Leet Media

KPK Ingatkan Guru yang Kerap Terima Hadiah: Itu Gratifikasi, Bukan Rezeki

May 4, 2025 By Abril Geralin

04 Mei 2025 – Fenomena pemberian hadiah kepada guru, terutama saat kenaikan kelas, telah menjadi budaya yang mengakar di masyarakat Indonesia. Namun, praktik yang dianggap sebagai bentuk apresiasi ini ternyata memiliki implikasi hukum yang perlu diperhatikan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengingatkan bahwa penerimaan hadiah oleh guru dari wali murid merupakan bentuk gratifikasi, bukan rezeki seperti yang kerap dipahami.

Fenomena Pemberian Hadiah dalam Dunia Pendidikan

Source: Kompas.id

Dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024 yang diumumkan KPK pada 24 April 2025, terungkap fakta mengejutkan bahwa sebanyak 65% lingkungan sekolah di Indonesia memiliki kebiasaan di mana wali murid atau orang tua memberikan hadiah kepada guru. Praktik ini umumnya terjadi pada momen-momen tertentu seperti hari raya keagamaan dan kenaikan kelas.

Lebih memprihatinkan lagi, survei tersebut juga mengungkap bahwa 30% guru dan dosen masih menganggap penerimaan hadiah bukanlah bentuk gratifikasi. Bahkan, 18% kepala sekolah dan rektor juga berpandangan bahwa menerima hadiah merupakan hal yang wajar dalam konteks pendidikan.

“Bahkan menurut orang tua di 22% sekolah, masih ada guru yang menerima bingkisan agar nilai siswa menjadi bagus atau agar siswa bisa lulus,” ungkap Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, saat peluncuran hasil survei di Gedung ACLC KPK pada Kamis (24/4/2025).

Hadiah untuk Guru: Gratifikasi, Bukan Rezeki

Source: Kumparan

Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menegaskan pentingnya pemahaman yang benar mengenai perbedaan antara rezeki dan gratifikasi, terutama di kalangan tenaga pendidik.

“Bagaimana menyosialisasikan gratifikasi itu, bahwa itu bukan rezeki. Harus dibedakan mana rezeki, mana gratifikasi. Jadi selalu kita gembar-gemborkan kepada mereka, disosialisasikan, dikampanyekan oleh kita dalam bentuk formal maupun non-formal,” tegas Wawan di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Gratifikasi sendiri dalam konteks hukum didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas, yang meliputi penerimaan uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik maupun tanpa sarana elektronik.

Dalam konteks pendidikan, pemberian hadiah dari wali murid kepada guru, terlebih jika berkaitan dengan nilai atau kelulusan siswa, jelas merupakan bentuk gratifikasi yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Menurunnya Indeks Integritas Pendidikan

Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 menunjukkan indeks integritas pendidikan Indonesia berada pada angka 69,5. Nilai ini tergolong rendah karena berada di dua level terbawah dengan status korektif. Yang lebih memprihatinkan, nilai ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 73,7.

Survei yang dilakukan dalam rentang waktu 22 Agustus 2024 hingga 30 September 2024 ini melibatkan 449.865 responden, terdiri dari peserta didik (murid-mahasiswa), tenaga pendidik (guru-dosen), orang tua/wali, serta pimpinan satuan pendidikan.

Penurunan indeks integritas ini menunjukkan masih lemahnya pemahaman dan implementasi nilai-nilai integritas dalam ekosistem pendidikan di Indonesia. Fenomena pemberian hadiah kepada guru merupakan salah satu indikator yang berkontribusi terhadap rendahnya indeks integritas tersebut.

Upaya Meningkatkan Integritas dalam Pendidikan

Wawan Wardiana menekankan bahwa upaya meningkatkan integritas di dunia pendidikan bukan hanya tanggung jawab KPK, melainkan melibatkan semua pihak dalam ekosistem pendidikan.

“Nah itu adalah upaya kita semua bagaimana mewujudkan pendidikan yang berintegritas, termasuk ekosistemnya. Ada gurunya, kepala sekolahnya, pengawasnya dan lain-lain, berintegritas juga,” jelasnya.

KPK telah melakukan berbagai upaya sosialisasi dan kampanye anti-korupsi, baik secara formal maupun non-formal, untuk meningkatkan pemahaman mengenai gratifikasi di lingkungan pendidikan. Namun, Wawan menegaskan bahwa hal ini membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak.

“Ini sekali lagi bukan hanya tugas KPK. Tugas kita semua, media juga termasuk di dalamnya. Orang tua, guru, dan lain-lain. Karena pendidikan yang pertama adalah di keluarga. Makanya tadi ada pendidikan keluarga, kita juga masuk ke sana itu,” ujar Wawan.

Peran Pemerintah Daerah dalam Pencegahan Gratifikasi

Dalam upaya pencegahan gratifikasi di lingkungan pendidikan, pemerintah daerah juga turut berperan aktif. Sekretaris Inspektur Pemprov DKI Jakarta, Dina Himawati, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi mengenai masalah penerimaan gratifikasi.

“Dan terkait dengan pemberian gratifikasi yang diberikan oleh murid atau orang tua murid kepada guru, ini kami juga sudah mengajarkan untuk menginformasikan, untuk melaporkan kepada unit pemberian gratifikasi. Dan ini juga dilaporkan kepada KPK,” tutur Dina.

Pemerintah daerah menunjuk beberapa ASN untuk memaparkan materi terkait pencegahan korupsi, termasuk gratifikasi dalam konteks pendidikan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang bahaya gratifikasi di kalangan tenaga pendidik.

Membangun Budaya Anti-Gratifikasi di Sekolah

Source: Radar Solo

Membangun budaya anti-gratifikasi di lingkungan sekolah merupakan langkah penting dalam mewujudkan pendidikan yang berintegritas. Semua pihak dalam ekosistem pendidikan, mulai dari kepala sekolah, guru, siswa, hingga orang tua, perlu memiliki pemahaman yang sama mengenai bahaya gratifikasi.

Kepala sekolah dan guru perlu menjadi teladan dalam menerapkan prinsip-prinsip integritas, termasuk menolak pemberian hadiah yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Di sisi lain, orang tua juga perlu diedukasi bahwa apresiasi terhadap guru dapat diberikan dalam bentuk lain yang tidak melanggar etika dan hukum.

Lembaga pendidikan juga dapat membuat kebijakan internal yang jelas mengenai larangan penerimaan hadiah atau pemberian dalam bentuk apapun yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Kebijakan ini perlu dikomunikasikan secara terbuka kepada semua pihak, termasuk orang tua dan siswa.

Fenomena pemberian hadiah kepada guru, terutama saat kenaikan kelas, perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. KPK telah menegaskan bahwa praktik ini merupakan bentuk gratifikasi, bukan rezeki seperti yang kerap dipahami.

Membangun integritas dalam dunia pendidikan membutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak dalam ekosistem pendidikan. Sosialisasi dan edukasi mengenai bahaya gratifikasi perlu terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran, baik di kalangan tenaga pendidik maupun masyarakat luas.

Dengan pemahaman yang benar dan komitmen kuat untuk menjunjung integritas, diharapkan praktik pemberian hadiah yang berpotensi menjadi gratifikasi dapat diminimalisir, sehingga tercipta lingkungan pendidikan yang bersih, berintegritas, dan berkualitas bagi generasi masa depan Indonesia.