May 6, 2025 By Diva Permata Jaen
06 Mei 2025 – Di tengah maraknya isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, masyarakat adat Baduy kembali mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Melalui ritual Seba Baduy yang dilaksanakan di Pendopo Bupati Lebak, Rangkasbitung pada Jumat (2/5/2025), mereka menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap kondisi 53 gunung dan bukit yang tersebar di wilayah Lebak dan Pandeglang, Banten.
Pesan yang disampaikan oleh pemangku adat Baduy, Saidi Putra, bukanlah sekadar ungkapan kekhawatiran biasa, melainkan peringatan serius tentang potensi bencana yang mengancam jika kerusakan lingkungan terus berlanjut.
“Itu perlu diurus sama semua bangsa. Lingkungannya, di aliran airnya jangan dicemari dan tidak boleh dikotori. Di darat, di air juga, itu sebuah larangan,” ungkap Saidi Putra dengan tegas kepada wartawan usai prosesi ritual Seba Baduy.
Pesan yang dibawakan oleh warga Baduy dalam Seba tahun ini bukanlah sekadar himbauan kosong. Saidi menegaskan bahwa apa yang disampaikannya merupakan “titip wasiat” dari leluhur Baduy—warisan kebijaksanaan yang telah diwariskan secara turun-temurun dan kini menjadi tanggung jawabnya untuk diteruskan kepada masyarakat luas.
Masyarakat Baduy, yang dikenal dengan komitmen kuatnya terhadap pelestarian alam dan gaya hidup sederhana, telah lama menjadi “penjaga” alam di kawasan Banten. Ritual Seba Baduy sendiri merupakan tradisi tahunan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen selama setahun, yang dilaksanakan setelah mereka menjalani ritual kawalu (puasa) selama tiga bulan.
Saidi dengan gamblang merinci bahwa dari 53 gunung atau bukit yang memerlukan perhatian khusus tersebut, 32 di antaranya berada di Kabupaten Lebak dan 21 lainnya di Kabupaten Pandeglang.
“Di Lebak ada 32 gunung, di Pandeglang ada 21 gunung. Keseluruhan di dua kabupaten ada 53 gunung. Itu perlu diurus oleh semua bangsa,” tegas Saidi.
Ia kemudian menyoroti dua wilayah yang telah mengalami perubahan signifikan akibat kerusakan lingkungan: Kecamatan Bayah di Kabupaten Lebak dan kawasan Ujung Kulon di Kabupaten Pandeglang.
“Kabupaten Lebak yang khususnya ada di Kecamatan Bayah. Kabupaten Pandeglang ada di Ujung Kulon itu ada sedikit perubahan. Itu mesti dijaga betul-betul. Ini bukan cerita dugaan, ini sesuai dengan fakta,” tegas Saidi dengan nada prihatin.
Kerusakan lingkungan yang terus berlanjut, menurut Saidi, bukan hanya mengancam keseimbangan ekosistem, tetapi juga dapat membawa konsekuensi serius bagi kesehatan manusia dan stabilitas alam.
“Jangan sampai ada kejadian penyakit keras yang tidak bisa diobati dokter, penyakit alam seperti tsunami, ada angin topan,” peringatnya.
Pernyataan ini bukan semata-mata retorika kosong. Dalam perspektif masyarakat adat Baduy, alam dan manusia memiliki hubungan yang tak terpisahkan. Kerusakan pada satu sisi akan berdampak pada sisi lainnya. Pesan ini menjadi semakin relevan di tengah meningkatnya frekuensi bencana alam yang terjadi di berbagai belahan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Menanggapi pesan yang disampaikan oleh warga Baduy, Bupati Lebak Hasbi Jayabaya menyatakan akan segera menginventarisir gunung-gunung yang diminta dijaga oleh warga Baduy. Ia juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga alam dan lingkungan sekitar.
“Saya atas nama bupati, Insya Allah akan bersama-sama masyarakat adat Baduy menjaga alam yang dititipkan oleh Tuhan Yang Maha Esa agar anak cucu kita bisa merasakan manfaatnya di masa mendatang,” ujar Hasbi dengan penuh tekad.
Sementara itu, Gubernur Banten Andra Sony juga menegaskan komitmennya untuk menjaga kelestarian lingkungan usai menerima ribuan warga Suku Baduy di Pendopo Gubernur Banten, Kota Serang, pada Sabtu (3/5/2025).
“Tadi disampaikan bahwa di Banten ini ada 52 atau 53 gunung dari sisi kebatinan, dan ada daerah-daerah terlarang yang tidak boleh dibangun atau dirusak karena berdampak langsung pada keseimbangan alam,” ungkap Andra.
Pesan dari masyarakat Baduy, lanjut Andra, menjadi pengingat penting agar kebijakan pembangunan di Banten selalu mempertimbangkan nilai-nilai kearifan lokal dan ekologi. Ia menyebut, wilayah seperti Ujung Kulon dan sejumlah titik lainnya akan menjadi perhatian khusus pemerintah.
Pesan yang disampaikan oleh masyarakat adat Baduy memunculkan pertanyaan besar tentang bagaimana menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Di satu sisi, daerah-daerah seperti Bayah dan Ujung Kulon memiliki potensi ekonomi yang signifikan. Di sisi lain, ekosistem di kawasan tersebut sangat rentan terhadap kerusakan.
Dari perspektif masyarakat Baduy, alam bukanlah sekadar sumber daya yang bisa dieksploitasi tanpa batas. Alam adalah entitas hidup yang perlu dihormati dan dijaga keseimbangannya. Filosofi ini mungkin terdengar tradisional, namun sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang kini menjadi agenda global.
Bagi generasi muda, terutama yang berusia 24-35 tahun, pesan dari masyarakat Baduy ini seharusnya menjadi panggilan untuk terlibat lebih aktif dalam upaya pelestarian lingkungan. Sebagai generasi yang akan mewarisi dunia di masa depan, mereka memiliki kepentingan langsung dalam memastikan bahwa alam tetap lestari.
Tantangan terbesar mungkin bukanlah memahami pentingnya pelestarian lingkungan, melainkan menerjemahkan pemahaman tersebut ke dalam tindakan nyata. Bagaimana mengintegrasikan kearifan lokal seperti yang dimiliki masyarakat Baduy ke dalam gaya hidup modern? Bagaimana menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kelestarian alam?
Pesan dari masyarakat Baduy adalah pengingat bahwa hubungan manusia dengan alam bukanlah hubungan eksploitatif, melainkan hubungan saling menjaga dan menghormati. Kerusakan yang terjadi pada 53 gunung di Banten bukan hanya masalah ekologi, tetapi juga masalah spiritual dan budaya.
Jika kita gagal mendengarkan peringatan ini, konsekuensinya mungkin lebih besar dari sekadar kerusakan fisik. Seperti yang diingatkan oleh Saidi, kita mungkin akan berhadapan dengan “penyakit keras” yang tidak bisa disembuhkan—baik secara harfiah maupun metaforis.
Sebagai generasi yang hidup di era digital dan informasi, kita memiliki kesempatan dan tanggung jawab untuk menyebarkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian lingkungan. Kita juga memiliki akses ke pengetahuan dan teknologi yang dapat membantu kita mengatasi tantangan lingkungan dengan cara yang lebih efektif.
Pada akhirnya, pesan dari masyarakat Baduy adalah tentang mewarisi kebijaksanaan masa lalu untuk menjaga masa depan. Dalam setiap tetes air yang terkontaminasi dan setiap pohon yang ditebang, kita tidak hanya menghancurkan lingkungan fisik, tetapi juga merusak warisan untuk generasi mendatang.