Leet Media

Mantan Pegawai Baznas Jabar Bongkar Dugaan Kasus Korupsi Tapi Malah Jadi Tersangka

May 29, 2025 By RB

Pojoksatu.id

29 Mei 2025 – Kasus dugaan korupsi di tubuh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jawa Barat menyeret mantan pejabat internalnya, Tri Yanto, ke dalam pusaran hukum. Setelah mengungkap indikasi penyalahgunaan dana zakat dan hibah senilai miliaran rupiah, Tri justru ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jabar atas tuduhan penyebaran dokumen rahasia. Kontroversi ini menjadi sorotan tajam publik, memunculkan pertanyaan serius tentang perlindungan bagi pelapor (whistleblower) kasus korupsi di Indonesia.

Latar Belakang Dugaan Korupsi Baznas Jabar

Tri Yanto, yang menjabat sebagai Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Baznas Jabar, dipecat pada tahun 2024. Sebelum diberhentikan, Tri sudah aktif menyuarakan dugaan korupsi di instansinya. Ia melaporkan adanya penyalahgunaan dana zakat sebesar Rp9,8 miliar dan dana hibah APBD Provinsi Jawa Barat senilai Rp3,5 miliar selama periode 2021–2023.

Laporan ini disampaikan kepada berbagai pihak berwenang, termasuk Inspektorat Pemprov Jabar, Baznas RI, hingga Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Namun, hingga saat ini, proses klarifikasi masih berjalan dan belum ada hasil investigasi resmi yang diumumkan secara terbuka kepada publik.

Penetapan Tersangka dan Tuduhan Penyebaran Dokumen

Pada 26 Mei 2025, Tri Yanto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan polisi dari Wakil Ketua III Baznas Jabar, Achmad Ridwan. Ia diduga menyebarkan dokumen kerja sama antara Baznas Jabar dengan STIKES Dharma Husada serta laporan pertanggungjawaban dana hibah Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD Jabar tahun 2020. Dokumen tersebut diklaim sebagai informasi yang dikecualikan dan rahasia, sesuai SK Ketua Baznas Jabar Nomor 93 Tahun 2022.

Tri dijerat dengan Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk laptop pribadi dan dokumen cetak, sebagai bagian dari proses penyidikan.

Respons LBH dan Tuduhan Kriminalisasi Whistleblower

Penetapan tersangka terhadap Tri Yanto memicu kritik tajam dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung. Dalam siaran persnya, LBH menilai kasus ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap whistleblower yang seharusnya mendapat perlindungan hukum.

“Status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi menjadi kemunduran atas peran serta masyarakat membantu negara memberantas praktik korupsi,” tegas LBH Bandung. Mereka menuntut agar laporan terhadap Tri Yanto dicabut dan proses hukum dihentikan, karena bertentangan dengan semangat perlindungan pelapor yang tertuang dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban serta PP No. 43 Tahun 2018.

Tanggapan Baznas Jabar

Baznas Jabar, melalui Wakil Ketua IV Achmad Faisal, membantah semua tuduhan korupsi. Ia menyatakan bahwa hasil audit investigatif oleh Inspektorat Pemprov Jabar, Baznas RI, dan Irjen Kemenag RI tidak menemukan unsur tindak pidana.

Terkait dana zakat Rp9,8 miliar, memang tidak dilakukan audit formal, namun Faisal menyebut audit syariah dari Kemenag RI menunjukkan tidak ada pelanggaran terhadap prinsip syariah.

Faisal juga menegaskan bahwa Tri Yanto telah melanggar prosedur dengan mengakses dan menyebarkan dokumen tanpa izin, dan pihaknya mendukung proses hukum yang tengah berjalan. Ia bahkan mempersilakan Tri menempuh jalur praperadilan jika merasa tidak bersalah.

KPK Apresiasi Keberanian Pelapor

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menanggapi kasus ini. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa laporan masyarakat terhadap dugaan korupsi adalah bentuk partisipasi aktif yang sangat dihargai oleh lembaga antirasuah tersebut.

“KPK selalu memberikan apresiasi kepada para pihak yang mengambil risiko untuk mengadukan atau melaporkan dugaan tindak pidana korupsi,” ujar Budi. Ia menegaskan bahwa KPK memiliki mekanisme perlindungan terhadap whistleblower, termasuk menjaga kerahasiaan identitas pelapor.

Tri Yanto Membantah Menyebarkan Dokumen

Dihubungi secara terpisah, Tri Yanto membantah telah menyebarluaskan dokumen secara sembarangan. Ia menegaskan bahwa pengaduan yang dibuatnya hanya disampaikan kepada pihak berwenang sebagai bagian dari kewajiban moral dan hak warga negara.

“Kami tidak menyebarkan dokumen. Kami menyampaikan laporan kepada Inspektorat Jabar, pengawas Baznas RI, dan aparat penegak hukum. Itu saja,” kata Tri.

Ia juga mengaku terkejut atas status hukumnya dan merasa bahwa niat baiknya untuk membantu memberantas korupsi justru berbuah ancaman pidana.

Refleksi dan Tantangan Perlindungan Pelapor

Kasus Tri Yanto menjadi cermin tantangan besar dalam sistem perlindungan whistleblower di Indonesia. Ketika individu yang mencoba mengungkap kebobrokan institusi justru dijerat dengan pasal hukum, maka efek jera terhadap pelapor berikutnya menjadi nyata. Ini menimbulkan efek mengerikan (chilling effect) bagi partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi.

Sebagai negara yang mengklaim komitmen pada prinsip transparansi dan akuntabilitas, sudah sepatutnya pemerintah dan aparat hukum lebih serius dalam melindungi pelapor yang bertindak dengan itikad baik.

Related Tags & Categories :

highlight