Leet Media

Kontroversi Pembredelan Pameran Lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional

December 24, 2024 By Amandira Maharani

Sumber : Law Justice

24 Desember 2024 – Dunia seni rupa Indonesia kembali diguncang kontroversi setelah pameran tunggal karya Yos Suprapto di Galeri Nasional, Jakarta dibatalkan pada Desember 2024. Pameran yang seharusnya berlangsung dari 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025 dengan tajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan” ini terpaksa dibatalkan karena adanya perselisihan antara seniman dan pihak kurator. Akhirnya pada Senin petang, 23 Desember 2024 Yos Suprapto menurunkan 37 karya seni dimulai pada pukul 18.13 WIB hingga 18.20 WIB.

Sumber : FTnews

Profil Yos Suprapto: Seniman dengan Kritik Sosial yang Tajam

Yos Suprapto dikenal sebagai seniman yang konsisten mengangkat isu-isu sosial dan politik dalam karya-karyanya. Lahir di Yogyakarta pada tahun 1960, ia menempuh pendidikan seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Selama perjalanan karirnya yang spanning lebih dari tiga dekade, Yos telah menghasilkan ratusan karya lukis yang kerap mengkritisi ketimpangan sosial dan praktik kekuasaan di Indonesia.

Karya-karya Yos dikenal dengan penggunaan simbolisme yang kuat dan metafora visual yang tajam. Ia sering menggunakan elemen-elemen tradisional Indonesia yang dipadukan dengan kritik kontemporer, menciptakan narasi yang kuat tentang kondisi sosial-politik tanah air. Sebelum kontroversi di Galeri Nasional, karya-karyanya telah dipamerkan di berbagai galeri prestisius, baik di dalam maupun luar negeri.

Sumber : Jejak Fakta

Kronologi Pembatalan Hingga Penurunan

Permasalahan yang melanda pameran tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia bermula dari proses persiapan yang telah direncanakan dengan matang sejak lama. Rangkaian pertemuan intensif antara pihak Galeri Nasional, yang diwakili oleh Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto, beserta Zamrud Setya Negara selaku kurator Galeri Nasional, dan tim kuratorial pameran, pada awalnya menghasilkan kesepakatan untuk menggelar pameran tersebut pada tanggal 20 Desember 2024. 

Namun, situasi mulai memanas ketika kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo, secara tiba-tiba meminta agar lima dari 30 lukisan yang telah disiapkan oleh Yos Suprapto untuk tidak ditampilkan. Permintaan ini menimbulkan kegelisahan dan pertanyaan di kalangan seniman dan penikmat seni, mengingat pameran tunggal ini merupakan sebuah pencapaian penting dalam perjalanan karir Yos Suprapto. Dua karya pertama yang menjadi pusat kontroversi adalah ‘Konoha 1’ dan ‘Konoha 2: Jilat Menjilat’. Kedua lukisan ini, yang sebelumnya telah lolos seleksi dan kurasi, pada tanggal 16 Desember 2024 akhirnya ditutup dengan kain hitam atas permintaan Suwarno Wisetrotomo. Penutupan kedua karya tersebut semakin memperkeruh suasana dan menimbulkan spekulasi mengenai alasan di balik keputusan yang dianggap sepihak oleh beberapa pihak tersebut.

Pada 23 Desember 2024, Yos Suprapto akhirnya menurunkan 37 lukisan dimulai pukul 18.13 WIB hingga 18.20 WIB. Yos Suprapto mengatakan alasan dia memutuskan menurunkan seluruh karyanya di Galeri Nasional karena belum menemukan kesepakatan dan titik temu dengan pihak Galeri Nasional, dan mantan kurator. “Jadi pameran ini tidak bisa dilanjutkan karena kita tidak menemukan titik temu,“  kata dia.

Eskalasi Konflik

Situasi semakin memburuk pada 19 Desember 2024, ketika tiga karya tambahan diminta untuk diturunkan. Menanggapi permintaan tersebut, Yos Suprapto dengan tegas menolak dan menyatakan akan membatalkan seluruh pameran jika kelima lukisan tersebut tidak diizinkan ditampilkan. Puncaknya, pada pukul 19.00 WIB, pihak Galeri Nasional mengambil tindakan sepihak dengan menutup gedung pameran dan mengunci ruangan.

Respons dan Kritik Publik

Pembatalan pameran ini menuai berbagai respons dari tokoh publik dan pegiat seni. Bonnie Triyana, anggota Komisi X Fraksi PDIP, mendesak Galeri Nasional untuk membuka kembali pameran tersebut. Ia meyakini bahwa membuka kembali pameran akan berkontribusi positif terhadap iklim demokrasi di Indonesia.

Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menyuarakan keprihatinannya dengan menyebut pembatalan ini sebagai alarm berbahaya bagi kebebasan berekspresi di Indonesia. Ia menekankan bahwa karya seni merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam konteks kebebasan berkesenian.

Perspektif Hukum dan Politik

Todung Mulya Lubis, advokat senior yang pernah menjadi tim hukum PDIP, mengkritisi tindakan Galeri Nasional. Berdasarkan informasi yang ia terima, pembatalan tersebut terkait dengan konten lukisan yang mengandung kritik terhadap Presiden Joko Widodo. Eks Menko Polhukam Mahfud MD juga turut berkomentar melalui akun X-nya, menegaskan bahwa lukisan merupakan bentuk ekspresi yang seharusnya dihargai.

Dampak dan Implikasi

Kontroversi ini telah memicu diskusi lebih luas tentang kebebasan berekspresi dalam dunia seni Indonesia. Para kritikus melihat kejadian ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap ekspresi artistik dan kemunduran dalam iklim demokrasi Indonesia. Sementara pihak Galeri Nasional tetap berpegang pada alasan “kendala teknis” sebagai dasar penundaan pameran.

Peristiwa ini menjadi cermin tentang bagaimana institusi seni publik di Indonesia menghadapi dilema antara kebebasan berekspresi seniman dan kontrol kuratorial. Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya dialog terbuka antara seniman, kurator, dan institusi seni dalam membangun ekosistem seni yang lebih demokratis dan inklusif.

Sumber: CNN Indonesia, Media sosial resmi Galeri Nasional (@galerinasional), Pernyataan pers LBH Jakarta, Akun X @mohmahfudmd, dan berbagai sumber media nasional.