April 21, 2025 By Rio Baressi
21 April 2025 – Wacana penerapan wajib militer (wamil) di Indonesia kembali mencuat setelah Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyatakan kesiapan untuk melaksanakan kebijakan tersebut di masa depan. Namun, pelaksanaannya masih terganjal oleh keterbatasan anggaran negara. Dalam berbagai kesempatan, Kemhan menegaskan bahwa wajib militer bukan bentuk militerisasi, melainkan amanat konstitusi yang menempatkan pertahanan sebagai hak sekaligus kewajiban seluruh warga negara.
Saat ini, pelibatan warga sipil dalam sistem pertahanan Indonesia masih bersifat sukarela melalui program Komponen Cadangan (Komcad) dan Bela Negara. Brigjen TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang, Kepala Biro Informasi Pertahanan Sekretariat Jenderal Kemhan, menjelaskan bahwa program ini merupakan bagian dari implementasi Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), yang mengandalkan keterlibatan militer sebagai komponen utama serta masyarakat sipil sebagai cadangan dan pendukung.
“Saat ini memang dengan keterbatasan anggaran yang kita punya, kita baru mencetak beberapa ribu (Komcad) dan tentunya melalui seleksi. Mereka pun juga sewaktu-waktu ada kondisi darurat (harus) siap untuk dimobilisasi,” jelas Frega dalam diskusi daring yang diselenggarakan Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS).
Kemhan menyatakan bahwa penerapan wajib militer secara menyeluruh membutuhkan dana yang tidak sedikit. Frega menyebut bahwa sejumlah negara seperti Korea Selatan, Singapura, dan Jerman telah menerapkan sistem wajib militer, namun mereka didukung anggaran pertahanan yang memadai.
“Mungkin kalau misalnya nanti kita sudah punya anggaran yang jauh lebih banyak, bukan tidak mungkin kita bisa menerapkan kebijakan yang lebih maju, ya seperti wajib militer,” ujar Frega.
Ia juga menekankan bahwa jika nantinya kebijakan ini diimplementasikan, publik perlu memahami bahwa hal tersebut bukan militerisasi warga negara, melainkan bentuk tanggung jawab terhadap amanat Undang-Undang Dasar 1945.
“Ini adalah bentuk tanggung jawab. Kan amanah konstitusi, pertahanan adalah hak dan kewajiban setiap warga negara,” tegasnya.
Kemenhan menekankan pentingnya menjaga kemanunggalan TNI dengan rakyat sebagai bentuk kesiapan menghadapi berbagai situasi darurat. Frega mencontohkan bagaimana peran TNI dan elemen masyarakat sipil bersinergi selama masa pandemi Covid-19, yang disebut sebagai “perang yang tidak terlihat”.
Menurutnya, keterlibatan rakyat dalam pertahanan nasional tidak bisa dilepaskan dari konteks teritorial dan kesiapan geografis. “Bicara ruang ini berarti secara geografis. Jadi, teritorial itu dilakukan untuk menyiapkan dalam kondisi-kondisi tertentu,” ujarnya.
Frega juga mengakui bahwa masih ada kekhawatiran di masyarakat terhadap wacana wajib militer yang dianggap mirip dengan praktik dwi fungsi TNI di era Orde Baru. Namun, ia menegaskan bahwa konsep wajib militer yang dibahas saat ini berbeda dan merupakan bagian dari sistem pertahanan yang sah secara konstitusional.
“Sering kali masyarakat ini menginterpretasikannya agak sedikit berbeda karena trauma dengan praktik di Orde Baru, menganggap itu adalah dwi fungsi, padahal itu tidak. Itu adalah penerjemahan dari sistem pertahanan keamanan rakyat semesta,” ujarnya.
Wajib militer di Indonesia masih berada pada tahap wacana dan belum bisa diterapkan dalam waktu dekat karena keterbatasan anggaran. Namun, Kementerian Pertahanan membuka peluang untuk melaksanakan kebijakan ini di masa mendatang sebagai bagian dari penguatan pertahanan negara. Selama itu belum terwujud, Komcad dan Bela Negara akan terus menjadi fokus utama untuk mempersiapkan keterlibatan masyarakat dalam menjaga kedaulatan tanah air.