Leet Media

Indonesia Jadi Pengunjung Situs Pornhub Terbanyak ke-2 Di Dunia

June 1, 2025 By RB

1 Juni 2025 – Meski dikenal sebagai negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia, Indonesia justru mencatatkan diri sebagai negara kedua tertinggi dalam mengakses situs pornografi seperti Pornhub. Fenomena ini bukan hanya mencerminkan ironi sosial, tetapi juga membuka perdebatan luas mengenai efektivitas regulasi internet, pola pendidikan seksual, dan dinamika budaya digital di masyarakat.

Fakta Mengejutkan Akses Pornhub di Indonesia

Menurut data Statista tahun 2024, Indonesia berada di posisi kedua sebagai negara dengan akses terbanyak ke situs Pornhub, tepat di bawah Amerika Serikat. Berikut adalah daftar lengkap lima besar negara pengakses:

  1. Amerika Serikat: 3.172,18
  2. Indonesia: 765.4
  3. Brasil: 502.81
  4. Prancis: 469.13
  5. Filipina: 453.35

Angka tersebut mengindikasikan tingginya konsumsi konten dewasa di Indonesia, bahkan melampaui negara-negara sekuler dengan aturan internet yang lebih longgar.

Mengapa Akses Tetap Tinggi Meski Sudah Diblokir?

Pemerintah Indonesia sejatinya telah melakukan pemblokiran terhadap ribuan situs pornografi melalui kebijakan internet sehat. Namun, pemblokiran tersebut tidak menyurutkan minat masyarakat. Banyak pengguna internet yang mengakali blokir ini dengan menggunakan VPN, proxy, atau peramban privat.

Beberapa alasan mengapa masyarakat tetap mengakses konten pornografi:

“Awalnya mungkin cuma iseng atau penasaran. Tapi hati-hati, bisa berujung: susah berhenti nonton, gak puas sama konten ‘biasa’, dan nonton jadi pelarian dari stres,” demikian pernyataan dalam laporan yang dirilis.

Dampak Negatif pada Anak dan Remaja

Laporan ECPAT Indonesia dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa 97 persen dari 4.500 pelajar SMP dan SMA di 12 kota telah mengakses konten pornografi. Lebih parah lagi, paparan ini berkontribusi pada tindakan kekerasan seksual antaranak.

“Penelitian kami menemukan berbagai fakta di mana sebagian anak yang mengakses pornografi ini ternyata melakukan kekerasan seksual pada anak lainnya,” ujar Dorothy Rozga, Direktur Eksekutif ECPAT International.

Fenomena ini menunjukkan bahwa tanpa pendampingan dan pendidikan yang tepat, anak-anak justru menggunakan internet untuk mengeksplorasi hal-hal berbahaya yang berujung pada penyimpangan perilaku.

Konteks Sosial Budaya yang Membingkai Fenomena Ini

Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, banyak yang mengira bahwa tingkat konsumsi konten pornografi di Indonesia akan rendah. Namun, realitas berkata lain. Ada beberapa faktor sosial budaya yang bisa menjelaskan ironi ini:

1. Tabu Membahas Seksual

Dalam budaya Indonesia, pembicaraan soal seks dianggap tabu, bahkan dalam lingkungan keluarga. Akibatnya, rasa ingin tahu anak dan remaja tak mendapat saluran edukatif yang sehat, sehingga mereka mencarinya secara diam-diam di internet.

2. Regulasi Lemah dan Tidak Konsisten

Meskipun pemerintah gencar memblokir situs porno, regulasi ini sering kali tidak efektif karena bisa dengan mudah dibobol. Selain itu, kurangnya sanksi sosial atau hukum bagi pelanggar juga membuat masyarakat tak jera.

3. Ketimpangan Digital dan Literasi Media

Literasi digital yang rendah membuat banyak pengguna internet tidak memahami risiko konsumsi konten pornografi, baik secara psikologis maupun sosial. Banyak orang tua juga belum melek teknologi, sehingga pengawasan terhadap aktivitas daring anak masih lemah.

Menuju Solusi Internet yang Lebih Aman

Kondisi ini seharusnya menjadi peringatan bagi semua pihak. Perlindungan terhadap anak dan generasi muda dari dampak pornografi digital memerlukan sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, dan platform teknologi.

Dorothy Rozga menyampaikan kekhawatirannya atas tren eksploitasi anak secara daring. “Contohnya maraknya tipu daya anak untuk melakukan live streaming secara telanjang, ada juga tindakan memperjualbelikan anak untuk tujuan komersial melalui internet,” katanya.

Langkah-Langkah yang Bisa Ditempuh:

Fenomena tingginya akses pornografi di Indonesia bukan sekadar masalah moralitas, tapi juga mencerminkan lemahnya literasi digital, minimnya pendidikan seksual, dan kurangnya perlindungan terhadap anak. Menjadi negara dengan penduduk Muslim terbesar tidak serta-merta menjadikan masyarakat kebal terhadap pengaruh negatif internet. Sudah waktunya pendekatan holistik diterapkan untuk mengatasi masalah ini secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Related Tags & Categories :

highlight