92. Ketika dua bahan bakar ini dicampur, nilai oktan campuran menjadi tidak stabil. Hal ini menyebabkan pembakaran tidak merata dan memicu masalah seperti knocking dan penumpukan kerak karbon.
Pertamax mengandung formula Pertatec, yaitu zat aditif yang dirancang untuk membersihkan mesin dan meningkatkan efisiensi pembakaran. Jika Pertamax dicampur dengan Pertalite, formula ini tidak akan bekerja secara optimal. Akibatnya, manfaat dari zat aditif tersebut tidak bisa dirasakan sepenuhnya.
Campuran BBM yang tidak sempurna dapat meninggalkan residu dan kerak karbon di dalam mesin. Residu ini dapat menyumbat saluran bahan bakar, mengotori busi, dan mengurangi kinerja mesin. Dalam jangka panjang, kerak karbon dapat merusak komponen mesin dan memperpendek umur kendaraan.
RON yang umum digunakan di Indonesia itu relatif genap, antara lain: RON 88, 90, 92, 95, 98. Berbeda dengan Indonesia, berikut beberapa negara yang menggunakan RON 91: Australia, Bahrain, Kanada, Selandia Baru, Arab Saudi, Venezuela.
Pertamina sebagai produsen BBM terbesar di Indonesia telah menegaskan bahwa semua produk BBM yang didistribusikan telah memenuhi standar kualitas. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, menjelaskan bahwa proses di terminal hanya melibatkan injeksi warna (dyes) dan zat aditif untuk meningkatkan performa, bukan pengoplosan.
“Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing. Pertalite memiliki RON 90, dan Pertamax memiliki RON 92. Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” ujar Heppy.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, juga menegaskan bahwa tidak ada praktik pengoplosan dalam produk Pertamina. “Masyarakat tidak perlu khawatir, produk Pertamina yang dijual telah melalui rangkaian uji untuk memastikan kualitas prima,” katanya.
“Narasi Oplosan Itu Tidak Sesuai Dengan Apa Yang Disampaikan Kejaksaan,” ujar Fadjar.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar memastikan, BBM yang beredar di masyarakat saat ini bukanlah hasil oplosan dan tidak ada kaitannya dengan kasus yang sedang diusut. “Jadi, jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang itu adalah minyak oplosan. Nah, itu enggak tepat,” ujar Harli Siregar saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).