December 23, 2024 By Zahra Nizar
23 Desember 2024 – Dalam kekayaan budaya Indonesia, istilah “Logika Mistika” sering terdengar misterius namun menarik, khususnya di kalangan generasi muda. Konsep ini, yang diperkenalkan oleh Tan Malaka lewat bukunya “Madilog”, merangkum cara berpikir yang mengintegrasikan kepercayaan pada hal gaib untuk menjelaskan ragam fenomena kehidupan. Namun, dalam era dimana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, penting bagi Millennials dan Gen Z untuk mengerti dan mengaplikasikan cara pandang yang lebih kritikal dan logis ke dalam kehidupan nyata.
Logika mistika di Indonesia berakar pada keyakinan animisme dan dinamisme, di mana roh dan kekuatan alam dianggap sakral. Pengaruh kuat masa kolonial juga merajalela, mengoordinasikan masyarakat dalam struktur kepercayaan konvensional yang secara tak langsung menghalangi perkembangan pemikiran kritis dan independen, sering kali untuk mengurangi potensi perlawanan.
Dengan tradisi yang kental akan kepercayaan mistis seperti santet, masyarakat cenderung lebih percaya pada solusi supranatural daripada menjajaki penjelasan ilmiah yang rasional. Meskipun budaya ini memiliki nilai historis dan sosial, seringkali ia bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmiah yang dapat membuka jalan bagi inovasi dan kemajuan sosial.
Ferry Irwandi, seorang kritikus sosial, mengemuka sebagai sosok yang menantang kepercayaan mistis—khususnya ilmu santet—dengan menyerukan bukti ilmiah daripada anekdot mitos. Pada Oktober 2024, dia menantang dukun dan para praktisi supranatural untuk membuktikan keampuhan mereka di bawah pengujian ilmiah, menyuarakan bahwa banyak praktik mistis di Indonesia digunakan untuk mengeksploitasi rasa takut dan ketidaktahuan masyarakat. Melalui kampanye edukatif, Ferry bertujuan untuk mengklarifikasi bahwa banyak fenomena yang dulunya diatribusikan pada santet sebetulnya memiliki penjelasan ilmiah atau medis.
Dengan langkah berani, Ferry mengimplikasikan pentingnya pendidikan dan logika dalam menginterpretasi dan mengolah informasi. Menurutnya, mengadopsi pendekatan ilmiah bisa mengurangi kesalahpahaman dan ketidakpastian yang seringkali disebabkan oleh kepercayaan pada penjelasan supranatural.
Sebagai Millennials dan Gen Z, kita berada di titik temu yang unik dimana kita dapat menghargai tradisi lama sambil menerima dan menerapkan inovasi dan pemikiran logis. Apresiasi terhadap tradisi tidak harus bermuara pada ketergantungan buta, tetapi sebaiknya memadukan pengetahuan lama dengan insight modern.
Menyikapi “Logika Mistika” bukan hanya tentang mengubah kepercayaan lama, tetapi lebih kepada membangun pemahaman yang mendalam tentang kearifan lokal melalui lensa rasionalitas. Ini bukan sekadar pelajaran historis, melainkan fondasi kuat untuk membuat keputusan berbasis bukti dan analisa yang tepat di zaman digital. Ini adalah ajakan untuk menjadikan ilmu pengetahuan dan pendidikan sebagai pilar utama dalam membentuk masyarakat yang lebih maju dan inklusif, di mana tradisi dan modernitas berjalan bersama menuju masa depan yang lebih cerdas dan berkelanjutan.
Mari kita terus menjadikan pendidikan dan literasi sebagai senjata untuk membongkar mitos yang tidak lagi relevan, seraya merayakan budaya dan tradisi dalam konteks yang baru dan lebih informatif. Ini adalah perjalanan kita bersama, dengan pena ilmu di tangan, untuk menuliskan bab baru dalam sejarah kebudayaan kita.