Leet Media

#KaburAjaDulu Fenomena Anak Muda Tak Lagi Percaya Masa Depan di Indonesia, Ini Negara Incaran Mereka?

February 18, 2025 By jay

18 Februari 2025 – Di tengah ketidakpastian sosial dan ekonomi, tagar #KaburAjaDulu mendadak menjadi viral di media sosial Indonesia. Gerakan ini menggambarkan rasa kecewa sebagian anak muda terhadap kondisi yang ada di tanah air, yang merasa pilihan terbaik untuk masa depan mereka adalah mencari peluang di luar negeri. Lantas, bagaimana respons pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait dengan fenomena ini? Berikut adalah analisis lengkapnya.

Apa Itu Gerakan #KaburAjaDulu

Tagar #KaburAjaDulu mulai ramai di media sosial, khususnya di platform seperti Twitter (sekarang X) dan TikTok. Fenomena ini mengajak masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, untuk mencari pekerjaan di luar negeri. 

Banyak anak muda yang merasa bahwa mereka dapat mengembangkan karier dengan lebih baik di luar negeri, mengingat mahalnya pendidikan di Indonesia serta terbatasnya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan mereka. Tagar ini juga mencerminkan rasa frustrasi terhadap keadaan politik, sosial, dan ekonomi yang dinilai tidak memberikan harapan untuk perbaikan.

Tagar Sebagai Respons Terhadap Masalah Sosial Ekonomi

Bagi sebagian orang, gerakan ini merupakan bentuk protes terhadap kesulitan hidup yang mereka alami. Banyak dari mereka yang merasa bahwa Indonesia tidak menyediakan peluang yang cukup untuk berkembang, terutama bagi para lulusan perguruan tinggi yang kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini juga didorong oleh fakta bahwa banyak anak muda melihat negara-negara lain menawarkan peluang yang lebih baik, baik dalam hal penghasilan maupun kualitas hidup.

Respons Pemerintah Indonesia Terhadap Fenomena #KaburAjaDulu

Menyikapi viralnya tagar ini, sejumlah pejabat pemerintah memberikan tanggapan yang beragam, dari yang bersikap santai hingga yang mengingatkan pentingnya rasa cinta terhadap tanah air.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau yang akrab disapa Noel, merespons dengan santai fenomena ini. Menurutnya, tagar tersebut bukanlah hal yang perlu dipikirkan secara berlebihan. Ia bahkan menyatakan bahwa jika seseorang ingin pergi ke luar negeri, itu bukanlah masalah besar. 

“Mau pergi, ya silahkan saja. Kalau memang tidak ingin kembali, juga tidak masalahi” ujarnya sembari tertawa.

Meskipun begitu, Noel menegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan tidak akan mempermasalahkan keinginan masyarakat untuk bekerja di luar negeri. Ia menilai tagar-tagar seperti #KaburAjaDulu tidak perlu dikhawatirkan terlalu dalam, karena merupakan salah satu ekspresi kebebasan di media sosial.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memandang fenomena ini secara positif. Ia menilai bahwa migrasi ke luar negeri tidak berarti kabur dari masalah, melainkan peluang untuk meningkatkan keterampilan. 

“Kalau memang ingin untuk meningkatkan skill dan ada peluang kerja di luar negeri, kemudian kembali ke Indonesia bisa membangun negeri, ya tidak masalah,” jelasnya. 

Menaker Yassierli juga menyatakan bahwa ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih baik di dalam negeri, sehingga generasi muda tidak merasa perlu untuk mencari peluang di luar.

Kritik dari Menteri Nusron Wahid dan Hasan Nasbi

Di sisi lain, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid, memberikan pandangan berbeda. Ia mempertanyakan kesetiaan sebagian masyarakat Indonesia yang meramaikan tagar ini. Nusron menyindir, “Kalau kita ini patriotik sejati, kalau emang ada masalah kita selesaikan bersama.” Menurutnya, gerakan ini menunjukkan kurangnya rasa cinta terhadap Tanah Air, yang seharusnya menyelesaikan masalah bersama, bukan melarikan diri.

Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi juga mengingatkan bahwa merantau ke luar negeri harus dilandasi dengan kemampuan dan keahlian yang memadai. 

“Kalau mau merantau, ingat harus punya skill, kalau enggak nanti enggak bisa punya pekerjaan baik di luar negeri,” ujar Hasan.

Dukungan dari Rahayu Saraswati Djojohadikusumo

Namun, tidak semua pihak melihat tagar #KaburAjaDulu sebagai hal negatif. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mendukung gerakan tersebut. Ia berpendapat bahwa merantau ke luar negeri dapat memberikan kesempatan untuk menimba ilmu dan pengalaman yang lebih baik. Ia juga mengingatkan agar para perantau tidak lupa kembali dan berkontribusi untuk membangun Indonesia setelah memperoleh ilmu di luar negeri.

Negara Dengan Kesempatan Kerja Paling Banyak

Keluhan-keluhan ini berkaitan dengan kesulitan-kesulitan hidup yang dirasakan semakin berat di tanah air, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik. Meskipun terlihat sekadar tren, maraknya tagar #KaburAjaDulu menunjukkan kenyataan bahwa sebagian orang di Indonesia merasa tertekan dan berpikir untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri.

