May 24, 2025 By pj
24 Mei 2025 – Memasuki akhir Mei 2025, sebagian besar wilayah Indonesia secara klimatologis telah memasuki awal musim kemarau. Namun, kenyataannya, hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih sering terjadi. Fenomena ini memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat: mengapa hujan masih turun di tengah musim kemarau?
Mayoritas Wilayah Masih dalam Masa Peralihan
Menurut analisis klimatologi BMKG pada dasarian II Mei 2025, hanya sekitar 11 persen zona musim (ZOM) di Indonesia yang telah memasuki musim kemarau. Sebanyak 73 persen ZOM masih berada dalam musim hujan, yang mana sebagian besar wilayah Indonesia masih menunjukkan pola peralihan musim dengan cuaca yang cepat berubah, cenderung cerah pada pagi menjelang siang hari, tapi hujan pada sore hingga malam hari.
BMKG menjelaskan bahwa pada masa pancaroba, cuaca cenderung cerah pada pagi hingga menjelang siang hari, namun sering berubah menjadi hujan disertai petir dan angin kencang pada sore hingga malam. Dalam sepekan terakhir, intensitas hujan yang tinggi bahkan telah memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
Pengaruh Fenomena Atmosfer Global dan Lokal
Kondisi cuaca yang labil ini tidak hanya dipicu oleh mekanisme konvektivitas lokal, melainkan juga dipengaruhi oleh fenomena atmosfer berskala luas. Beberapa faktor utama yang berperan antara lain Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, gelombang Rossby Ekuatorial, serta gangguan tropis di barat daya Bengkulu.
“Sehingga memungkinkan adanya pembentukan awan konvektif seperti Cumulonimbus yang berpotensi menimbulkan cuaca ekstrem,” tulis BMKG, Selasa (20/5/2025).
Fenomena-fenomena atmosfer ini meningkatkan pertumbuhan awan hujan, khususnya di wilayah selatan dan tengah Indonesia. Gelombang MJO yang saat ini berada di Fase 5 (Benua Maritim Indonesia), diprediksi akan terus aktif dalam beberapa hari ke depan, menambah potensi hujan lebat.
Potensi Kemarau Basah dan Prediksi Durasi
Tahun ini, Indonesia juga diprediksi mengalami musim kemarau yang lebih singkat dan bersifat “kemarau basah”. Artinya, meskipun sudah masuk musim kemarau, intensitas hujan tetap tinggi, bahkan bisa mencapai lebih dari 100 mm per bulan.
“Wilayah-wilayah ini diprediksi akan menerima akumulasi curah hujan musiman yang lebih tinggi dari biasanya,” demikian laporan BMKG dalam Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia.
Beberapa daerah yang diperkirakan mengalami kemarau basah antara lain sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat hingga tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian Sulawesi, dan sebagian Papua bagian tengah.
Wilayah Siaga dan Imbauan BMKG
BMKG mengeluarkan peringatan dini untuk sejumlah wilayah dengan status siaga hujan lebat hingga sangat lebat antara 23–25 Mei 2025. Wilayah tersebut mencakup Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku, dan Papua Selatan.
“BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap dinamika cuaca yang cepat berubah dan mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
BMKG juga menyarankan masyarakat untuk menjaga kecukupan cairan tubuh, menggunakan pelindung dari sinar matahari, menjauhi wilayah terbuka saat terjadi hujan disertai petir, serta selalu memperbarui informasi cuaca melalui kanal resmi BMKG.
Tindakan Preventif
Fenomena hujan yang masih terjadi di awal musim kemarau adalah konsekuensi dari dinamika atmosfer yang kompleks dan masa peralihan yang belum sepenuhnya selesai. Masyarakat diimbau untuk tidak lengah, karena cuaca ekstrem tetap berpotensi terjadi hingga beberapa waktu ke depan.
Sebagaimana dikatakan oleh BMKG, “Meskipun lebih banyak wilayah terindikasi memasuki awal musim kemarau pada akhir bulan Mei akibat Monsun Australia yang diperkirakan menguat, hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat masih berpotensi terjadi akibat aktivitas MJO dan gelombang atmosfer tersebut.” tulis BMKG dalam laman resminya