December 6, 2024 By Jay Sujana
Transportasi udara merupakan urat nadi penting bagi negara kepulauan seperti Indonesia, menghubungkan ribuan pulau dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, ketersediaan armada pesawat yang memadai bukan sekadar kebutuhan, melainkan prasyarat mutlak bagi pembangunan infrastruktur dan mobilitas masyarakat. Kondisi pasca pandemi Covid-19 telah membuka mata para pemangku kepentingan akan urgensi pengembangan sektor penerbangan, mendorong pemerintah untuk mengambil langkah strategis dan inovatif dalam memperkuat kapasitas transportasi udara nasional.
Indonesia saat ini menghadapi tantangan krusial dalam sektor penerbangan. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan situasi yang mengkhawatirkan: pasca pandemi Covid-19, Indonesia hanya memiliki 390 pesawat, jauh di bawah kebutuhan ideal sebanyak 700 pesawat.
Kondisi ini sangat memprihatinkan, terutama mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dengan wilayah geografis yang luas dan kompleks. Keterbatasan armada penerbangan tidak hanya memengaruhi mobilitas masyarakat, tetapi juga berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas antar-pulau.
Dalam upaya mengatasi tantangan tersebut, Erick Thohir mengembangkan pendekatan strategis melalui kerja sama internasional dengan produsen pesawat terkemuka. Pertemuan bilateral dengan Asian American Chamber of Commerce menjadi ajang penting untuk menjajaki potensi kerja sama pengadaan pesawat.
Produsen pesawat global seperti Boeing dari Amerika Serikat, Airbus dari Eropa, produsen pesawat Rusia, dan COMAC dari China menjadi target kerja sama utama. Fokus saat ini adalah kolaborasi dengan Boeing untuk pengadaan pesawat bagi maskapai BUMN seperti Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air. Proses negosiasi akan melibatkan Exim Bank Amerika Serikat dan perusahaan leasing, dengan mempertimbangkan kebutuhan spesifik masing-masing maskapai.
Data dari Indonesia National Air Carriers Association (INACA) memperkuat urgensi penambahan armada. Setiap tahunnya, Indonesia mencatat 1,2 juta pergerakan penerbangan, dengan sekitar 3.500 take off dan landing harian untuk penerbangan domestik dan 200.000 pergerakan penerbangan internasional per tahun. Jumlah ini mencakup 11 maskapai terjadwal, 21 maskapai perintis dan carter, serta 2 maskapai kargo.
Erick Thohir bersama Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi telah merumuskan serangkaian langkah strategis. Mereka berkomitmen untuk mendorong inovasi di sektor penerbangan, berkoordinasi dengan Menteri Investasi, mempermudah investasi dalam pengadaan pesawat, dan mengembangkan infrastruktur transportasi udara nasional.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan Presiden RI ke Amerika Serikat. Dalam kesempatan tersebut, Erick Thohir bertemu dengan Duta Besar Amerika Serikat Kamala S. Lakhdhir, delegasi sektor swasta Amerika Serikat, perwakilan perusahaan Boeing, dan perwakilan perusahaan teknologi Intel.
Upaya pemerintah untuk mengatasi kekurangan armada pesawat menunjukkan komitmen serius dalam mengembangkan infrastruktur transportasi udara Indonesia. Kerja sama internasional diharapkan menjadi kunci utama dalam mencapai target 700 pesawat.
Namun, tantangan tetap ada. Negosiasi yang kompleks, pertimbangan anggaran, dan kebutuhan teknologi mutakhir akan menjadi faktor kunci dalam keberhasilan rencana ini.
Pengembangan armada penerbangan nasional bukan sekadar tentang menambah jumlah pesawat, melainkan tentang memperkuat konektivitas, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memposisikan Indonesia sebagai kekuatan transportasi udara di kawasan Asia Tenggara.
Langkah-langkah strategis yang diambil Menteri BUMN Erick Thohir menjadi harapan baru bagi masa depan transportasi udara Indonesia yang lebih maju dan kompetitif.