Leet Media

Kontroversi Konser di Indonesia, Ketika Pemerasan Mengancam Reputasi Pariwisata Indonesia

January 26, 2025 By Abril Geralin

26 Januari 2025 – Musik elektronik dance (EDM) yang seharusnya menjadi panggung kegembiraan dan ekspresi kreatif berubah menjadi arena konflik yang mempermalukan. Festival Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 tidak sekadar mencatatkan sejarah musik, melainkan juga menghadirkan catatan kelam tentang bagaimana segelintir oknum dapat merusak reputasi sebuah negara. Kisah ini bermula dari serangkaian tindakan pemerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap ratusan penonton internasional, mengungkap realitas kompleks di balik layar gemerlapnya sebuah acara musik kelas dunia.

Pecahnya Kasus di Panggung Musik Internasional

Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 yang seharusnya menjadi momen spektakuler musik elektronik dance (EDM) berubah menjadi mimbar kelabu bagi pariwisata Indonesia. Festival musik tahunan terbesar di Asia Tenggara ini ternoda oleh kasus pemerasan yang melibatkan sejumlah polisi terhadap ratusan penonton asal Malaysia.

Berlangsung pada 13-15 Desember 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, DWP yang biasa menghadirkan musisi kelas dunia seperti Steve Aoki, Timmy Trumpet, dan Armin Van Buuren kini terseret dalam pusaran kontroversi yang mengancam reputasi internasional Indonesia.

Awal Mula Kronologi Pemerasan 

Source: Kompas.com

Sekitar 400 penonton Malaysia menjadi korban tindakan sewenang-wenang aparat kepolisian. Mereka digelandang dari arena konser, dipaksa menjalani tes urine secara mendadak, dan kemudian dimintai sejumlah uang fantastis meskipun hasil tes mereka negatif narkoba.

Besaran uang yang diminta mencengangkan – mulai dari RM 90.000 hingga RM 200.000 per individu. Total kerugian yang dialami penonton mencapai RM 9 juta atau setara Rp 32 miliar. Kisah-kisah mereka yang tersebar di media sosial dengan cepat memantik kemarahan publik internasional.

Respon Cepat Pemerintah dan Kepolisian

Source: SinPo.id

Menanggapi kasus ini, berbagai pihak segera bereaksi. Kementerian Pariwisata melalui Menteri Widiyanti Putri Wardhana menyampaikan permohonan maaf resmi. Mereka menyadari bahwa insiden ini tidak hanya merugikan wisatawan, tetapi juga merusak upaya promosi pariwisata Indonesia.

Dalam perkembangannya, Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim melakukan klarifikasi penting terkait jumlah korban. Berbeda dari laporan sebelumnya yang menyebut 400 orang, penyelidikan saintifik resmi menemukan bahwa korban warga negara Malaysia yang sesungguhnya berjumlah 45 orang.

Karim juga merinci barang bukti dalam kasus dugaan pemerasan ini mencapai Rp2,5 miliar, jauh lebih rendah dari spekulasi awal yang mencapai Rp32 miliar. Pihak Propam Polri telah menerima dua laporan resmi dari warga Malaysia terkait insiden tersebut, dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas pelapor.

Dampak Terhadap Citra Pariwisata

Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menyoroti dampak lebih luas dari insiden ini. Menurutnya, tindakan oknum polisi tidak hanya mempermalukan institusi kepolisian, tetapi juga mengancam upaya Indonesia dalam mengembangkan sektor Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).

Indonesia dinilai sudah tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Thailand dan Singapura dalam hal pariwisata. Perilaku segelintir oknum polisi ini berpotensi menghancurkan promosi pariwisata yang telah dibangun dengan biaya besar.

Seruan Boikot dan Reaksi Penonton

Source: Kompas.id

Media sosial menjadi panggung utama ekspresi kekecewaan. Tagar seperti #BOIKOTTDWP, #DWPSUCKS, dan #CORRUPTION menggema di berbagai platform. Penonton Malaysia tidak sekadar marah, mereka aktif mengajak warga ASEAN untuk memboikot festival di tahun mendatang.

Salah seorang penonton yang mengaku mengalami pengalaman buruk menulis, “Saya tidak akan pernah kembali ke DWP. Sebagai gantinya, saya akan pergi ke festival di Thailand.” Pernyataan ini mencerminkan hilangnya kepercayaan wisatawan asing terhadap acara berskala internasional di Indonesia.

Tanggapan Penyelenggara

Ismaya Live selaku promotor DWP menyatakan penyesalan mendalam. Mereka berjanji bekerja sama dengan otoritas untuk menyelidiki kasus tersebut dan mencegah terulangnya insiden serupa. Namun, pernyataan ini dinilai sebagian pihak belum cukup untuk mengembalikan kepercayaan.

Kasus DWP 2024 membuka mata kita akan pentingnya profesionalisme aparat dalam mendukung pariwisata. Tindakan segelintir oknum tidak boleh mengaburkan upaya besar bangsa dalam membangun citra positif. Ke depan, dibutuhkan komitmen kuat dari berbagai pihak kepolisian, pemerintah, dan penyelenggara acara untuk memastikan keamanan dan kenyamanan wisatawan menjadi prioritas utama.