Memiliki pengalaman kerja di luar negeri adalah sesuatu yang tidak ternilai. Kabar baiknya adalah beberapa negara justru menawarkan banyak kesempatan kerja bagi mahasiswa internasional setelah lulus kuliah. Terutama 15 negara ini:

1. Australia – Tingkat Pengangguran 3.7%

2. Inggris – Tingkat Pengangguran 3.8%

3. Selandia Baru – Tingkat Pengangguran 3.3%

4. Kanada – Tingkat Pengangguran 5.8%

5. Irlandia – Tingkat Pengangguran 4.3%

6. Swiss – Tingkat Pengangguran 3.3%

7. Jepang – Tingkat Pengangguran 3.1%

8. Denmark – Tingkat Pengangguran 4.3%

9. Norwegia – Tingkat Pengangguran 4.7%

10. Jerman – Tingkat Pengangguran 3.9%

11. Amerika – Tingkat Pengangguran 4.8%

12. Singapura – Tingkat Pengangguran 2.2%

13. Korea Selatan – Tingkat Pengangguran 3.4%

14. Hong Kong – Tingkat Pengangguran 3.3%

Negara dengan Biaya Hidup Termurah

Salah satu faktor yang mempengaruhi keinginan untuk merantau ke luar negeri adalah biaya hidup. Indonesia memang dikenal sebagai negara dengan biaya hidup yang relatif rendah, namun ada beberapa negara yang lebih terjangkau, sehingga menjadi pilihan menarik bagi mereka yang ingin mencoba peruntungan di luar negeri. 

Misalnya, negara-negara seperti Nigeria, Pakistan, dan Bangladesh, yang masing-masing memiliki biaya hidup per bulan sekitar US$355 (Rp5,8 juta), US$357 (Rp5,85 juta), dan US$368,4 (Rp6 juta). Negara-negara lain dengan biaya hidup rendah juga termasuk Suriah, Libya, Nepal, Afghanistan, Madagaskar, Tanzania, dan India.

Namun, meskipun biaya hidup di negara-negara tersebut lebih murah, Indonesia tetap menjadi rumah bagi banyak diaspora. Malaysia menjadi negara dengan jumlah diaspora terbanyak, dengan lebih dari 2,5 juta orang Indonesia. 

Selain itu, negara-negara seperti Arab Saudi, Taiwan, Singapura, dan China juga memiliki jumlah diaspora Indonesia yang signifikan. Meskipun begitu, keinginan untuk pindah ke luar negeri tetap mencerminkan kecemasan sebagian masyarakat yang merasa bahwa hidup di Indonesia tidak lagi memenuhi harapan mereka akan kesejahteraan.

Tantangan dan Potensi Brain Drain

Namun, fenomena #KaburAjaDulu juga memunculkan kekhawatiran akan terjadinya brain drain, atau hilangnya talenta terbaik Indonesia. Pada 2023, hampir 4.000 warga Indonesia dikabarkan menerima paspor Singapura antara 2019 hingga 2022. Ismail Fahmi, pendiri Media Kernels Indonesia, menyebutkan bahwa faktor ekonomi, ketidakadilan sosial, dan harapan akan masa depan yang lebih baik menjadi pemicu utama keinginan untuk merantau.

Meskipun demikian, sejumlah orang seperti Yoel Sumitro menilai bahwa fenomena ini bisa memberikan manfaat bagi Indonesia, serupa dengan bagaimana India mendapat keuntungan dari para migrannya yang bekerja di AS dan Eropa melalui remitansi dan transfer pengetahuan.

Pemerintah Harus Bertindak Cepat

Fenomena #KaburAjaDulu bukan sekadar tren media sosial, tetapi juga cerminan dari ketidakpuasan anak muda terhadap situasi di Indonesia. Untuk itu, pemerintah perlu segera bertindak dengan membuka lebih banyak peluang kerja, memperbaiki sistem pendidikan, dan menjamin kepastian hukum agar generasi muda tidak semakin tertarik untuk mencari kehidupan di luar negeri.

Menurut Yanuar Nugroho, peneliti senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute, fenomena ini lebih bersifat simbolis dan menunjukkan ketidakpastian yang dirasakan oleh banyak orang. Jika pemerintah dapat menciptakan iklim yang kondusif, bukan tidak mungkin keinginan untuk merantau akan berkurang, dan generasi muda akan lebih tertarik untuk berkontribusi pada pembangunan Indonesia.

Gerakan #KaburAjaDulu memang memunculkan berbagai respons, baik positif maupun negatif. Namun, yang perlu dicatat adalah bahwa fenomena ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia. Untuk mengurangi eksodus talenta dan menjaga potensi sumber daya manusia Indonesia, pemerintah harus segera mengatasi isu-isu penting seperti penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih banyak, peningkatan kualitas pendidikan, dan kepastian hukum yang lebih baik. Hanya dengan langkah konkret tersebut, harapan para generasi muda untuk masa depan yang lebih baik di tanah air dapat tercapai.

Related Tags & Categories :

highlight