April 17, 2025 By Diva Permata Jaen
17 April 2025 – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengambil langkah tegas dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) yang melarang segala bentuk pungutan dan sumbangan di jalan umum. Kebijakan ini bertujuan menciptakan ketertiban lalu lintas dan memastikan keselamatan pengguna jalan. Meskipun menuai pro dan kontra, larangan ini menjadi sorotan publik karena menyentuh aspek sosial, keagamaan, dan ketertiban umum.
Surat Edaran Nomor 37/HUB.02/KESRA diterbitkan oleh Gubernur Dedi Mulyadi pada 14 April 2025. Edaran ini melarang seluruh bentuk pungutan, termasuk sumbangan untuk pembangunan masjid, di sepanjang jalan umum di seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menjaga keselamatan dan kelancaran lalu lintas yang kerap terganggu oleh aktivitas penggalangan dana di jalan.
Menurut Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, larangan ini dibuat demi kepentingan umum dan meminta semua kepala daerah di tingkat kota hingga desa untuk melakukan edukasi dan pembinaan kepada masyarakat.
Dedi Mulyadi menegaskan bahwa praktik meminta sumbangan di jalan, meski bertujuan mulia, membahayakan keselamatan pengguna jalan dan menciptakan citra negatif bagi umat Islam jika tidak ditertibkan. Dalam pernyataannya, ia berkata:
“Sumbangan jalan pokoknya, siapa pun tidak boleh meminta-minta. Minta sumbangan untuk sarana ibadah, pengamen, tidak boleh lagi menggunakan jalan sebagai sarana untuk kegiatan yang bukan peruntukkan jalan.”
Ia juga menyebut jalan umum harus difungsikan sesuai tujuannya, yaitu sebagai jalur lalu lintas, bukan tempat hiburan atau pungutan. Selain menimbulkan kemacetan, praktik ini dianggap menimbulkan trauma bagi pengguna jalan.
Meski kebijakan ini bersifat preventif dan bertujuan mulia, tak sedikit warga yang merasa keberatan. Salah satu penolakan datang dari warga Depok, terutama pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Anni’mah di Cipayung. Mereka menyebut, pengumpulan sumbangan di jalan terbukti efektif dan menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan masjid.
Renaldo Ardiansyah, salah satu anggota DKM, menyatakan:
“Saya merasa keberatan, soalnya ini mencakup buat pembangunan masjid, bukan yang lain.”
Menurutnya, dalam satu hari, pengumpulan dana di jalan bisa mencapai Rp 700.000 yang digunakan untuk membeli bahan bangunan dan membayar upah tukang. Ia berharap pemerintah bisa memberikan alternatif pendanaan yang nyata sebelum melarang total aktivitas ini.
Menanggapi polemik tersebut, Dedi Mulyadi menyampaikan bahwa pemerintah tidak menutup mata terhadap kebutuhan masyarakat. Ia menegaskan:
“Kalau sedang ada pembangunan masjid, musala dan sejenisnya, kita akan bersama-sama menyelesaikan problem dari pembangunan tersebut.”
Pemprov Jabar berjanji akan hadir dan mendampingi masyarakat dalam mencari solusi penggalangan dana yang aman, tertib, dan sesuai aturan. Hal ini termasuk kolaborasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mencarikan alternatif pendanaan.
Dedi juga menunjukkan kepedulian langsung. Salah satu contohnya adalah saat ia memberikan bantuan pribadi sebesar Rp 30 juta kepada panitia pembangunan Masjid Al-Abror di Sukabumi yang sebelumnya melakukan penggalangan dana di jalan.
Melalui surat edaran tersebut, Dedi meminta agar seluruh kepala daerah mulai dari wali kota, bupati, camat, hingga lurah dan kepala desa, aktif melakukan pembinaan kepada masyarakat agar muncul kesadaran bersama menjaga ruang publik.
Instruksi tersebut mencakup tiga poin utama:
Larangan pungutan di jalan raya oleh Gubernur Dedi Mulyadi merupakan langkah proaktif untuk menata ruang publik di Jawa Barat agar lebih aman dan tertib. Meski menimbulkan reaksi beragam, kebijakan ini menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam mencari solusi terbaik untuk pembangunan sosial dan keagamaan.
Dengan dukungan dan kesadaran kolektif, diharapkan Jawa Barat dapat menjadi contoh provinsi yang mampu menjaga ketertiban tanpa mengabaikan nilai-nilai solidaritas sosial dan agama.