May 14, 2025 By Abril Geralin
14 Mei 2025 – Di berbagai wilayah Indonesia, keberadaan Indomaret dan Alfamart sudah menjadi pemandangan yang begitu umum. Kedua minimarket waralaba tersebut seakan berlomba-lomba untuk hadir di setiap sudut jalan, menawarkan kemudahan berbelanja dengan sistem modern. Namun, ada satu provinsi yang menjadi pengecualian: Sumatra Barat.
Jika Anda pernah berkunjung ke Padang atau kota-kota lain di Sumatra Barat, Anda mungkin akan merasa ada yang berbeda. Tidak ada papan nama biru Indomaret atau merah Alfamart yang biasa terlihat di sepanjang jalan. Fenomena unik ini bukan terjadi tanpa sebab, melainkan hasil dari kebijakan tegas Pemerintah Daerah Sumatra Barat yang memilih untuk “menolak” kehadiran dua raksasa ritel tersebut.
Pemerintah Daerah tidak memberikan izin operasional kepada kedua waralaba tersebut, sebuah keputusan yang telah dipertahankan selama bertahun-tahun. Wakil Gubernur Sumatra Barat, Audy Joinaldy, pernah menegaskan, “Kami tetap konsisten dengan kebijakan itu karena ini merupakan sesuatu yang positif untuk Sumbar.”
Kebijakan ini bukan sekadar keputusan administratif biasa, tetapi mencerminkan filosofi ekonomi yang berakar pada budaya dan nilai-nilai masyarakat Minangkabau. Fauzi Bahar, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar menjelaskan bahwa dalam budaya Minang ada istilah “di lapau, di surau, dan di dangau” yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
“Di lapau itu adalah warung, tempat untuk diskusi. Di surau adalah masjid atau tempat ibadah, dan dangau adalah rumah. Mungkin itu salah satu pertimbangan pemerintah melakukan pelarangan,” ujar Fauzi.
Kehadiran minimarket besar berpotensi mematikan usaha kecil yang telah menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat Minang. Pemerintah Sumatra Barat memandang bahwa kehadiran Indomaret dan Alfamart akan menciptakan persaingan yang tidak seimbang dengan pedagang tradisional.
Ricko (31), salah satu warga yang mendukung kebijakan ini mengatakan, “Dengan adanya larangan itu maka masyarakat bisa membuka usaha perdagangan yang hampir sama dengan Alfamart ataupun Indomaret, tanpa harus khawatir bersaing dengan perusahaan besar yang jelas-jelas tidak bisa disaingi.”
Orang Minang dikenal memiliki jiwa berdagang yang kuat dan telah menjadi bagian dari identitas budaya mereka. Kehadiran minimarket waralaba besar dikhawatirkan akan mengikis tradisi dagang yang telah diwariskan secara turun-temurun.
“Masyarakat Minangkabau ini kan terkenal berdagang. Kalau Indomaret dan Alfamart itu hadir di sini, maka akan berpengaruh juga terhadap perekonomian dan usaha masyarakat,” tambah Fauzi Bahar.
Pemerintah daerah memandang bahwa ekspansi minimarket modern secara masif hingga ke pedesaan akan mengakibatkan pergeseran pola belanja masyarakat. Harga yang bersaing di minimarket waralaba dapat menarik pelanggan untuk beralih dari toko kelontong dan warung tradisional, yang pada akhirnya akan mengganggu ekosistem ekonomi yang telah terbentuk.
Kebijakan pembatasan ini ternyata memicu kreativitas dan semangat berwirausaha masyarakat Sumatra Barat. Beberapa minimarket lokal berhasil tumbuh dan menjadi alternatif yang tidak kalah menarik dibandingkan Indomaret dan Alfamart.
Pemerintah Provinsi Sumatra Barat meluncurkan jaringan minimarket lokal bernama Minang Mart sebagai upaya modernisasi toko-toko serba ada (toserba) lokal. Minang Mart dibentuk untuk membantu pemilik toko tradisional agar dapat bersaing dengan ritel modern.
“Minang Mart merupakan sebuah upaya membantu para pemilik kedai atau toko agar bisa bersaing atau mengikuti jejak ritel modern. Mereka yang bergabung dengan Minang Mart akan diberikan bantuan sistem pengelolaan informasi seperti layaknya ritel modern,” jelas situs resmi Pemprov Sumbar.
Walaupun dalam perjalanannya banyak gerai Minang Mart yang harus berguguran atau berganti nama karena kalah bersaing, inisiatif ini tetap menjadi bukti komitmen pemerintah daerah dalam mendukung pengusaha lokal.
Selain Minang Mart, beberapa minimarket lokal berhasil membangun reputasi yang baik di Sumatra Barat:
Kebijakan pelarangan Indomaret dan Alfamart di Sumatra Barat memunculkan reaksi beragam dari masyarakat.
Banyak warga yang mendukung kebijakan ini dengan alasan perlindungan terhadap usaha kecil. Mereka percaya bahwa pelarangan ini memberikan ruang bagi pedagang lokal untuk bertahan dan berkembang tanpa harus menghadapi persaingan yang tidak seimbang dengan perusahaan besar.
Di sisi lain, ada juga warga yang mengkritisi kebijakan ini karena perbedaan harga yang cukup signifikan antara minimarket lokal dan waralaba nasional. Seorang ibu rumah tangga di Padang mengungkapkan, “Kalau saya bandingkan harga di Alfamart dan Indomaret yang ada di daerah Riau dengan swalayan yang ada di Sumatra Barat ini, terjadi perbedaan yang cukup tinggi. Ini tentu merugikan konsumen.”
Kebijakan pelarangan Indomaret dan Alfamart di Sumatra Barat memiliki dampak yang kompleks bagi perekonomian daerah. Di satu sisi, kebijakan ini berhasil melindungi pedagang tradisional dan mempertahankan ciri khas budaya dagang Minangkabau. Namun di sisi lain, ada tantangan berupa harga yang lebih tinggi dan keragaman produk yang lebih terbatas dibandingkan dengan daerah lain.
Ke depannya, tantangan bagi Pemerintah Sumatra Barat adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara melindungi pedagang lokal dan memenuhi kebutuhan konsumen. Inovasi seperti Minang Mart perlu terus dikembangkan agar dapat menawarkan layanan yang tidak kalah dengan minimarket waralaba tanpa mengorbankan kepentingan ekonomi lokal.
Sumatera Barat menjadi contoh menarik tentang bagaimana sebuah daerah dapat memilih jalan berbeda di tengah tren modernisasi ritel. Terlepas dari pro dan kontra, kebijakan ini mencerminkan komitmen pemerintah daerah untuk menjaga keberlangsungan ekonomi lokal sekaligus mempertahankan nilai-nilai sosial budaya yang telah mengakar dalam masyarakat Minangkabau.
“Sebenarnya kalau mau buat usaha ritel di Sumbar peluangnya besar karena Indomaret dan Alfamart tidak ada,” ujar salah satu pejabat daerah, menggarisbawahi bahwa kebijakan ini juga membuka peluang bagi pengusaha lokal untuk mengembangkan bisnis ritel dengan cara yang lebih sesuai dengan karakteristik daerah.